Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) adalah salah satu instrumen penting yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memastikan kepatuhan wajib pajak. Surat ini dikirimkan kepada wajib pajak apabila DJP menemukan ketidaksesuaian antara data yang dimiliki DJP dan laporan pajak yang dilaporkan oleh wajib pajak. Menanggapi SP2DK dengan benar adalah hal yang krusial, karena jika tidak direspon dengan baik, dapat berujung pada pemeriksaan pajak lebih lanjut, bahkan sanksi atau denda. Oleh karena itu, setiap staf perpajakan perlu memahami kemungkinan temuan yang bisa muncul dari SP2DK dan bagaimana cara meresponnya secara tepat.
Melansir dari laman Linkedin, Ardha Fendyka Satya Sapin, selaku Head of Tax Family Mart Indonesia berbagi tips dan trik dalam menghadapi beberapa temuan umum dalam SP2DK agar langkah-langkah yang dapat diambil oleh wajib pajak tepat dan akurat. Berikut informasinya.
1. Selisih Penyerahan di SPT PPN dan Jumlah Penjualan di SPT Badan
Salah satu temuan yang umum dalam SP2DK adalah perbedaan jumlah penyerahan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dengan jumlah penjualan yang tercatat di SPT Badan. Untuk merespons temuan ini, wajib pajak perlu menyiapkan ekualisasi atau penyesuaian antara penyerahan di SPT PPN dan penjualan di laporan keuangan. Ini bisa dilakukan dengan membuat worksheet yang merinci perbandingan antara kedua laporan tersebut, lalu mengidentifikasi sumber perbedaan tersebut.
Baca juga: Mengenal SP2DK: Proses Penerbitan Hingga Cara Menanggapinya
2. Selisih PPN Masukan dengan Pembelian di Laporan Keuangan
Selisih antara PPN Masukan yang dilaporkan dengan jumlah pembelian di laporan keuangan atau SPT Badan juga sering menjadi sorotan dalam SP2DK. Asumsi dasar yang digunakan oleh DJP adalah bahwa setiap pembelian wajib pajak memiliki PPN. Untuk menanggapi hal ini, wajib pajak harus melakukan ekualisasi pembelian dengan membandingkan data dari laporan pajak dan transaksi pembelian. Penting untuk memetakan transaksi mana yang dikenakan PPN dan mana yang tidak, serta memberikan argumen yang kuat jika ditemukan perbedaan.
3. Indikasi Kegiatan Membangun Sendiri yang Tidak Dilaporkan
Temuan lain yang mungkin muncul dalam SP2DK adalah indikasi kegiatan membangun sendiri yang tidak dilaporkan di SPT PPN. Wajib pajak harus memeriksa data internal, melakukan wawancara, dan melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan apakah ada kegiatan pembangunan atau renovasi yang luasnya lebih dari 200 meter persegi yang seharusnya dilaporkan. Jika kegiatan semacam itu tidak ada, wajib pajak dapat dengan aman menyatakan bahwa tidak ada kewajiban pajak yang timbul dari kegiatan tersebut.
4. Penjualan Aset yang Tidak Dilaporkan di SPT PPN
Penjualan aset yang tidak dilaporkan di SPT PPN juga menjadi perhatian dalam SP2DK. Untuk menanggapi temuan ini, wajib pajak perlu melakukan analisis terhadap General Ledger (GL) yang terkait dengan aset dan penjualan aset. Jika ditemukan transaksi penjualan dalam GL, tetapi PPN belum dilaporkan, wajib pajak harus siap memberikan argumen yang kuat tentang mengapa transaksi tersebut tidak dikenakan PPN, misalnya berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku.
