Transformasi Pajak di Era Digital
Digitalisasi pajak adalah proses modernisasi administrasi perpajakan melalui penerapan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kepatuhan wajib pajak. Digitalisasi pajak di Indonesia mulai diterapkan secara bertahap sejak diperkenalkannya sistem e-Filing oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada tahun 2004, yang memungkinkan wajib pajak untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) secara online. Perkembangan ini terus berlanjut dengan peluncuran e-Billing pada tahun 2013 untuk memudahkan pembayaran pajak secara digital, serta e-Faktur pada tahun 2014 guna meningkatkan transparansi dalam pelaporan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Pada tahun 2025, pemerintah mulai menerapkan Core Tax Administration System (Coretax) sebagai langkah lanjutan dalam digitalisasi perpajakan, dengan tujuan meningkatkan otomatisasi layanan, efisiensi administrasi, serta integrasi dan analisis data perpajakan secara menyeluruh. Sistem ini dirancang untuk mengoptimalkan pemrosesan pajak, mengurangi potensi kesalahan dalam pelaporan, serta memberikan akses real-time bagi wajib pajak dan otoritas pajak.
Menurut Rahmawati dan Nurcahyani (2024) digitalisasi diterapkan untuk menekan biaya administrasi dengan mengurangi penggunaan dokumen fisik (paperless) dan mereformasi sistem layanan berbasis teknologi, seperti e-Registration, e-Faktur, e-Billing, dan e-Filing.
Perbedaan Coretax dengan Sistem Pajak Sebelumnya
Beberapa perbedaan antara Coretax dan sistem perpajakan elektronik sebelumnya (DJP Online):
1. Teknologi yang Digunakan
Menurut JKIS: Jurnal Komunikasi dan Ilmu Sosial (2024), Coretax mengadopsi teknologi terkini, termasuk komputasi awan (cloud computing), kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI), dan big data analytics untuk meningkatkan efisiensi dalam administrasi perpajakan.
Sementara itu, menurut laman resmi DJP, sistem DJP Online masih menggunakan konsep Single Login. Program ini merupakan bagian dari Rencana Strategis DJP 2014-2019, yang kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam Rencana Strategis DJP 2020-2024. Single Login berfungsi sebagai akses utama ke berbagai layanan perpajakan berbasis 3C (click-call-counter).
Konsep 3C memungkinkan wajib pajak mengakses layanan melalui berbagai kanal, baik secara online maupun offline, guna meningkatkan kemudahan dan fleksibilitas dalam berinteraksi dengan sistem perpajakan.
2. Sistem Keamanan
Coretax dirancang dengan mengutamakan prinsip privasi sejak tahap awal, sehingga perlindungan data menjadi fokus utama dalam perancangannya. Sistem ini mengimplementasikan kerangka keamanan berlapis, terdiri dari keamanan infrastruktur, manajemen akses, dan protokol penggunaan data. Setiap aspek tersebut dirancang untuk memenuhi standar keamanan tertinggi dan tetap sesuai dengan regulasi perlindungan data yang berlaku. Demi menjaga integritas serta kerahasiaan informasi wajib pajak, Coretax mengadopsi enkripsi menyeluruh sekaligus sistem audit komprehensif yang mencatat seluruh aktivitas dalam sistem.
Sementara itu, menurut Prosiding Seminar Nasional Ekonomi dan Perpajakan (2021), sistem perpajakan elektronik sebelumnya menggunakan Electronic Filing Identification Number (EFIN) guna meningkatkan keamanan transaksi online. EFIN berfungsi memastikan bahwa data tetap terenkripsi dan tidak dapat diakses oleh pihak yang tidak berwenang. Selain itu, sistem perpajakan elektronik juga memberikan kemudahan bagi wajib pajak dengan menggantikan tanda tangan manual menjadi tanda tangan digital. Sebagai langkah verifikasi, sistem ini mengirimkan kode autentikasi unik yang harus dimasukkan sebelum melakukan transaksi, sehingga keamanan dan keabsahan setiap proses perpajakan tetap terjaga.
3. Fitur Unggulan
Coretax menghadirkan berbagai fitur andalan, di antaranya dashboard terintegrasi, modul analisis risiko, dan sistem notifikasi yang membantu dalam memantau kepatuhan wajib pajak. Selain itu, sistem ini dirancang dengan antarmuka yang intuitif dan mudah digunakan, sehingga mempermudah akses serta pemanfaatan layanan perpajakan bagi pengguna.
Di sisi lain, DJP Online juga menyediakan beberapa fitur yang bermanfaat, seperti unduhan kartu NPWP elektronik, pengajuan permohonan pemindahbukuan, permohonan surat keterangan bebas (SKB PHTB) untuk pengalihan tanah atau bangunan akibat hibah dan waris, serta fitur lainnya yang dapat diaktifkan di DJP Online.
Baca Juga: Manajemen Akses pada Coretax
Tantangan Penerapan Sistem Coretax
Digitalisasi pajak juga menghadirkan tantangan, seperti kesulitan adaptasi terhadap sistem baru dan risiko keamanan data. Dari sisi regulasi, aturan perpajakan yang terus berkembang terkadang belum sepenuhnya selaras dengan sistem digital yang diterapkan, sehingga memerlukan penyesuaian lebih lanjut.
