Pemerintah resmi menempatkan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak sebagai salah satu agenda utama dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025. Kebijakan ini tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 79 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran RKP 2025, tepatnya di bagian Prioritas Nasional 7.
“Ekstensifikasi dan intensifikasi penerimaan perpajakan sebagai upaya mendukung tercapainya peningkatan basis pajak dan kepatuhan wajib pajak,” demikian pernyataan yang termaktub dalam Lampiran I Perpres 79/2025.
Dalam Perpres Nomor 79/2025, pemerintah menetapkan beberapa indikator kinerja untuk memastikan kebijakan ini berjalan efektif, yaitu:
- Penambahan wajib pajak hasil ekstensifikasi sesuai target organisasi sebesar 90%.
- Kepatuhan penyampaian SPT ditetapkan mencapai 100%.
- Indeks kinerja kebijakan penerimaan negara sebesar 100%.
Selain itu, intensifikasi tidak hanya menyasar pajak, tetapi juga Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Pemerintah akan memperkuat tata kelola di sektor migas, sumber daya alam nonmigas, penerimaan non-SDA, serta pengelolaan aset negara.
Dari sisi angka, target rasio perpajakan tahun 2025 dipatok sebesar 10,24% dari PDB, lebih tinggi dibanding target awal 10,1–10,3%. Sementara itu, rasio PNBP ditetapkan sebesar 2,11% dari PDB. Jika tercapai, total pendapatan negara tahun 2025 diharapkan mencapai 12,36% dari PDB.
Baca Juga: 7 Program Strategis Nasional (PSN) Baru dari Presiden Prabowo
Pentingnya Ekstensifikasi dan Intensifikasi Pajak
Langkah ekstensifikasi dan intensifikasi pajak penting dilakukan karena masih banyak potensi penerimaan negara yang belum tergali. Di satu sisi, tingkat kepatuhan pajak masyarakat Indonesia relatif masih rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Di sisi lain, masih ada sektor-sektor usaha, terutama di ranah ekonomi digital dan UMKM, yang belum sepenuhnya terintegrasi ke dalam sistem perpajakan.
Dengan memperluas basis pajak melalui ekstensifikasi dan memastikan kepatuhan melalui intensifikasi, pemerintah berharap penerimaan negara lebih stabil, adil, dan berkelanjutan. Pada akhirnya, dana pajak yang terkumpul akan kembali digunakan untuk pembiayaan publik, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga pembangunan infrastruktur yang dinikmati bersama.
Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan ekstensifikasi dan intensifikasi pajak, serta bagaimana perbedaannya?
Definisi Ekstensifikasi Pajak
Secara sederhana, ekstensifikasi pajak berarti memperluas basis penerimaan pajak dengan cara menambah jumlah wajib pajak baru. Fokus utama dari ekstensifikasi adalah individu maupun badan yang sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif, tetapi belum terdaftar sebagai wajib pajak atau belum melaksanakan kewajiban perpajakan.
Dasar hukum ekstensifikasi pajak diatur melalui PER-01/PJ/2019 dan SE-14/PJ/2019, yang menggantikan aturan sebelumnya, yaitu PER-35/PJ/2013 dan SE-51/PJ/2013. Regulasi ini menegaskan bahwa setiap orang atau badan yang memiliki penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), memiliki usaha atau pekerjaan bebas, serta badan usaha yang melakukan transaksi bisnis, wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Sasaran Ekstensifikasi
Beberapa pihak yang menjadi sasaran utama ekstensifikasi adalah:
- Orang pribadi yang berpenghasilan di atas PTKP.
- Orang pribadi pengusaha atau pekerja bebas, seperti dokter, pengacara, notaris, dan konsultan.
- Badan usaha, termasuk perusahaan kecil hingga besar, yang memiliki kewajiban memotong, memungut, atau membayar pajak.
- Bendahara pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak.
Untuk mencapai sasaran tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menggunakan data internal, data eksternal, serta Kegiatan Pengumpulan Data Lapangan (KPDL). Data ini kemudian diolah menjadi Daftar Sasaran Ekstensifikasi (DSE) yang akan ditindaklanjuti.
Contoh Penerapan
Dalam praktiknya, ekstensifikasi bisa dilakukan melalui pengiriman SP2DK (Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan) kepada pihak yang belum terdaftar sebagai wajib pajak, tetapi terindikasi memiliki kewajiban perpajakan. Tujuannya adalah agar mereka segera mendaftarkan diri dan masuk ke sistem perpajakan.
Dengan langkah ini, pemerintah berharap jumlah wajib pajak meningkat, sehingga basis penerimaan negara semakin luas.
Baca Juga: Strategi Pemerintah Hadapi Target Pendapatan Negara 2026
Definisi Intensifikasi Pajak
Berbeda dengan ekstensifikasi, intensifikasi pajak berfokus pada optimalisasi penerimaan dari wajib pajak yang sudah terdaftar. Artinya, pemerintah tidak hanya mengejar wajib pajak baru, tetapi juga memastikan bahwa wajib pajak yang sudah ada menjalankan kewajibannya dengan benar, transparan, dan konsisten.
