Film Agak Laen: Menyala Pantiku! Tembus Pasar Internasional, Bagaimana Ketentuan Pajaknya?

Film Agak Laen: Menyala Pantiku! dipastikan tayang di Malaysia dan beberapa negara lainnya. Keputusan ini tak terlepas dari kesuksesan film pertamanya yang mengantongi sambutan positif dari penggemar internasional, terutama di Negeri Jiran.  

Kehadiran film Indonesia di pasar internasional menjadi sinyal baik bagi perkembangan industri kreatif nasional. Akan tetapi, di balik euforia tersebut, bagaimana sebenarnya kewajiban perpajakan atas penghasilan yang diperoleh dari luar negeri

Aspek Pajak Film Go International 

Ketika sebuah film Indonesia diputar di luar negeri, maka penghasilan dari penayangan tersebut harus tunduk pada aturan pajak negara tempat film itu ditayangkan. Setiap negara memiliki regulasi yang berbeda, sehingga Wajib Pajak perlu memahami ketentuan perpajakan lintas negara. 

Dalam konteks ini, Indonesia memiliki dua payung regulasi utama: 

  • Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 24, yang mengatur mekanisme kredit pajak luar negeri. 
  • Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) atau tax treaty, yang mengatur pembagian hak pemajakan antarnegara. 

Baca Juga: Nonton Bioskop Kena Pajak, Ini yang Ditanggung Penonton dan Perusahaan

PPh Pasal 24 untuk Menghindari Pajak Berganda 

PPh Pasal 24 memberi kesempatan bagi Wajib Pajak Indonesia untuk mengkreditkan pajak yang telah dibayar di luar negeri. Ketentuan ini diatur dalam UU PPh yang telah beberapa kali diperbarui, terakhir melalui UU Cipta Kerja. 

Inti dari PPh Pasal 24 adalah memberikan keadilan bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan di negara lain. Misalnya, apabila perusahaan produksi film Indonesia dikenai pajak atas pendapatan dari pemutaran film di Malaysia, pajak tersebut dapat dijadikan kredit untuk mengurangi PPh terutang di Indonesia

Dengan mekanisme ini, Wajib Pajak tidak akan menanggung pajak dua kali atas satu jenis penghasilan. Selain mendorong aktivitas ekonomi lintas negara, aturan ini juga memberikan kepastian hukum dalam kegiatan usaha internasional, termasuk di sektor perfilman. 

Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) 

Selain PPh Pasal 24, Wajib Pajak juga perlu memahami tax treaty atau P3B yang telah disepakati Indonesia dengan berbagai negara, termasuk Malaysia. P3B berfungsi untuk menghindari tumpang tindih pemajakan atas penghasilan yang sama. 

P3B mengatur: 

  • pembagian hak pemajakan atas dividen, bunga, royalti, dan jenis penghasilan lain, 
  • pembatasan tarif pajak tertentu, 
  • mekanisme penyelesaian sengketa pajak, 
  • hingga pertukaran informasi antara otoritas pajak kedua negara. 

Untuk industri film, ketentuan mengenai royalti biasanya menjadi sorotan utama. Negara tempat penghasilan diperoleh umumnya memiliki hak memungut pajak, tapi tarifnya dapat ditekan atau dibatasi melalui P3B. 

Baca Juga: Pungutan Pajak Streaming Film

Memahami Kredit Pajak atas Penghasilan Luar Negeri 

Mekanisme kredit pajak luar negeri sendiri telah diatur dalam PMK No. 192 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pengkreditan Pajak atas Penghasilan dari Luar Negeri. Berikut penjelasan mengenai pengaturan kredit pajak tersebut: 

1. Penghasilan Luar Negeri Harus Digabungkan ke Dalam Penghasilan Kena Pajak 

WPDN wajib menggabungkan seluruh penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan dari dalam negeri dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak (PKP). 
Hal penting yang harus dicatat: 

  • Kerugian dari luar negeri tidak dapat digabungkan untuk mengurangi penghasilan dalam negeri. 
  • Pengecualian berlaku bila kerugian tersebut berasal dari cabang/bentuk usaha tetap yang memiliki hubungan efektif dengan penghasilan di luar negeri tersebut. 

Hal ini memastikan bahwa mekanisme kredit pajak tidak dimanfaatkan untuk mengalokasikan kerugian secara tidak tepat. 

2. Pajak Luar Negeri Dapat Dikreditkan, namun Ada Batasnya 

Tidak semua pajak luar negeri dapat dikreditkan. Kredit pajak hanya diperbolehkan jika: 

  • pajak tersebut berkaitan dengan penghasilan yang juga menjadi objek pajak di Indonesia, dan 
  • pajak benar-benar dibayar atau dipotong di negara sumber. 

Untuk dividen tertentu, mekanisme yang berlaku berbeda dan tunduk pada aturan khusus. 

3. Batasan dalam Menghitung Kredit Pajak 

Kredit pajak luar negeri tidak bisa lebih besar dari pajak yang seharusnya terutang di Indonesia. PMK 192/2018 menetapkan bahwa jumlah kredit pajak ditentukan berdasarkan yang paling kecil dari tiga nilai berikut: 

  • Pajak yang seharusnya terutang di negara sumber (memperhatikan P3B jika ada) 
    • Jika P3B membatasi tarif pajak misalnya 10%, tetapi negara sumber memotong 15%, maka kredit pajak tetap dibatasi pada 10%. 
  • Jumlah PPh Luar Negeri yang benar-benar dibayar 
    • Ini memastikan WPDN hanya dapat mengkreditkan pajak yang benar-benar sudah dilunasi. 
  • Batas perbandingan proporsional (jumlah tertentu) 
    • Menghitung kredit pajak berdasarkan proporsi: Penghasilan Luar Negeri ÷ PKP × PPh Terutang Dalam Negeri 
    • Formula ini menjaga agar kredit pajak tetap sebanding dengan kontribusi penghasilan luar negeri terhadap PKP. 

4. Penghitungan Kredit Pajak Harus Per Negara dan Per Jenis Penghasilan 

Kredit pajak tidak dapat dihitung secara global. Peraturan mewajibkan perhitungan dilakukan: 

  • per negara, dan 
  • per jenis penghasilan (misal: bunga, royalti, dividen, penghasilan usaha). 

Tujuannya adalah menghindari kompensasi silang antarnegara atau antarkategori penghasilan. 

5. Kredit Pajak Tidak Boleh Melebihi Pajak Dalam Negeri 

Jika hasil perhitungan kredit pajak lebih besar dari PPh terutang di Indonesia, maka: 

  • sisa kredit tidak dapat disimpan, 
  • tidak dapat diperhitungkan sebagai biaya, dan 
  • tidak dapat diminta kembali. 

Dengan kata lain, excess foreign tax credit akan hangus

6. Bukti Pembayaran Pajak Luar Negeri Wajib Disimpan 

Untuk dapat mengkreditkan pajak luar negeri, WPDN harus memiliki bukti pemotongan/pembayaran yang memuat: 

  • nama WPDN, 
  • jumlah pajak yang dipotong atau dibayar. 

Untuk pendapatan dari cabang atau trust, SPT luar negeri dapat dijadikan bukti pelengkap. 

7. Pentingnya Konversi Nilai Mata Uang 

Pajak luar negeri yang dibayar dalam mata uang asing harus dikonversi ke rupiah menggunakan: 

  • kurs Menteri Keuangan pada saat pajak tersebut dibayar/dipotong, atau 
  • kurs tertentu untuk WP yang menggunakan pembukuan dalam USD. 

Baca Juga Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News