Dalam rangka melakukan hubungan luar negeri antarnegara yang dijalankan dengan maksud dan tujuan agar dapat memenuhi kebutuhan masing-masing negara yang bersangkutan, maka dibutuhkan suatu instrumen salah satunya dengan adanya pewakilan diplomatik maupun konsulat. Dalam menjalankan praktiknya pemerintah Indonesia menempatkan beberapa perwakilan diplomatik dan konsuler di berbagai negara.
Begitu pula sebaliknya, pemerintah menerima perwakilan diplomatik serta konsuler dari negara lainnya. Langkah tersebut dilakukan sebagai suatu bentuk pelaksanaan politik luar negeri yang bersifat bebas aktif yang bertujuan untuk dapat menjamin serta memelihara kepentingan nasional Indonesia. Selain itu, hal tersebut juga bertujuan agar dapat memajukan kerjasama dan tentunya hubungan persahabat dengan setiap negara di dunia.
Perlu diketahui, bahwa terkait pengaturan hubungan diplomatik dan hubungan konsuler sudah disepakati secara internasional oleh negara lain di dunia. Dimana kesepakatan tersebut tertuang dalam Venna Convention on Diplomatic Relations (VCDR) pada tahun 1961 dan Venna Convention on Consular Relations (VCCR) pada tahun 1963.
Berdasarkan kedua pemufakatan tersebut di dalamnya menjamin hak istimewa dan imunitas yang dimiliki oleh perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler. Hak istimewa tersebut tidak semata-mata diberikan untuk kepentingan pribadi atau perseorangan, akan tetapi hak tersebut diberikan dengan tujuan menjamin kelancaran pelaksanaan tugas serta fungsi perwakilan diplomatik dan konsuler. Sehubungan dengan hal ini, terdapat pasal dalam tax treaty yang mengatur tentang pajak atas penghasilan pejabat diplomatk dan konsulat.
Aturan tersebut terdapat dalam Pasal 28 dalam OECD dan pada Pasal 27 dalam UN Model. Kedua Pasal tersebut merupakan ketentuan yang mengatur tentang fiscal privileges yang menyangkut pejabat diplomatik dan pejabat konsuler. Lalu, tahukah Anda apa yang dimaksud dengan fiscal privileges? Mari simak pada pembahasan berikut ini!
Definisi Fiscal Privileges
Mengacu pada Cambridge Dictionary, kata fiscal memeiliki arti suatu hal yang berkaitan dengan keungan pemerintah dan pajak. Sedangkan, kata privileges memiliki arti keuntungan yang hanya dimiliki oleh satu orang atau skelompok orang, yang biasanya didapatkan karena kedudukannya atau karena kekayaan yang dimilikinya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), secara etimologi fiskal diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan urusan pajak dan pendapatan negara. Sementara itu, kata privileges atau dalam KBB disebutkan sebagai privilese yang memiliki arti hak istimewa. Seorang ahli yakni Warrington (1993) mengartikan fiscal privileges atau keistimewaan fiskal tersebut sebagai perlakuan pajak yang berbeda.
Tak hanya sampai sana, Ppngertian dan istilah fiscal privileges menurut Vogel (1456) dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Fiskal Privileges atau Keistimewaan Fiskal yang disebut juga dengan fiscal imunity (kekebalan fiskal), yakni suatu keistimewaan yang dinikmati oleh anggota dari misi diplomatk (member of diplomatic missions) maupun konsulat (consular post) yang sifatnya insidental dan digunakan sebagai alat untuk memperoleh pembebasan pengenaan pajak bagi perwakilan asing di negara tempat perwakilan asing tersebut diterima
- Bentuk serta ruang lingkup dari keistimewaan tersebut didasarkan pada Venna Convention on Diplomatic Relations (VCDR) atau konvensi Wina guna untuk kepentingan hubungan diplomatik dan Venna Convention on Consular Relations (VCCR) atau konvensi Wina guna untuk kepentingan hubungan kosnulat.