5. Pajak Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan
Dalam beberapa kasus, pajak masukan yang seharusnya tidak dapat dikreditkan bisa menjadi temuan dalam SP2DK. Penyebabnya bisa beragam, mulai dari ketidakpatuhan transaksi dengan prinsip 3M (Masuk, Mencatat, dan Membayar) hingga konfirmasi negatif dari pihak lawan transaksi. Untuk meresponsnya, wajib pajak perlu melakukan identifikasi terhadap pajak masukan yang memenuhi atau tidak memenuhi syarat kredit. Jika tidak memenuhi syarat, wajib pajak harus menerima konsekuensinya, namun jika memenuhi syarat, wajib pajak dapat memberikan bukti bahwa PPN telah dibayar.
6. Selisih Jumlah Bruto di SPT PPh Pasal 21 dan Biaya Gaji di Laporan Keuangan
Seringkali terjadi selisih antara jumlah bruto objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 dengan biaya gaji yang dilaporkan di laporan keuangan. Untuk mengatasi ini, wajib pajak perlu melakukan ekualisasi antara data bruto PPh 21 dengan akun-akun terkait seperti gaji, BPJS, bonus, THR, dan tunjangan lainnya. Setiap selisih perlu diidentifikasi secara rinci agar dapat memberikan argumen yang kuat terkait kewajiban PPh 21 yang ditanggung.
7. Indikasi Natura yang Tidak Dilaporkan di SPT PPh 21
Jika ada indikasi bahwa natura atau kenikmatan yang diberikan kepada karyawan tidak dilaporkan dalam SPT PPh 21, wajib pajak harus menyiapkan rincian mengenai fasilitas yang diberikan kepada karyawan, seperti mobil dinas, tunjangan tempat tinggal, dan tunjangan lainnya. Jika data ini tidak siap, sangat dianjurkan untuk tidak memberikannya kepada AR sebelum melakukan verifikasi internal.
8. Selisih Bruto Objek Pajak PPh Pasal 23 dan Biaya Lainnya
Selisih antara objek pajak PPh Pasal 23 dengan biaya jasa, bunga hutang, dividen, royalti, promosi, dan transportasi seringkali menjadi fokus dalam SP2DK. Wajib pajak perlu menyiapkan ekualisasi antara GL biaya-biaya ini dengan SPT PPh Pasal 23. Setiap transaksi harus diklasifikasikan apakah merupakan objek PPh Pasal 23 atau bukan, dan alasan yang jelas harus diberikan jika ada transaksi yang tidak dipotong PPh Pasal 23.
Baca juga: Pemeriksaan Pajak dari SP2DK, DJP Klarifikasi Tidak Berkaitan dengan Pengejaran Target
9. Selisih Bruto Objek Pajak PPh Pasal 26
Wajib pajak juga harus mewaspadai temuan selisih antara objek pajak PPh Pasal 26 dengan biaya terkait jasa luar negeri, royalti, bunga hutang luar negeri, dan sejenisnya. Respon yang tepat melibatkan ekualisasi antara GL terkait dengan biaya tersebut dan SPT PPh Pasal 26, serta memberikan alasan jelas jika ada transaksi yang tidak dikenakan pajak, misalnya karena adanya tax treaty atau alasan lain yang sah.
10. Selisih Bruto Objek Pajak PPh Pasal 4(2)
Selisih antara objek pajak PPh Pasal 4(2) dengan biaya rental tempat yang dilaporkan di SPT Badan juga bisa muncul dalam SP2DK. Untuk merespons ini, wajib pajak perlu menyiapkan ekualisasi terkait biaya sewa tempat, mengidentifikasi setiap jurnal, dan membandingkannya dengan kertas kerja PPh Pasal 4(2).
Pada dasarnya, setiap temuan dalam SP2DK membutuhkan respon yang tepat dan didukung oleh data yang valid. Wajib pajak harus siap untuk menyediakan data yang akurat dan melakukan ekualisasi antara laporan keuangan dengan SPT yang dilaporkan. Dengan merespons SP2DK dengan baik, wajib pajak dapat menghindari pemeriksaan pajak yang lebih lanjut dan potensi sanksi yang mungkin timbul.
Sumber: Linkedin Ardha Fendyka Satya Sapin









