Pada awalnya, pajak minimum global adalah bagian dari proposal pajak digital yang disusun oleh Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) dengan dukungan dari Group of Twenty (G20). Dalam Pilar 2, pajak minimum global adalah sebagai pendukung dari solusi pemajakan dalam era digital yang pada akhirnya kerap disebut dengan agenda BEPS 2.0.
Namun, perbedaannya dengan Pilar 1 yakni, pajak minimum global mempunyai misi mengurangi kompetisi pajak, khususnya Pajak Penghasilan (PPh) badan. Terlepas dari rencana OECD untuk mengundur implementasi ketetapan tersebut, mari kita ulas definisi hingga dampak pengenaan pajak minimum global bagi Indonesia, jadi simak terus artikel ini ya!
Mengenal Pajak Minimum Global
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mendefinisikan pajak minimum global sebagai pajak minimal yang harus dibayarkan oleh setiap perusahaan multinasional domestik yang memperoleh penghasilan dari luar negeri. Adanya regulasi baru ini bertujuan untuk memastikan perusahaan multinasional domestik untuk membayar tingkat pajak minimumnya dengan kantor pusat dan yurisdiksi di manapun mereka beroperasi.
Sementara itu, bagi Fakultas Administrasi Fiskal Universitas Indonesia (UI) menyimpulkan bahwa pajak minimum global sebagai skema pemajakan ini bertujuan untuk menghindari perusahaan dari tidak membayar atau membayar pajak kecil dibandingkan dengan penghasilan yang mereka peroleh.
Melalui rezim pajak minimum global ini, akan muncul jumlah tarif pajak efektif minimum pada laba yang didapatkan oleh perusahaan multinasional dengan skema yang disebut dengan income inclusion rule (IIR) dan dengan under taxed payments rule (UTPR) sebagai aturan sekundernya. Secara sederhana, dengan kriteria tertentu akan ada tarif pajak efektif minimum sebesar 15 persen bagi perusahaan multinasional, dimanapun lokasi investasinya.
Baca juga: Perkuat Kerja Sama Pajak, Pertemuan Asia Initiative Digelar Kembali
Dampak Pajak Minimum Global Bagi Indonesia
Indonesia turut sebagai negara anggota OECD, ikut menyepakati pengenaan pajak minimum global, karena melalui kesepakatan ini dapat memberikan dampak positif bagi Indonesia. Kesepakatan ini dianggap mampu mendorong penerimaan pajak yang tentunya linear dengan upaya dalam negeri mengenai reformasi perpajakan melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Secara lebih detailnya, adanya pajak minimum global dinilai mampu mengatasi masalah perpajakan, terlebih terkait dengan upaya-upaya penghindaran pajak oleh wajib pajak (WP) melalui peran tax haven. Sekurang-kurangnya, terdapat 2 metode yang sering digunakan oleh wajib pajak untuk menghindari pajak yakni, metode Base Erosion and Profit Sharing (BEPS) atau penggerusan basis pajak dan harmful tax avoidance.
Dalam konteks Indonesia, kesepakatan pajak minimum global tersebut dapat berdampak pada perusahaan multinasional yang induknya (ultimate parent entity/UPE) yang berkedudukan di Indonesia ataupun perusahaan multinasional dari luar negeri yang menjalankan usahanya di Indonesia (constituent entity) namun, syarat perusahaan multinasional tersebut mempunyai penghasilan bruto global sebesar EUR750 juta atau sekitar Rp11 triliun.
Dengan demikian, jumlah perusahaan multinasional yang terdampak Pilar 2 akan lebih banyak daripada Pilar 1. Dengan adanya pajak minimum global ini, akan muncul netralitas pemilihan lokasi investasi, nantinya dimanapun perusahaan multinasional berinvestasi, investor akan menghadapi beban tarif pajak efektif minimum yang sama yakni sebesar 15 persen.
Selain itu, berdasarkan laporan dari OECD, Pilar 2 akan melindungi hak negara-negara berkembang untuk mengenakan pajak atas penghasilan tertentu (seperti bunga dan royalti) menjadi minimal sebesar 9 persen. Dengan adanya pajak minimum global ini diharapkan tidak akan ada lagi persaingan tarif yang tidak sehat di antara negara-negara G20.
Ditambahkan oleh Yusuf Rendy Manilet selaku Pengamat Ekonomi Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, disepakatinya tarif pajak minimum perusahaan global ini, diharapkannya tidak akan ada lagi kompetisi untuk mengaplikasikan tarif pajak lebih rendah dalam upaya untuk mengundang investor atau upaya penghindaran pajak menggunakan skema tertentu.
Selain itu, menurut OECD, dampak dari adanya pajak minimum global ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut. Pertama, diperkirakan pilar 2 akan memberikan tambahan penerimaan pajak global sebesar 150 miliar dollar per tahun. Kedua, munculnya kestabilan sistem pajak global yang biasanya terdistorsi oleh upaya menciptakan daya saing.