Baca juga Skema Sanksi Perpajakan di Berbagai Belahan Dunia
Tingkat Keistimewan Fiskal (Fiscal Privileges) Bagi Perwakilan Diplomatik dan Konsulat
Konvensi VCDR dan VCCR memberikan tingkat keistimewaan yang berbeda-beda untuk berbagai pihak. Tingkat keistimewaan tersebut tergantung pada status dan fungsi dari pihak yang bersangkutan. Jika dilihat dari status orang pribadi yang tertunag dalam kedua konvesi baik itu VCDR maupun konvensi VCCR. Tingkat keistimewaan fiskal yang berlaku, yakni sebagai berikut:
-
Pejabat Diplomatik dan Konsulat Beserta Keluarganya
Untuk keistimewaan fiskal yang diberkan secara penuh (full privileges) misalnya seperti kepala pejabat dan beserta dengan staff-nya (staf teknis dan staf administratif). Begitu pula dengan pejabat konsulat akan berlaku pula keistimewaan fiskal yang diberikan secara penuh. Sedangkan, bagi anggota keluarga dari pejabat diplomatik, staf diplomatik dan konsulat, anggota dari staf administratif dan staf teknis memperoleh keistimewaan fiskal secara penuh.
- Anggota Staf Pelayan beserta Staf Lainnya dari Pejabat Diplomatik dan Konsulat
Bagi anggota staf pelayan beserta staf lainnya dari pejabat diplomatik dan konsulat akan diberikan keistimewaan fiskal secara terbatas (only limited privileges), karena sifatnya yang terbatas, maka pihak-pihak tersebut mendapat pembebasan dari pengenaan pajak di negara penerima hanya atas penghasilan yang diperoleh dari pekerjaan yang dilakukan sebagai pegawai dari pejabat diplomatik maupun konsulat.
Misalnya, staf pelayan dari pejabat diplomatik bisa menikmati pembebasan pajak serta pungutan lainnya hanya atas penghasilan yang dibayarkan oleh pejabat diplomatik. Sedangkan, konsulat dengan status honorer akan dibebaskan dari semua pajak dan juga pungutan atas penghasilan maupun honorarium yang diterima dari negara pengirim apabila jika kegiatan yang dilakukan di negara penerima berhubungan dengan penyerahan fungsi konsulat.
- Staf yang Bekerja di Lingkungan Konsulat, Namun Tidak Melakukan Fungsi Konsulat
Bagi staf yang bekerja di lingkungan konsulat, namun tidak melakukan fungsi konsulat tidak diberikan kestimewaan fiskal. Hal tersebut berlaku bagi staf pelayan konsulat beserta keluarganya. Perlu dipahami, bahwa pemberian keistimewaan fiskal kepada pihak-pihak yang telah disebutkan diatas berdasarkan pada 2 prinsip, yakni status kebangsaan (nationality) dan status kependudukan tetap (permanent residency).
Dengan demikian, fiscal privileges ini tak berlaku bagi pejabat diplomatik dan staf diplomatik beseta dengan keluarganya yang memiliki kebangsaan atau sebagai warga negara atau yang berkependudukan tetap di negara penerima.
Hal ini berlaku juga bagi seorang perwakilan konsulat, pegawai konsulat beserta keluarganya. Dengan memenuhi syarat pihak-pihak tersebut bukan sebagai warga negara dan bukan merupakan penduduk tetap di negara penerima maka keistimewaan fiskal ini dapat diberikan kepada pihak tersebut.
Bagi staf diplomatik yang berkebangsaan dari negara penerima atau yang menjadi penduduk tetap di negara penerima, berhak memperoleh pembebasan pajak hanya jika pembebesan tersebut telah diatur dalam ketentuan pajak domestik negara penerima, tax treaty (P3B) maupun berdasarkan pada pengaturan khusus. Pembebebasan pajak bagi pihak yang memperoleh keistimewaan fiskal (privileged person) hanya diberlakukan selama pihak tersebut masih menjalankan tugas diplomatik.
Baca juga Pajak Profesi: Pengenaan Pajak pada Diplomat
Pembebasan tersebut akan dimulai ketika pihak yang diberi keistimewaan fiskal memasuki wilayah negara penerima dan berakhir pada saat pihak tersebut meninggalkan negara penerima atau ketika berakhirnya jangka waktu pelaksanaan tugas diplomatik pada negara penerima.
Pada umumnya, ketentuan terkail keistimewaan fiskal yang tertuang dalam OECD dan UN Model hanya untuk memastikan agar tidak adanya ketentuan dalam penghindaran pajak berganda yang nantinya dapat mempengaruhi hak-hak istimewa dalam bidang perpajakan bagi pejabat diplomatik dan pejabat konsulat seperti sebagaimana telah diatur di dalam ketentuan umum dari hukum internasional atau berdasarkan pada ketentuan dari perjanjian internasional yang memiliki sifat khusus.









