Dana Bagi Hasil (DBH) PPh 21 Karyawan Berbasis Domisili: Dorong Penerimaan Daerah?

Kementerian Keuangan menyatakan tengah mengkaji perubahan skema pembagian DBH PPh 21 karyawan. Selama ini, porsi DBH PPh 21 ke daerah mengikuti lokasi pemotong (misalnya kantor pusat/perusahaan). Ke depan, skema yang dikaji akan mengikuti domisili pekerja sehingga distribusi dana dinilai lebih mencerminkan sebaran penduduk/pekerja di daerah.

 

Rincian DBH PPh 21 yang Berlaku Saat Ini 

Berdasarkan DJPb, rincian dana bagi hasil PPh 21 adalah sebagai berikut:

Porsi DBH ke Daerah

  • 20% dari penerimaan PPh WPOPDN dan PPh 21 dibagikan kepada daerah.
  • Rinciannya: 8% ke provinsi yang bersangkutan; 12% ke kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Rincian untuk Kabupaten/Kota (dalam 12%)

  • 8,4%: untuk kabupaten/kota tempat Wajib Pajak terdaftar.
  • 3,6%: dibagi merata ke seluruh kabupaten/kota dalam provinsi yang bersangkutan.

Penyaluran DBH (Tahun Anggaran Berjalan)

  • Triwulan I–III: masing-masing 20% dari alokasi sementara (berdasarkan prognosa realisasi penerimaan).
  • Triwulan IV: penyesuaian berdasarkan selisih antara pembagian definitif dan jumlah DBH yang sudah dicairkan pada Triwulan I–III.

 

Rencana Perubahan: Berbasis Domisili Pekerja

Jika skema berbasis domisili diterapkan, basis alokasi DBH PPh 21 akan mengikuti alamat domisili pekerja (data kependudukan/WP), bukan alamat perusahaan/pemotong. Tujuannya agar kabupaten/kota tempat pekerja tinggal memperoleh porsi DBH yang lebih proporsional terhadap kontribusi warganya.

Baca Juga: Pajak Pejabat Negara Ditanggung Pemerintah (DTP), Dari Mana Sumbernya?

 

Implikasi yang Diharapkan

  • Keadilan horizontal antar daerah: wilayah tempat mayoritas pekerja berdomisili berpotensi menerima DBH lebih besar meski perusahaan berada di wilayah lain.
  • Kemandirian fiskal daerah: memperkuat Penerimaan Asli Daerah (PAD) semu melalui transfer pusat yang lebih sesuai profil penduduk.
  • Perencanaan layanan publik: belanja pendidikan, kesehatan, dan transportasi perkotaan bisa lebih disesuaikan dengan jumlah penduduk pekerja.

Tantangan Implementasi

  • Kualitas data domisili (sinkronisasi NIK, NPWP, dan alamat terkini) dan pergerakan penduduk (komuter, kontrakan sementara).
  • Basis administratif (apakah memakai alamat KTP, domisili pajak terkini, atau data kependudukan dinamis).
  • Koordinasi pusat hingga daerah serta penyesuaian sistem informasi (pajak/kependudukan/keuangan daerah).
  • Mekanisme verifikasi dan kontrol moral hazard (potensi pengalihan administratif domisili massal untuk mengejar DBH).

 

Simulasi Perhitungan (Ilustratif)

Misal penerimaan PPh 21 karyawan (neto pusat) yang menjadi basis DBH di Provinsi A adalah Rp1 triliun.

  1. Skema Berlaku (Pemotong):
    • DBH ke daerah = 20% × Rp1 T = Rp200 M.
    • Provinsi menerima 8%: Rp80 M.
    • Kabupaten/Kota dalam provinsi menerima 12%: Rp120 M.
      • 8,4% (tempat WP terdaftar): Rp84 M dibagi sesuai lokasi WP terdaftar.
      • 3,6% (merata): Rp36 M dibagi rata ke seluruh kab/kota dalam provinsi.
  2. Skema Domisili (Konsep):
    • Total DBH tetap Rp200 M (misal parameter total tidak berubah).
    • Distribusi 12% ke kab/kota disesuaikan sebaran domisili pekerja (contoh: Kota X dengan 35% pekerja berdomisili mendapat porsi lebih besar daripada Kota Y dengan 10%).
    • 8% ke provinsi tetap berdasarkan provinsi yang bersangkutan.

Catatan: Angka di atas hanya ilustratif untuk menunjukkan pergeseran alokasi antar kab/kota bila basis berubah dari pemotong ke domisili.

 

Dampak Kebijakan

  • Kawasan metropolitan/penyangga (seperti Jabodetabek dan Bandung) berpotensi mengalami pergeseran alokasi karena banyak pekerja tinggal di kota penyangga namun bekerja di kota inti.
  • Daerah industri/perkantoran yang selama ini menjadi basis pemotong bisa berkurang porsinya, sementara daerah domisili pekerja meningkat porsinya.
  • Daerah migrasi tinggi membutuhkan pembenahan data kependudukan agar alokasi DBH akurat dan adil.

 

FAQ

  • Apakah PPh Badan juga berbasis domisili? Tidak. PPh Badan tidak dibagihasilkan, perubahan yang dikaji khusus DBH PPh 21 karyawan.
  • Apakah total DBH 20% akan berubah? Belum ada ketentuan baru. Saat ini, perubahan basis alokasi tidak otomatis mengubah total, kecuali diatur lain.
  • Kapan skema domisili berlaku? Masih dalam tahap exercise/kajian. Implementasi memerlukan payung hukum baru dan kesiapan data/sistem.
  • Bagaimana penyaluran per triwulan? Mengikuti pola prognosa (Triwulan I–III masing-masing 20% dari alokasi sementara) dan penyesuaian di Triwulan IV sebagaimana skema berjalan saat ini.

Baca Juga: Ini Alternatif Sumber Penerimaan Negara Tanpa Membebani Rakyat Kecil

Rekomendasi Kesiapan Daerah

  • Tertibkan data kependudukan & NPWP (sinkronisasi alamat domisili pekerja).
  • Bangun dashboard pemantauan jumlah pekerja berdomisili vs bekerja lintas wilayah.
  • Siapkan regulasi lokal (perencanaan RKPD/APBD) agar belanja publik adaptif terhadap alokasi DBH baru.
  • Perkuat koordinasi dengan perusahaan untuk pendataan domisili karyawan saat onboarding/pembaruan data.

 

Skema DBH PPh 21 berbasis domisili pekerja diarahkan untuk memperbaiki keadilan fiskal antar daerah. Dengan payung hukum yang tepat dan data domisili yang andal, kebijakan ini berpotensi menggenjot penerimaan daerah yang benar-benar mencerminkan tempat tinggal warga, bukan semata-mata lokasi perusahaan melakukan pemotongan pajak.

 

Ringkasan Utama

  • Gagasan inti: Dana Bagi Hasil (DBH) PPh Pasal 21 karyawan akan dibagi berdasarkan domisili pekerja, bukan lagi lokasi pemotong pajak (withholding agent).
  • Tujuan kebijakan: Menjawab aspirasi daerah agar manfaat DBH lebih adil dinikmati wilayah tempat warga (pekerja) bermukim.
  • Kondisi saat ini: penerimaan negara dari PPh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (WPOPDN) dan PPh 21 dibagikan ke daerah sebesar 20%8% untuk provinsi dan 12% untuk kabupaten/kota dalam provinsi yang sama.
  • Catatan: Rencana perubahan hanya untuk DBH PPh 21 karyawan. PPh Badan tidak dibagihasilkan.

 

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News