Pemerintah Kembali Tingkatkan Alokasi Belanja Perpajakan
Pada tahun 2026, pemerintah kembali mengalokasikan anggaran besar untuk kebijakan belanja perpajakan sebagai bagian dari strategi fiskal nasional. Berdasarkan dokumen Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 yang telah diajukan ke DPR RI, nilai total insentif pajak yang akan digelontorkan mencapai Rp563,6 triliun, meningkat 6,3% dibandingkan alokasi tahun 2025 sebesar Rp530,3 triliun.
Belanja perpajakan merupakan bentuk dukungan fiskal yang diberikan pemerintah melalui pengecualian, pembebasan, atau pengurangan kewajiban pajak kepada pelaku usaha di berbagai sektor ekonomi. Tujuannya adalah mendorong aktivitas ekonomi, meningkatkan daya saing industri domestik, serta memperluas basis penerimaan negara di masa depan.
Sektor Industri Pengolahan Terbesar Penerima Insentif
Dari keseluruhan alokasi, sektor industri pengolahan menjadi penerima manfaat terbesar dengan estimasi nilai insentif mencapai Rp141,7 triliun. Langkah ini mencerminkan upaya pemerintah untuk memperkuat sektor manufaktur sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menempati posisi kedua dengan proyeksi insentif sebesar Rp63,8 triliun, disusul oleh sektor perdagangan sebesar Rp59,3 triliun. Selain itu, sektor jasa keuangan dan asuransi juga memperoleh alokasi cukup besar sebesar Rp54,4 triliun.
Berikut rincian 10 besar sektor penerima belanja perpajakan 2026:
- Industri pengolahan: Rp141,7 triliun
- Pertanian, kehutanan, dan perikanan: Rp63,8 triliun
- Perdagangan: Rp59,3 triliun
- Jasa keuangan dan asuransi: Rp54,4 triliun
- Transportasi dan pergudangan: Rp43,6 triliun
- Jasa pendidikan: Rp27,2 triliun
- Konstruksi: Rp23,7 triliun
- Administrasi pemerintahan dan jaminan sosial wajib: Rp23,4 triliun
- Jasa kesehatan dan kegiatan sosial: Rp16,7 triliun
- Pengadaan listrik, gas, dan uap: Rp16 triliun
Selain sektor-sektor tersebut, pemerintah juga mengalokasikan insentif untuk sektor real estate (Rp10 triliun), jasa perusahaan (Rp9,3 triliun), serta informasi dan komunikasi (Rp4,7 triliun), dengan total alokasi untuk sektor lainnya mencapai Rp58,4 triliun.
Baca Juga: Isi 8 Agenda Prioritas RAPBN 2026 dari Presiden Prabowo
Dominasi Insentif Berbasis PPN dan PPh
Jika dilihat berdasarkan jenis pajaknya, insentif terbesar diberikan dalam bentuk pembebasan atau pengurangan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang mencapai Rp371,9 triliun. Pajak Penghasilan (PPh) berada di posisi kedua dengan nilai insentif sebesar Rp160,1 triliun.
Sementara itu, kebijakan pengurangan bea masuk dan cukai dialokasikan sebesar Rp31,1 triliun, disusul oleh insentif PBB P5L senilai Rp100 miliar, serta pembebasan bea meterai sebesar Rp400 miliar.
Berikut rincian estimasi belanja perpajakan berdasarkan jenis pajak:
- PPN dan PPnBM: Rp371,9 triliun
- PPh: Rp160,1 triliun
- Bea masuk dan cukai: Rp31,1 triliun
- PBB Sektor P5L: Rp100 miliar
- Bea meterai: Rp400 miliar
Insentif Pajak Jadi Instrumen Strategis Fiskal
Kebijakan belanja perpajakan ini mencerminkan komitmen pemerintah untuk menciptakan ekosistem fiskal yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi. Meski berpotensi mengurangi penerimaan pajak jangka pendek, strategi ini diharapkan mampu menumbuhkan aktivitas ekonomi dan investasi di sektor-sektor prioritas.
Dengan optimalisasi belanja perpajakan, pemerintah menargetkan terciptanya dampak berganda terhadap penyerapan tenaga kerja, peningkatan produksi nasional, dan penguatan rantai pasok industri dalam negeri.
Belanja perpajakan yang terukur dan tepat sasaran menjadi kunci penting dalam menjaga keseimbangan antara kebutuhan penerimaan negara dan dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
Sumber: CNBC Indonesia dan Bloomberg Technoz









