Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, kembali mengusulkan pembentukan family office di Indonesia, dengan Bali sebagai pusatnya. Namun, ide ini mendapat respons skeptis dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu), terutama terkait implikasi perpajakan.
Dalam forum Indonesia Economic Summit, yang digelar di Jakarta Pusat pada Selasa (18/2/2025), Luhut menyampaikan keyakinannya bahwa keberadaan family office akan menarik lebih banyak investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Ia menilai bahwa dengan menawarkan kemudahan pajak, para konglomerat global akan lebih tertarik menyimpan kekayaannya di Indonesia, seperti yang telah dilakukan negara-negara lain seperti Singapura, Hong Kong, dan Abu Dhabi.
Namun, gagasan ini mendapat penolakan dari beberapa pihak di Kemenkeu, yang mempertanyakan keuntungan langsung yang bisa diperoleh negara jika family office diterapkan di Indonesia tanpa adanya skema pajak yang jelas.
Apa Itu Family Office dan Mengapa Bali?
Family office adalah perusahaan pengelola kekayaan pribadi yang biasanya digunakan oleh individu atau keluarga super kaya untuk mengelola aset, investasi, dan perencanaan keuangan mereka.
Luhut ingin menjadikan Bali sebagai pusat family office, mengikuti jejak Singapura yang telah memiliki lebih dari 1.500 family office dengan dana kelolaan mencapai US$1,6 triliun.
Menurutnya, meskipun family office di Indonesia nantinya tidak dikenakan pajak, manfaat jangka panjangnya akan sangat besar karena cadangan devisa negara akan meningkat akibat masuknya arus modal asing.
“Memang belum tentu hasilnya didapatkan sekarang, tapi Anda membangun kepercayaan. Kepercayaan itu sangat-sangat penting, kredibilitas itu sangat-sangat penting,” ujar Luhut.
Baca juga: Kemenkeu Susun Insentif Family Office, Apa Dampaknya bagi Ekonomi Indonesia?
Penolakan Kemenkeu: Apa yang Dipermasalahkan?
Meski secara teori family office dapat meningkatkan trust investor asing, Kementerian Keuangan masih bersikap hati-hati dalam menyetujui usulan ini.
Menurut Luhut, beberapa pejabat di Kemenkeu mempertanyakan apa yang bisa didapatkan Indonesia dari konsep family office, mengingat model ini bisa membuat negara kehilangan potensi penerimaan pajak dari para konglomerat yang menyimpan asetnya di dalam negeri.
Kekhawatiran utama Kemenkeu adalah bahwa:
- Minimnya kontribusi terhadap penerimaan negara
- Jika family office diberikan insentif pajak terlalu besar, Indonesia bisa kehilangan potensi penerimaan pajak yang seharusnya bisa diperoleh dari dana yang tersimpan di dalam negeri.
- Potensi celah bagi praktik penghindaran pajak
- Family office tanpa skema pajak yang jelas bisa membuka ruang bagi praktik tax avoidance, di mana orang kaya menyimpan asetnya tanpa membayar pajak, yang dapat menurunkan basis pajak Indonesia.
- Kebutuhan regulasi yang lebih ketat
- Agar skema ini tidak merugikan negara, perlu ada aturan yang jelas terkait insentif pajak, transparansi dana, serta manfaat yang bisa diberikan oleh family office terhadap perekonomian nasional.
Dukungan dari Presiden Prabowo dan Langkah Selanjutnya
Luhut menyampaikan bahwa ia telah berdiskusi langsung dengan Presiden Prabowo Subianto terkait rencana ini. Menurutnya, Prabowo mendukung ide family office, tetapi menginginkan kajian lebih dalam untuk memastikan implementasi yang tepat.
Presiden telah menginstruksikan Dewan Ekonomi Nasional untuk melakukan riset lebih lanjut guna menilai dampak ekonomi dan fiskal dari family office di Indonesia, serta bagaimana konsep ini dapat diterapkan tanpa merugikan penerimaan negara.
Luhut juga mengakui bahwa model family office di Indonesia tidak bisa sepenuhnya mengadopsi pendekatan Singapura atau Hong Kong. Oleh karena itu, ia menekankan bahwa regulasi yang lebih fleksibel dan berbasis insentif investasi jangka panjang perlu dipertimbangkan.
Potensi Dampak Family Office bagi Ekonomi Indonesia
Meskipun masih menjadi perdebatan, ada beberapa dampak potensial yang bisa terjadi jika family office benar-benar diterapkan di Indonesia:
1. Meningkatkan Cadangan Devisa
- Dengan masuknya lebih banyak modal asing, jumlah valuta asing (valas) yang tersimpan di dalam negeri bisa meningkat, sehingga memperkuat posisi cadangan devisa Indonesia.
2. Menarik Investor dan Ekspatriat Kaya
- Indonesia bisa menjadi alternatif destinasi investasi bagi individu super kaya, terutama jika menawarkan regulasi yang kompetitif dibandingkan negara lain.
Baca juga: Insentif Perpajakan Jadi Solusi Penurunan Harga Tiket Pesawat?
3. Dampak terhadap Sektor Keuangan dan Investasi
- Peningkatan jumlah family office bisa mendorong pertumbuhan sektor keuangan, terutama dalam layanan investasi dan wealth management.
Namun, tanpa regulasi yang tepat, skema ini juga bisa memiliki risiko tinggi jika tidak memberikan kontribusi langsung terhadap penerimaan pajak dan pertumbuhan ekonomi riil.
Kesimpulan: Menanti Keputusan Pemerintah
Usulan family office di Bali yang diajukan Luhut Pandjaitan masih menghadapi tantangan dari Kementerian Keuangan terkait dampak fiskal dan regulasinya.
Pemerintah masih perlu melakukan kajian lebih lanjut untuk menyeimbangkan kepentingan investasi dan penerimaan negara, agar skema ini benar-benar memberikan manfaat bagi perekonomian Indonesia.
Sementara itu, dengan arahan Presiden Prabowo, diskusi terkait family office dan status pajaknya masih akan berlanjut hingga ditemukan solusi terbaik yang dapat diterapkan tanpa merugikan negara.









