Perkembangan dari segala aspek kehidupan yang terjadi saat ini menunjukan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan hubungan antarmasyarakat negara dari berbagai penjuru, bahkan pada batas-batas antar negara menjadi semakin pudar.
Hal ini ditandai dengan dibentuknya berbagai bentuk kerjasama antar negara baik secara bilateral maupun multilateral, misalnya seperti G-7, OPEC, APEC, NAFTA, EU, dan lainnya. Keadaan ini menunjukkan adanya kenyataan bahwa sudah tidak ada lagi batas-batas yang menunjukkan negara bangsa di dunia, tetapi lebih mengarah pada grup yang disebut sebagai the borderless world.
Akan tetapi, meskipun hubungan kerjasama antar negara tersebut sangat luas, perlu dipahami juga bahwa setiap negara masih tetap mempunyai kedaulatan teritorialnya sendiri, serta sekaligus memiliki kebebasan dalam menentukan segala sesuatu yang berhubungan dengan negara yang bersangkutan, yaitu yang termasuk dalam batas-batas tertentu.
Adanya hubungan kerjasama diantara berbagai dunia tersebut tentunya perlu dibuatkan suatu peraturan atau dalam wujud kesepakatan, traktat, maupun konvensi. Aturan antar negara ini tercakup dalam suatu aturan yang disebut sebagai hukum antar negara atau yang lebih kerap dikenal dengan istilah hukum internasional.
Definisi Hukum Pajak Internasional
Berikut merupakan sejumlah definisi dari hukum pajak internasional menurut para ahli, antara lain:
- Prof. dr. Adriani mendefinisikan hukum pajak internasional sebagai suatu kesatuan hukum yang mengupas terkait suatu persoalan yang diatur dalam UU nasional mengenai pemajakan terhadap orang-orang di luar negeri (LN), peraturan-peraturan nasional untuk menghindari adanya pajak berganda, serta traktat-traktat. Dimana traktat merupakan perjanjian yang dibuat diantara dua negara atau lebih dalam bidang perdata
- Rochmat Soemitro mendefinisikan hukum pajak internasional sebagai hukum pajak nasional yang terdiri dari kaidah, baik berupa kaidah-kaidah nasional maupun kaidah yang berasal dari traktat antarnegara dan dari prinsip maupun kebiasaan yang telah diterima baik oleh negara-negara di dunia untuk mengatur terkait persoalan-persoalan perpajakan dan juga unsur asing meliputi objek pajak dan subjek pajak
- Rosendorff mengatakan, bahwa hukum pajak internasional merupakan keseluruhan hukum pajak nasional dari seluruh negara
- P. Verloren Themaat mengatakan, bahwa hukum pajak internasional merupakan keseluruhan dari norma-norma internasional yang membatasi kedaulatan dari suatu negara dalam hal perpajakan.
Berdasarkan pada beberapa definisi dari para ahli tersebut, dapat dikatakan bahwa hukum pajak internasional sebenarnya di dalamnya adalah hukum pajak nasional serta norma hukum internasional yang mengatur terkait masalah perpajakan. Jadi hukum pajak internasional tidak hanya terbatas pada traktat, konvensi, dan kebiasaan internasional, melainkan turut meliputi hukum pajak nasional yang bersinggungan dengan permasalahan asing (luar negeri).
Sedikit berbeda dengan hukum perdata internasional, dimana hukum perdata internasional mempersoalkan hukum nasional dan juga hukum mana yang akan diterapkan pada saat berhdapan antara hukum nasional dengan hukum asing. Sementara itu, hukum pajak internasional jika membicarakan terkait penerapan hukum, maka akan dilihat apakah hukum pajak nasional dapat diterapkan atau tidak.
Norma-norma dalam hukum pajak internasional sering kali termuat dalam hukum pajak nasional. Misalnya seperti ketentuan terkait penghindaran pajak berganda, perlakuan pajak khusus seperti tax deducted. Dimana semua ini dapat dikategorikan sebagai hukum pajak internasional.
Baca juga: Mengenal SPT Masa Bea Meterai: Persyaratan, Batas Lapor, hingga Tata Cara
Objek Pajak Internasional
Dalam hukum pajak internasional menganut unsur asing yang dapat berupa objek pajak serta subjek pajaknya. Unsur asing yang berupa objek pajak antara lain yaitu:
- Objek pajak yang berada di luar negeri atau di luar wilayah Indonesia, yang merupakan milik subjek pajak dalam negeri
- Objek pajak yang berada di dalam negeri, yang merupakan milik subjek pajak asing.
Subjek Pajak Internasional
Adapun, subjek pajak internasional meliputi:
- Subjek pajak yang berada di dalam negeri atau di Indonesia yang merupakan orang asing (luar negeri) dan tunduk pada hukum pajak asing yang berlaku baginya
- Warga negara Indonesia yang merupakan wajib pajak dalam Indonesia (dalam negeri) yang ada di luar negeri
- Orang yang memilki sumber pendapatan di Indonesia (dalam negeri), tetapi ia bertempat tinggal di luar wilayah Indonesia (luar negeri).
