Siklus meroketnya harga tiket pesawat secara drastis jelang mudik lebaran kembali terjadi. Di beberapa rute bahkan harga tiket mencapai Rp3.000.000-Rp4.000.000-an per orang. Hal ini tentunya akan sangat membebankan masyarakat, mengingat pada tahun ini pemudik pengguna pesawat terbang diperkirakan naik 12% dari tahun sebelumnya.
Sebagai perbandingan, berikut sejumlah harga tiket pesawat beberapa maskapai dengan rute yang paling ramai dengan peningkatan harga dari Februari 2024 sampai harga saat mudik berlangsung.
Harga tiket pesawat Garuda Indonesia untuk rute Jakarta-Surabaya naik menjadi Rp1,4 juta dari sebelumnya Rp1,2 juta, sementara untuk rute Jakarta-Bali naik menjadi Rp1,9 juta dari Rp1,3 juta, dan rute Jakarta-Yogyakarta naik menjadi Rp1,1 juta dari Rp950.000.
Di sisi lain, Pelita Air mempertahankan harga tiket Jakarta-Surabaya sekitar Rp1,1 juta, sementara rute Jakarta-Bali naik menjadi Rp1,1 juta dari sebelumnya Rp1 juta, dan rute Jakarta-Yogyakarta naik menjadi Rp900.000 dari sebelumnya Rp700.000.
Baca juga: Ingin Mudik? Yuk, Intip Kesiapan Jalur Mudik Lebaran tahun 2024
Sementara itu, harga tiket pesawat dari AirAsia untuk rute Jakarta-Surabaya mengalami penurunan menjadi Rp1,1 juta dari sebelumnya Rp1,2 juta, sementara rute Jakarta-Bali naik menjadi Rp800.000 dari Rp700.000, dan rute Jakarta-Yogyakarta tetap berkisar di sekitar Rp900.000.
Atas kenaikan ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) telah melayangkan peringatan kepada 7 (tujuh) terlapor dalam perkara No.15/KPPU-1/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 5 dan Pasal 11 UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Persaingan Usaha Tidah Sehat. Ketujuh terlapor adalah PT Garuda Indonesia (Persero), Tbk, PT Wings Abadi, PT Lion Mentari, PT Batik Air, PT Nam Air, PT Sriwijaya Air, dan PT Citilink Indonesia.
Sebelumnya, permasalahan ini sempat mencuat pada tahun 2020 lalu, dengan naik di Perkara Kartel Tiket yang diputus KPPU pada 23 Juni 2020. Dalam perkara tersebut KPPU membuktikan bahwa para terlapor secara bersama-sama hanya menyediakan tiket subclass dengan harga yang tinggi dan tidak membuka peluang penjualan beberapa subclass harga tiket rendah.
Pada hasil putusan, KPPU menjatuhkan sanksi berupa perintah kepada para terlapor untuk melapor kepada KPPU secara tertulis mengenai setiap kebijakan yang akan berpengaruh terhadap peta saingan usaha, harga tiket yang dibayar oleh konsumen selama 2 (dua) tahun sebelum kebijakan tersebut diambil.
Melihat siklus kenaikan harga tiket yang terus berulang setiap tahunnya, KPPU akhirnya menekankan bahwa putusan tersebut telah inkracht sehingga harus dipatuhi.
Faktor-faktor Harga Tiket Pesawat Domestik Lebih Mahal dari Rute Internasional
Sebelum kenaikan jelang lebaran, keluhan mengenai mahalnya harga tiket pesawat domestik juga sempat bergulir di akhir tahun 2023 lalu. Dalam masa itu, Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi mengungkap adanya sejumlah faktor yang menyebabkan harga tiket pesawat domestik cenderung lebih mahal daripaa pesawat rute internasional.
Faktor pertama sekaligus faktor terbesar kenaikan tiket pesawat adalah tingginya harga bahan bakar avtur. Lonjakan harga avtur dimulai sejak pecahnya perang Rusia-Ukraina dan konflik Israel-Hamas. Menhub mengatakan 40% biaya operasional penerbangan habis pada pembelian bahan bakar.
Baca juga: Penukaran Uang Baru Lebaran, Bank Indonesia Siapkan Rp197 Triliun
Faktor kedua adalah kurangnya armada pesawat untuk mengangkut penumpang. Akibat dari krisis pandemi Covid-19 belum sepenuhnya pulih di industri penerbangan. Sebelum pandemi, armada mencapai 650 pesawat, tetapi kini tersisa 400 pesawat yang masih beroperasi.
Juru bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Adita Irawati menyampaikan bahwa harga tiket pesawat ekonomi pada dasarnya memang diatur oleh pemerintah. Tetapi khusus untuk kelas bisnis, penetapan harga tiket diserahkan pada mekanisme pasar.
Keterbatasan suku cadang menjadi faktor terakhir yang disebutkan Menhub. Hal ini disebabkan oleh kondisi sosial politik global. Maskapai tentu membutuhkan suku cadang untuk memperbaiki pesawat-pesawat yang lama tidak terbang saat masa pandemi Covid-19.









