Momentum pandemi Covid-19 mengubah lanskap perekonomian global menuju tatanan ekonomi baru yang diiringi dengan percepatan adopsi teknologi digital di berbagai sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Pembatasan sosial, isolasi mandiri, serta pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat sebagai bentuk pencegahan Covid-19 telah memperkecil peluang pola kegiatan ekonomi konvensionalq, sehingga menuntut paksa masyarakat memanfaatkan kemajuan teknologi dalam melakukan kegiatan ekonomi.
Hal ini mendorong keberadaan dari ekonomi digital yang didefinisikan sebagai aktivitas ekonomi yang dilakukan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam suatu jaringan global. Kehadiran ekonomi digital di tengah-tengah masyarakat turut mengubah arus pola perilaku konsumsi masyarakat karena berbagai kemudahan dari digitalisasi.
Dengan menggunakan layanan ekonomi digital, masyarakat dapat melakukan seluruh transaksi dengan cepat dan mudah tanpa perlu melakukan tatap muka antara penjual dan pembeli. Wadah untuk berkomunikasi antara penjual dan pembeli pun dapat menggunakan platform media sosial atau marketplace. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa masyarakat sudah menerima transformasi ekonomi digital sebagai sesuatu yang melekat di kehidupan masyarakat.
Transformasi pola kegiatan ekonomi ke dalam ranah digital ini mendorong perusahaan-perusahaan berbasis digital berkembang dengan sangat pesat. Sebagian besar perusahaan berbasis digital tidak memiliki kantor fisik di negara sumber seperti Tiktok, Netflix, Spotify, dan lain-lain. Kebanyakan pengguna platform digital tersebut berasal dari Indonesia yang menyebabkan perusahaan asing memperoleh pendapatan dari konsumen di Indonesia tanpa dikenakan pajak.
Hal ini memicu perdebatan global di ranah pajak nasional maupun internasional tentang alokasi hak dan kesepakatan realokasi hak perpajakan khususnya mengenai kriteria Bentuk Usaha Tetap (BUT). Pasalnya, dalam peraturan perpajakan Indonesia maupun internasional masih mewajibkan adanya kehadiran fisik (physical presence) untuk kriteria penentuan BUT dalam pengenaan pajak.
Baca juga Subsidi Berpotensi Perkecil Ruang Fiskal 2023, Ini Kata Sri Mulyani
Dalam ketentuan Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) 2010, pemajakan atas laba usaha menganut prinsip bahwa suatu negara tidak dapat mengenakan pajak atas laba dari suatu entitas apabila entitas tersebut melakukan kegiatan ekonominya tidak melalui BUT. Padahal menentukan adanya BUT dalam ketentuan OECD 2010 disyaratkan adanya tempat tetap yang terletak secara fisik berada di suatu entitas.
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 pasal 2 ayat (5), kriteria BUT di Indonesia diwajibkan adanya suatu tempat usaha yang bersifat permanen dan digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet. Kriteria penentuan berdasarkan physical presence menjadi suatu konsep penentuan yang sangat usang di era ekonomi digital ini, karena perusahaan dapat melakukan transaksi perdagangan antar negara melalui sistem elektronik tanpa memerlukan kehadiran fisik. Maka dari itu, untuk mengatasi kesenjangan dari persyaratan kehadiran BUT secara fisik, anggota OECD merekomendasikan penerapan kehadiran ekonomi yang signifikan.
Kehadiran ekonomi signifikan (significant economic presence) merupakan pendekatan yang mengungkapkan kehadiran pajak di suatu yurisdiksi akan muncul saat perusahaan asing memperoleh penghasilan yang signifikan berdasarkan faktor tertentu. Faktor tertentu yang dimaksud adalah faktor yang dapat membuktikan adanya interaksi yang direncanakan dan berkelanjutan antar perusahaan di suatu wilayah negara melalui ekonomi digital atau cara otomatis lainnya.
Baca juga Sesuaikah Perpajakan Indonesia Dengan Global Taxation?
Task Force on Digital Economy mengidentifikasi tiga faktor yang dapat dijadikan patokan ketika suatu yurisdiksi ingin menerapkan konsep kehadiran ekonomi signifikan. Faktor pertama yaitu faktor berbasis pendapatan yang meliputi jenis transaksi yang dilakukan, penentuan tingkat ambang batas pendapatan, serta administrasi yang terkait.
Faktor kedua yaitu faktor digital yang meliputi nama domain lokal, platform digital lokal, dan opsi pembayaran lokal. Faktor terakhir yaitu faktor berbasis pengguna didasarkan pada data yang mencerminkan tingkat partisipasi, jumlah kontrak online akhir dan volume konten digital yang dikumpulkan melalui platform digital.
Penerapan kehadiran ekonomi signifikan diadopsi oleh negara Indonesia melalui UU No. 2 Tahun 2020. UU No. 2 Tahun 2020 memperluas definisi BUT dengan konsep significance economic presence. Berdasarkan UU No. 2 Tahun 2020 pasal 6 ayat (6) menyatakan bahwa apabila pelaku usaha Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) luar negeri telah memenuhi konsep significance economic presence, maka dapat diperlakukan sebagai BUT dan dapat dikenai pajak penghasilan.
Selain itu, UU No. 2 Tahun 2020 pasal 6 ayat (3) mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi e-commerce melalui PMSE dimana pemungut PPN PMSE merupakan pelaku usaha yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dan telah memenuhi kriteria tertentu. Dengan demikian, konsep significance economic presence dapat menjadi terobosan baru dalam mengenakan pajak untuk perusahaan berbasis digital yang tidak terdapat kantor atau BUT secara fisik di negara sumber.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pesatnya perkembangan ekonomi digital diiringi dengan adanya pandemi Covid-19, menuntut pola kegiatan ekonomi masyarakat mengalami perubahan menjadi serba digitalisasi. Hal ini memicu pesatnya perkembangan perusahaan-perusahaan berbasis digital yang sebagian besar tidak mempunyai bentuk usaha tetap secara fisik di negara sumber sebagai salah satu kriteria BUT yang dikenakan pajak. Hal ini menyebabkan ketidakadilan bagi negara sumber.
Pasalnya, perusahaan berbasis digital tersebut memperoleh keuntungan tanpa dikenakan pajak di negara sumber. Sehingga, BUT secara fisik menjadi tidak relevan di era kemajuan teknologi ini. Maka diperlukan perubahan konsep BUT secara fisik menuju BUT yang terbentuk dengan kriteria adanya kehadiran ekonomi signifikan (significance economic presence).
Dengan konsep kehadiran ekonomi signifikan, maka negara sumber dapat memungut pajak saat perusahaan asing memperoleh penghasilan yang signifikan berdasarkan faktor tertentu. Sehingga, pesatnya perkembangan ekonomi digital juga memberikan dampak positif bagi penerimaan suatu negara melalui pungutan pajak.