Baca juga: Mengenal SPT Masa PPh Unifikasi
Jenis-Jenis Pajak Internasional
Berdasarkan uraian oleh Prof. Dr. Rochmat Soemitro, menyatakan bahwa menurut negara-negara Anglo Saxon, hukum pajak internasional dibagi menjadi 3 jenis yaitu:
- National External Tax Law
National External Tax Law atau Hukum Pajak Nasional yang mengatur Hukum Pajak Luar Negeri merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat tentang ketentuan-ketentuan terkait dengan pengenaan pajak yang memiliki daya kerja sampai di luar batas-batas negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik terkait dengan objeknya (yang bersumber dari luar negeri), maupun terkait dengan subjeknya (yang subjeknya berada di luar negeri).
- Foreign Tax Law
Foreign Tax Law atau Hukum Pajak Luar Negeri merupakan keseluruhan dari perundang-undangan dan peraturan-peraturan pajak dari berbagai negara yang ada di seluruh dunia.
- International Tax Law
International Tax Law atau Hukum Pajak Internasional dapat dibedakan dalam artian sempit dan luas. Hukum pajak internasional dalam arti sempit yaitu keseluruhan kaidah pajak yang berdasarkan pada hukum antarnegara seperti konvensi, traktat-traktat, dan lainnya sejenisnya, serta berdasarkan pada prinsip-prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh negara-negara di dunia, yang mempunyai tujuan mengatur terkait persoalan perpajakan di antara negara yang saling memiliki kepentingan. International tax law ini semata-mata berdasarkan dari sumber-sumber asing.
Sementara itu, dalam arti luas hukum pajak internasional yaitu keseluruhan kaidah baik berdasarkan pada kovensi-konvensi, traktat-traktat, dan prinsip hukum pajak yang diterima baik oleh berbagai negara-negara di dunia, maupun kaidah-kaidah nasional yang memiliki objek pengenaan pajak yang dapat ditunjukkan dengan adanya unsur-unsur asing, dimana hal-hal ini mungkin mengakibatkan timbulnya bentrok hukum diantara dua negara atau lebih.
Dalam perlakuan perpajakan terhadap orang maupun badan asing tertentu di Indonesia, pertama-tama haruslah merujuk pada Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau yang kerap disebut dengan istilah tax treaty, dengan negara asal atau penduduk asing tertentu tersebut. Dimana sepanjang ketentuannya memang benar tercantum pada P3B, maka peraturan perpajakan atau Undang-Undang domestik yang berlaku di Indonesia terhadap badan atau orang asing tersebut tidak akan berlaku.
Jika Indonesia mengadakan persetujuan penghindaran pajak berganda atau tax treaty dengan negara lain, maka hal ini bukan semata-mata atas keinginan sepihak dari satu negara, melainkan tax treaty ini dibuat karena adanya hubungan timbal balik serta keinginan yang sama antarnegara yang mengadakan perjanjian tax treaty tersebut untuk saling memperoleh manfaat dan keuntungan (mutual benefit).
Apabila suatu negara tidak patuh atau tunduk akan hukum internasional, maka negara tersebut akan dikenakan sanksi secara bersama oleh negara yang mengikuti konvensi tersebut. Dalam hal ini, negara tersebut akan dikucilkan dalam dunia internasional yang tentunya akan berdampak terhadap perekonomian negara secara keseluruhan, sehingga negara tersebut mau tidak mau harus turut serta menjalankan konvensi hukum internasional tersebut.
Secara umum, ketentuan pajak internasional ini dalam suatu negara meliputi dua dimensi luas, yaitu:
- Pemajakan terhadap Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) atas penghasilannya dari luar negeri, dimana ini merujuk pada penghasilan luar negeri atau transaksi ke luar batas negara (outward, outbound transaction), karena umumnya akan melibatkan eksportasi modal ke mancanegara
- Pemajakan terhadap Wajib Pajak Luar Negeri (WPDN) atas penghasilannya dari dalam negeri (domestik), dimana transaksi ini merujuk kepada pemajakan atas penghasilan domestik atau transaksi transaksi ke dalam batas negara atau ke dalam negeri (inward, inbound transaction) sebab umumnya akan melibatkan importasi modal dari mancanegara.
Dalam penerapannya, pemajakan penghasilan luar negeri akan dilakukan oleh negara domisili atau residence country, sementara itu pemajakan atas penghasilan domestik akan dilakukan oleh negara sumber atau source country.
Pemajakan atas suatu penghasilan secara bersamaan oleh negara domisili dan negara sumber tersebut akan menimbulkan pajak ganda internasional. Pajak ganda ini oleh para investor atau pengusaha akan menghambat mobilitas arus bisnis, investasi, dan perdagangan internasional. Maka dari itu, hukum pajak internasional penting untuk dijalankan, dalam hal ini yaitu perjanjian tax treaty atau P3B.