Menurut SE-06/PJ.9/2001, intensifikasi adalah semua upaya yang dilakukan untuk memaksimalkan penerimaan pajak dari objek maupun subjek pajak yang sudah ada dalam administrasi DJP, termasuk hasil dari ekstensifikasi.
Strategi Intensifikasi
Beberapa langkah yang dilakukan dalam intensifikasi pajak, antara lain:
- Meningkatkan kepatuhan pelaporan, misalnya memastikan wajib pajak menyampaikan SPT Tahunan tepat waktu.
- Pengawasan berbasis wilayah, di mana kantor pajak melakukan pemetaan potensi wajib pajak di daerahnya.
- Pemanfaatan teknologi, seperti coretax system yang mengintegrasikan data wajib pajak dengan sistem eksternal sehingga lebih akurat dan efisien.
- Pemanfaatan data eksternal, seperti informasi transaksi perbankan, ekspor-impor, hingga data kepemilikan aset untuk menguji kewajaran laporan pajak.
Contoh Penerapan
Salah satu program yang termasuk intensifikasi adalah amnesti pajak. Melalui program ini, wajib pajak diberi kesempatan melaporkan harta atau penghasilan yang belum tercatat dengan insentif berupa penghapusan sanksi tertentu. Program semacam ini tidak hanya menambah penerimaan dalam jangka pendek, tetapi juga memperluas basis data perpajakan di masa depan.
Tabel Perbandingan Ekstensifikasi dan Intensifikasi
Agar lebih mudah dipahami, berikut tabel perbandingan ekstensifikasi dan intensifikasi dari berbagai aspek:
|
Aspek |
Ekstensifikasi Pajak |
Intensifikasi Pajak |
|
Pengertian |
Upaya memperluas basis pajak dengan menambah jumlah wajib pajak baru. | Upaya mengoptimalkan penerimaan dari wajib pajak yang sudah terdaftar. |
|
Fokus |
Mencari wajib pajak baru yang belum memiliki NPWP atau belum melaksanakan kewajiban. | Meningkatkan kepatuhan wajib pajak terdaftar dalam melapor dan membayar pajak. |
|
Sasaran |
Orang pribadi berpenghasilan di atas PTKP, pekerja bebas, badan usaha, bendahara. | Wajib pajak yang sudah punya NPWP, baik individu maupun badan. |
|
Contoh Langkah |
1) Penerbitan NPWP baru. 2) SP2DK untuk calon wajib pajak. 3) Kegiatan pengumpulan data lapangan. | 1) Pengawasan kepatuhan SPT. 2) Pemanfaatan data eksternal. 3) Program amnesti pajak. 4) Coretax system. |
|
Tujuan Utama |
Memperluas jumlah subjek dan objek pajak agar basis penerimaan negara makin besar. | Menggali lebih dalam potensi pajak dari wajib pajak yang sudah ada. |
|
Dasar Hukum |
PER-01/PJ/2019, SE-14/PJ/2019. | SE-06/PJ.9/2001 dan kebijakan pengawasan perpajakan lainnya. |
|
Dampak |
Jumlah wajib pajak meningkat, penerimaan pajak berpotensi naik. | Kepatuhan meningkat, penerimaan pajak lebih optimal dan berkelanjutan. |
FAQ
Q: Apa Perbedaan ekstensifikasi dan intensifikasi?
A: Jika disederhanakan, perbedaan antara ekstensifikasi dan intensifikasi pajak adalah:
- Ekstensifikasi pajak → menambah jumlah wajib pajak baru agar basis penerimaan semakin luas.
- Intensifikasi pajak → mengoptimalkan penerimaan dari wajib pajak yang sudah ada agar kepatuhan meningkat.
Keduanya memiliki tujuan sama, yaitu meningkatkan penerimaan negara, tetapi fokus dan metode pelaksanaannya berbeda.
Q: Contoh sederhana dari ekstensifikasi pajak?
A: Misalnya seseorang yang sudah bekerja dengan penghasilan di atas PTKP tetapi belum memiliki NPWP. DJP akan menghubungi atau mengirimkan surat agar yang bersangkutan mendaftarkan diri sebagai wajib pajak.
Q: Contoh intensifikasi pajak dalam praktik sehari-hari?
A: Salah satunya melalui pengawasan terhadap wajib pajak yang sudah terdaftar. Misalnya, DJP memeriksa data penghasilan seseorang dan menemukan adanya aset yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan. Dari situ, kewajiban pajaknya bisa dioptimalkan.
Q: Bagaimana dampaknya bagi masyarakat umum?
A: Dengan penerimaan pajak yang lebih kuat, pemerintah memiliki ruang fiskal lebih besar untuk membiayai pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, hingga infrastruktur. Jadi, manfaatnya akan kembali kepada masyarakat.









