Pemerintah mengumumkan target rasio penerimaan pajak atau tax ratio sebesar 11,2% hingga 12% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2025. Angka tersebut di atas realisasi tahun 2023 yang mencapai 10,32% dan target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 sebesar 10,12%. Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, menanggapi target tersebut dengan menyatakan pentingnya pemerintah memiliki kehati-hatian serta target yang realistis terkait rasio pajak pada tahun mendatang. Menurutnya, pencapaian rasio pajak yang lebih tinggi akan memerlukan penggunaan instrumen pajak yang tepat sasaran.
Bhima mencontohkan bahwa penerapan pajak karbon dan penerapan pajak baru seperti pajak kekayaan atau windfall profit tax perlu dipertimbangkan untuk mendukung target tersebut. Dia menyoroti risiko gangguan terhadap konsumsi dan kinerja sektor usaha domestik jika instrumen pajak yang digunakan tidak tepat. Misalnya, penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% dapat mengganggu pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan sektor ritel hingga penjualan rumah.
Selain itu, Bhima menjelaskan bahwa kondisi makroekonomi yang belum stabil juga dapat mempengaruhi pencapaian target penerimaan pajak yang tinggi dari objek pajak yang sudah ada. Dia memperkirakan perlambatan kinerja ekspor ke negara-negara tradisional karena adanya gejolak geopolitik, tingginya suku bunga, dan risiko pelemahan nilai tukar rupiah. Bhima menekankan perlunya mempertimbangkan faktor-faktor ini sebagai pertimbangan utama sebelum menetapkan target rasio pajak agar tidak melebihi batas yang seharusnya.
Perlu diketahui bahwa target tax ratio tersebut dicantumkan dalam dokumen Rancangan Awal Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025. Hal ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menetapkan arah kebijakan ekonomi untuk tahun-tahun mendatang. Namun, seiring dengan ambisi yang tinggi tersebut, penting bagi pemerintah untuk memperhitungkan secara seksama dampak dari kebijakan yang diterapkan agar tidak memberikan tekanan yang berlebihan pada konsumsi dan kinerja sektor usaha domestik.
Baca juga: Target Pertumbuhan Ekonomi dan Tax Ratio dalam RPJMN 2025-2029 dan RKP 2025
Kemungkinan penerapan instrumen pajak yang baru, seperti pajak karbon atau pajak kekayaan, juga memerlukan kajian mendalam tentang efektivitasnya dalam mencapai target rasio pajak yang ditetapkan. Seiring dengan itu, pemerintah juga harus memperhatikan kondisi makroekonomi global dan domestik yang dapat mempengaruhi kinerja ekspor dan nilai tukar rupiah. Dengan pendekatan yang hati-hati dan realistis, pemerintah dapat meningkatkan penerimaan pajak tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas sektor usaha domestik.
Faktor yang Memengaruhi Rasio Pajak
Dalam menetapkan target rasio pajak, pemerintah Indonesia harus mempertimbangkan berbagai faktor yang dapat memengaruhi pencapaian target tersebut. Beberapa faktor kunci yang perlu dipertimbangkan meliputi struktur ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan faktor-faktor eksternal seperti gejolak geopolitik, suku bunga, dan nilai tukar mata uang. Berikut ini Pajakku merangkum informasi lengkap mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi target rasio pajak.
- Struktur Ekonomi
Struktur ekonomi suatu negara memainkan peran penting dalam menentukan target rasio pajak. Struktur ekonomi mencakup sektor-sektor ekonomi utama yang berkontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB), seperti sektor pertanian, industri, dan jasa. Struktur ekonomi yang beragam dapat memengaruhi pola pengenaan pajak serta sumber-sumber penerimaan pajak yang tersedia bagi pemerintah.
- Pertumbuhan Ekonomi
Tingkat pertumbuhan ekonomi juga mempengaruhi target rasio pajak. Pertumbuhan ekonomi yang kuat cenderung meningkatkan pendapatan pajak karena meningkatkan aktivitas ekonomi dan pendapatan nasional secara keseluruhan. Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi yang melambat atau negatif dapat mengurangi penerimaan pajak dan membuat pencapaian target rasio pajak menjadi lebih sulit.
Faktor-faktor Eksternal turut mempengaruhi, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut.
- Gejolak Geopolitik
Dalam hal ini gejolak geopolitik adalah seperti konflik regional atau ketegangan politik antar negara, dapat memiliki dampak signifikan terhadap stabilitas ekonomi suatu negara. Hal ini dapat memengaruhi kebijakan pajak dan kinerja ekonomi secara keseluruhan.
- Suku Bunga
Kebijakan suku bunga oleh bank sentral mempengaruhi investasi, pinjaman, dan konsumsi dalam suatu ekonomi. Tingkat suku bunga yang tinggi cenderung mengurangi aktivitas ekonomi, sementara tingkat suku bunga rendah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Perubahan suku bunga dapat memengaruhi penerimaan pajak melalui pengaruhnya terhadap keputusan investasi dan konsumsi.
Baca juga: BI dan The Fed Kompak Pertahankan Suku Bunga Acuan
- Nilai Tukar Mata Uang
Nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang asing juga dapat memengaruhi penerimaan pajak. Nilai tukar yang fluktuatif dapat mempengaruhi harga impor dan ekspor, yang pada gilirannya memengaruhi penerimaan pajak dari perdagangan internasional.
Faktor-faktor ini saling terkait dan kompleks, sehingga pemerintah harus mempertimbangkan semua aspek ini ketika menetapkan target rasio pajak agar target tersebut realistis dan dapat dicapai dengan memperhitungkan kondisi ekonomi dan lingkungan global yang berubah-ubah.









