Kontribusi Kegiatan Ekspor Impor pada Perpajakan di Indonesia

Perkembangan ekspor impor di Indonesia memperlihatkan sisi yang cukup positif, dimana Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data untuk Ekspor sebesar 44.36% dan Impor sebesar 30.85%. Berdasarkan analisis beberapa pakar lainnya, seperti Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan hingga pada Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, kinerja Ekspor Impor di Indonesia memperlihatkan kondisi yang sangat baik.

Tentunya hal tersebut diiringi dengan dukungan dari pihak-pihak terkait seperti pemerintah dalam meningkatkan nilai tambah pada produk ekspor melalui hilirisasi komoditas berbasis SDA (Sumber Daya Alam). Sementara itu, dari sisi impor juga mengalami kenaikan dengan menunjukkan aktivitas produktif yang didominasi oleh bahan baku/penolong yang terus mendorong ekspansi usahanya.

 

Apa Itu Ekspor?

Berdasarkan pada Peraturan Pemerintahan Nomor 10 Tahun 2021, dimana ekspor merupakan sebuah kegiatan yang mengeluarkan barang dari Indonesia (daerah pabean). Daerah Pabean yang dimaksud, yakni daerah terdiri dari beberapa wilayah seperti darat, perairan, maupun udara yang masuk ke dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) di Indonesia atau singkatnya ekspor merupakan kegiatan menjual barang atau jasa ke luar negeri. Kegiatan tersebut tentunya melibatkan Bea cukai sebagai pengawas dalam suatu negara, termasuk Indonesia. Berikut penjelasan lebih lanjut perihal ketentuan pajak ekspor:

Pajak Ekspor

Pajak ekspor merupakan pengenaan pajak atas kegiatan keluarnya barang atau jasa dari Indonesia (wilayah pabean) ke luar negeri. Yang menjadi objek pajak pada kegiatan ini adalah Barang kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Kegiatan ekspor ini memiliki tujuan baik bagi para pelaku usaha dalam negeri.

Dasar Hukum

Kegiatan ekspor ini tentunya dilandasi oleh peraturan perundang-undangan yang tertuang pada Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 perihal Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan atas Barang Mewah, selain itu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 32/PMK.0101/2019 perihal Batasan Kegiatan dan Jenis Jasa Kena Pajak yang Ekspornya Dikenakan PPN.

Ketentuan Tarif

Kegiatan ekspor ini umumnya masuk ke dalam pemungutan pajak ekspor dan impor atas PPN maupun PPnBM. Dalam hal ini para pelaku usaha dalam negeri justru dibebaskan dari pungutan bea, justru pemerintah memberikan pelaku usaha tersebut dengan restitusi atas barang yang di ekspor.

Meskipun begitu pemerintah tetap mengenakan pajak ekspor kepada beberapa jenis komoditas, dimana pelaksanaan tersebut wajib dilunasi terlebih dahulu sebelum masuk ke pengangkutan, Demikian peraturan yang disampaikan oleh Kementerian Perdagangan melalui Dirjen Pengembangan Ekspor Nasional.

Oleh sebab itu, tarif yang dikenakan atas kegiatan sebagaimana yang dimaksud, yakni Harga Patokan Ekspor (HPE). HPE yang dimaksud menggunakan harga rata-rata internasional atau menggunakan nilai rata-rata dari Free On Board (FOB).

Tarif yang dikenakan dalam pajak ekspor ini berbagai macam, berikut di antaranya:

  • 0,25% – 1,5% berdasarkan jenis barang ekspor (PPh 22)
  • 0% bagi BKP dan JKP dan 11% bagi BKP Tidak Berwujud (PPN)
  • 15% atas jenis komoditas rotan, kayu, pasir

Adapun, perhitungan dalam pajak ekspor, yakni:

  • Tarif Ad Valorem (Angka persentase nilai barang yang diimpor)

PPh 22 Ekspor = Tarif x Harga Patokan Tertentu (HPE) x Jumlah Satuan Barang x Kurs

  • Tarif Ad Naturam (Spesifik berdasarkan ukuran fisik barang)

PPh 22 Ekspor = Tarif x Jumlah Satuan Barang x Kurs

 

Apa Itu Impor?