Tantangan lainnya datang dari kesenjangan literasi digital, di mana tidak semua wajib pajak, terutama pelaku UMKM dan individu yang belum terbiasa dengan teknologi, mampu menggunakan sistem ini dengan optimal. Bagi perusahaan, digitalisasi pajak juga berarti tambahan biaya, baik untuk perangkat lunak, pelatihan, maupun integrasi sistem yang dapat menjadi beban tersendiri.
Di sisi lain, masih ada resistensi terhadap perubahan, di mana beberapa pihak lebih nyaman dengan proses manual atau sistem lama yang sudah mereka pahami. Untuk mengatasi berbagai tantangan ini, pemerintah dan pihak terkait perlu memastikan bahwa sistem digital yang diterapkan benar-benar mudah diakses, aman, serta didukung dengan edukasi dan pendampingan yang memadai bagi para pengguna.
Selain itu, beban akses diprediksi semakin meningkat, terutama karena sistem Coretax ke depan harus mampu mengelola lebih dari satu juta pencatatan per hari, menangani 17,4 juta SPT, serta mengolah data dan informasi dari banyak pihak ketiga. Sistem ini juga harus mendukung pertukaran data dengan banyak yurisdiksi serta mengakomodasi peserta program Tax Amnesty le depannya.
Indonesia telah berkomitmen untuk melaksanakan pertukaran data secara otomatis melalui Automatic Exchange of Information (AEoI) dengan berbagai negara. Oleh karena itu, diperlukan sistem informasi yang mampu menjamin keamanan dan kecepatan dalam pertukaran data tersebut. Perkembangan teknologi yang pesat, khususnya di era big data, akan berdampak pada pembaruan sistem, yang diharapkan dapat mengantisipasi perubahan dalam rekayasa keuangan serta evolusi bisnis berbasis teknologi informasi, termasuk yang menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
Sementara itu, dari segi penerapan, masih terdapat kekhawatiran bahwa digitalisasi melalui Coretax belum dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Berdasarkan data Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), masih terdapat sejumlah wilayah dengan blank spots, terutama di daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T) serta perbatasan. Blank spots adalah area yang tidak memiliki sinyal akibat ketiadaan menara telekomunikasi atau Base Transceiver Station (BTS), sehingga akses internet menjadi terbatas dan menyulitkan komunikasi. Tantangan inilah yang menjadi salah satu kendala utama dalam penerapan sistem Coretax (Dimetheo, Salsabila, & Izaak, 2023).
Baca Juga: Cara Cek Validitas Sertifikat Digital Kode Otorisasi Coretax DJP
Kemudahan Penerapan Sistem Coretax
Coretax dirancang untuk memberikan kemudahan bagi wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan secara digital. Dengan adanya fitur verifikasi otomatis, sistem berbasis internet ini memungkinkan pengguna untuk mengakses layanan pajak kapan saja dan di mana saja tanpa harus datang langsung ke kantor pajak. Selain itu, penggunaan Multi-Factor Authentication (MFA) memastikan keamanan transaksi tanpa mengorbankan aspek kenyamanan. Dengan sistem yang lebih terintegrasi, pelaporan SPT dan pembayaran pajak menjadi lebih cepat dan efisien, sehingga diharapkan dapat mengurangi beban administratif baik bagi wajib pajak maupun pemerintah.
Kesimpulan
Transformasi perpajakan di era digital bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan kepatuhan wajib pajak melalui penerapan teknologi. Sejak diperkenalkannya e-Filing pada 2004, sistem perpajakan terus berkembang hingga peluncuran Coretax pada 2025, yang dirancang untuk mengotomatiskan proses administrasi, meminimalkan kesalahan pelaporan, serta mengintegrasikan data perpajakan secara menyeluruh.
Dibandingkan sistem sebelumnya, Coretax menawarkan berbagai keunggulan, seperti penggunaan teknologi mutakhir (cloud computing, AI, dan big data), peningkatan keamanan melalui enkripsi menyeluruh dan audit komprehensif, serta fitur-fitur inovatif yang mendukung kepatuhan pajak. Namun, implementasinya juga menghadapi tantangan, termasuk kesenjangan literasi digital, biaya adaptasi bagi perusahaan, serta infrastruktur yang belum merata di seluruh wilayah Indonesia.
Meskipun demikian, Coretax memberikan kemudahan dengan sistem yang lebih terintegrasi, memungkinkan akses layanan pajak secara fleksibel, serta meningkatkan kecepatan dan efisiensi pelaporan pajak. Dengan dukungan regulasi, edukasi, dan infrastruktur yang memadai, diharapkan sistem ini dapat mempercepat digitalisasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan wajib pajak di Indonesia.
*) Penulis merupakan penerima beasiswa dari Pajakku. Seluruh isi tulisan ini disusun secara mandiri oleh penulis dan sepenuhnya merupakan opini pribadi. Tulisan ini tidak mencerminkan pandangan resmi Pajakku maupun institusi lain yang terkait.