Sama seperti ekspor, kegiatan impor juga didasari oleh Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2021, dimana impor merupakan kegiatan memasukkan barang dari luar daerah pabean. Hal ini menyangkut barang maupun jasa yang tidak diproduksi di dalam negeri. Berikut penjelasan lebih lanjut perihal ketentuan pajak impor:

Pajak Impor

Kebalikan dari kegiatan ekspor, dimana pajak impor merupakan pengenaan pajak atas kegiatan masuknya barang atau jasa ke Indonesia (wilayah pabean) dari luar negeri. Yang menjadi objek pajak pada kegiatan ini adalah Barang kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP). Kegiatan impor ini menyangkut pada barang maupun jasa yang tidak diproduksi di Indonesia melainkan di luar negeri.

Baca juga Kawasan Berikat Tekan Industri Ekspor Impor, Pajakku Kulik Informasinya Melalui Webinar Ini

Dasar Hukum

Mengacu pada Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 perihal Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), tak hanya itu kegiatan impor ini juga masuk ke dalam pengenaan PPh Pasal 22 atas beberapa kegiatan usaha impor, yakni perdagangan, entitas komersial industri, maupun agen tunggal pemegang merek (ATPM). Selain itu, kegiatan ini juga diatur pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.010/2019 Tentang Ketentuan Kepabeanan, Cukai, dan Pajak Atas Impor Barang Kiriman.

Ketentuan Tarif

Tarif yang dikenakan dalam pajak ekspor ini berbagai macam, berikut di antaranya:

  • 1,5% atas pembelian impor
  • 0,25% atas hasil produksi atau kegiatan importir atas bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
  • 0,25% atas pembelian bahan untuk industri
  • 0,5% atas impor komoditas
  • 15% – 20% atas Tas khusus
  • 15% – 25% atas Sepatu khusus
  • PPN 11% atas Produk tekstil
  • 7,5% – 10% atas PPh Pasal 22 impor.

Adapun, perhitungan pajak impor, yakni:

  • Nilai Impor = Nilai Pabean + Bea Masuk
  • PPh Impor = Tarif PPh x Nilai Impor
  • PPN Impor = Tarif PPN x Nilai Impor

Sebelum terjadi perubahan, tarif PPN adalah sebesar 10%, dimana Pemerintah diberikan kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15% melalui penerbitan Peraturan Pemerintah.

Beda halnya dengan PPN yang pajaknya dikenakan atas konsumsi BKP di dalam Daerah Pabean, maka ekspor BKP dan ekspor JKP tertentu dikenai PPN dengan tarif 0%. Namun, terdapat perubahan pengenaan tarif PPN sebesar 11% atas semua barang impor tanpa nilai minimal.

Sementara itu, PPh sudah tidak lagi dipungut dengan pertimbangan bahwa impor barang kiriman pada umumnya merupakan barang konsumsi akhir (kecuali untuk produk tas, sepatu, dan tekstil tetap dikenakan PPh).

Penggunaan tarif baru tersebut sudah mulai diberlakukan pada 1 April 2022 atas kesepakatan Pemerintah dan DPR melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dimana tarif 10% menjadi 11%. Tak hanya itu, kenaikan tarif tersebut juga akan diatur kembali menjadi 12% paling lambat 1 Januari 2025.

Baca juga Analisa Dampak Perang Pada Perekonomian dan Perpajakan Negara

 

Lalu Bagaimana Sistem Pajak Ekspor Impor di Indonesia?

Menjadi salah satu sumber penerimaan suatu negara khususnya Indonesia, pajak ekspor impor atau perdagangan internasional merupakan salah satu cara pemerintah dalam mengatur aktivitas ekspor impor yang berdampak pada kinerja neraca perdagangan. Kontribusi pajak atas kegiatan tersebut tentunya memperlihatkan kita sejauh mana suatu negara dalam mendukung kegiatan ekspor impor.

Semua negara maju di dunia bahkan relatif tidak bergantung pada pajak perdagangan internasional yang membuat penurunan penerimaan pajak atas ekspor impor secara global. Tak hanya itu, kehadiran WTO (World Trade Organization) juga turut mempengaruhi terhambatnya perdagangan global.

Di Indonesia sendiri, rantai perdagangan nasional juga tidak terlepas dari peran serta negara lain melalui kegiatan impor dan ekspor. Salah satu importir terbesar Indonesia adalah China. Kegiatan impor di Indonesia sendiri juga cukup besar terlihat Per Juli 2021, dimana impor Indonesia mencapai US$15,11 miliar, menurut analisis Badan Pusat Statistik, angka ini meningkat 86,39 persen dibandingkan Juli 2020, namun turun 12% dibandingkan Juni 2021 (bulan lalu).

Dalam hal ini, pemerintah Indonesia akan menerapkan BTKI 2022 pada 1 April 2022 untuk mendukung kelancaran perkembangan kegiatan impor dan ekspor. BTKI sendiri juga memuat struktur bea masuk, bea keluar dan pajak yang menjadi dasar kebijakan fiskal dan non-fiskal, termasuk ketentuan pembatasan, statistik, asal usul dan manfaat lainnya. Pemilihan tarif didasarkan pada rekomendasi kementerian/lembaga pengarah sektor.

Oleh karena itu, beberapa peraturan turunan terkait perpajakan akan disesuaikan dengan peraturan BTKI seperti FTA, bea keluar, PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22. Pemerintah akan terus berkoordinasi dengan Kementerian/Lembaga lain untuk merumuskan regulasi terkait, sehingga menyelaraskan antar Kementerian/Lembaga dan mempermudah transaksi bagi pelaku usaha.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peraturan perpajakan ini dirancang untuk mengatur pergerakan barang dan jasa ke dalam dan ke luar wilayah suatu negara, dimana tujuan dari pengenaan pajak atas kegiatan impor adalah untuk meredam laju masuknya barang ke negara tersebut guna mendukung peningkatan produktivitas dalam negeri.

Pada saat yang sama, pajak ekspor umumnya ditujukan untuk meningkatkan produktivitas perusahaan domestik dalam kegiatan ekspor. BTKI dan peraturan perundang-undangan pada tahun 2022 akan membantu memaksimalkan kegiatan pajak impor dan ekspor di Indonesia.

 

Kontribusi Ekspor Impor Pada Pajak 

Perdagangan internasional atau dengan kata lain kegiatan ekspor-impor merupakan kegiatan yang terjadi karena adanya transaksi jual beli barang dan jasa yang dilakukan antarnegara sesuai dengan perjanjian yang telah di sepakati bersama. Kegiatan ekspor impor ini tentunya sangat bermanfaat terhadap sektor perdagangan internasional, terlebih dalam memenuhi kebutuhan negara sekaligus memperoleh keuntungan guna meningkatkan pendapatan kas negara.

Seperti yang kita ketahui bahwa kegiatan ekspor impor ini merupakan sebuah kegiatan yang melibatkan banyak pihak, mulai dari pihak eksportir dan importir, lalu bank dan perusahaan angkutan dan/atau ekspedisi, hingga pihak yang memiliki otoritas atas arus kegiatan ekspor impor tersebut yaitu Direktorat Jenderal Bea & Cukai serta Direktorat Perdagangan Luar Negeri. Dengan banyaknya pihak yang terlibat, tentunya sangat dibutuhkan peraturan hingga prosedur yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat.

Dalam situasi tersebut, perpajakan merupakan salah satu aspek yang ikut berperan serta dalam memberikan kontribusi atas berlangsungnya kegiatan ekspor impor. Hal ini dapat dilihat dari manfaat pengenaan pajak, mulai dari penghasilan, pertambahan nilai, hingga pembelian barang mewah.

Dengan adanya aspek perpajakan dalam kegiatan ekspor impor ini tentunya dapat membuat kegiatan tersebut lebih terorganisir dalam setiap proses yang melekat di dalamnya. Selain itu, kita juga bisa lihat dari perkembangan ekpor impor di Indonesia saat ini, dimana memperlihatkan sisi yang sangat baik.

Melansir dari laman BPS (Badan Pusat Statistik) Indonesia, saat ini ekspor di Indonesia mencapai 44,36%, sedangkan impor mencapai 30,85%. Dengan adanya aspek perpajakan dalam kegiatan ini tentunya akan membantu meningkatkan aktivitas produktif dalam setiap transaksi perdagangan internasional, seperti aktivitas produktif terhadap bahan baku/penolong yang terus mendorong dan/atau membantu ekspansi usahanya.