Bakal Dievaluasi, Begini Skema Tarif Efektif Rata-Rata (TER) PPh 21 Saat Ini

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) berencana melakukan evaluasi terhadap penerapan skema tarif efektif rata-rata (TER) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada akhir 2025. Evaluasi ini dilakukan setelah skema tersebut berjalan selama dua tahun. 

“Evaluasinya akhir tahun kita akan review. Kan sudah dua tahun kalau tidak salah perjalanannya,” ujar Direktur Jenderal Pajak Bimo Wijayanto, dikutip pada Kamis (23/10/2025). 

Sejak diterapkan, TER memang sempat menimbulkan sejumlah keluhan di kalangan pekerja dan profesi tertentu, terutama terkait pemahaman mekanismenya. Namun, Bimo mengeklaim bahwa sebagian besar masalah tersebut kini telah teratasi. 

“Sebenarnya beberapa keluhan sudah bisa termitigasi dengan baik. Misalnya dari beberapa profesi seperti dokter dan lainnya, sekarang banyak yang sudah paham,” tambahnya. 

Dasar Hukum TER PPh 21 

Skema TER sendiri diatur melalui PMK No. 168 Tahun 2023, yang merupakan turunan dari PP No. 58 Tahun 2023. Melalui aturan ini, besaran PPh Pasal 21 dihitung dengan cara mengalikan tarif efektif bulanan dengan jumlah penghasilan bruto yang diterima pegawai tetap dalam satu masa pajak. 

Dalam penerapan TER, penghasilan teratur dan tidak teratur, seperti gaji bulanan, tunjangan, atau bonus, tak dipisahkan dalam perhitungan. Semua jenis penghasilan tersebut digabungkan untuk menentukan besaran pajak yang harus dipotong sesuai tarif efektif rata-rata. 

DJP menegaskan bahwa penerapan metode TER tidak akan menambah beban pajak bagi Wajib Pajak. Sistem ini dibuat untuk mempermudah proses penghitungan PPh Pasal 21 sepanjang masa pajak Januari hingga November. 

Selanjutnya, pada masa pajak Desember, pemberi kerja akan menghitung ulang total pajak terutang selama setahun menggunakan tarif umum PPh Pasal 17, kemudian dikurangi dengan pajak yang telah dibayarkan sebelumnya. Dengan demikian, beban pajak akhir yang ditanggung karyawan tetap sama seperti jika menggunakan metode penghitungan lama. 

Baca Juga: Ketentuan Pemotongan Tarif Efektif PPh 21 dalam PMK 168/2023

Besaran Tarif Efektif Rata-Rata (TER) 

Dalam sistem baru ini, tarif efektif dibagi ke dalam tiga kelompok utama (A, B, dan C) yang disesuaikan dengan status PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) masing-masing pegawai. 

  • TER A: untuk TK/0 (Rp54 juta), TK/1 dan K/0 (Rp58,5 juta). 
  • TER B: untuk TK/2 dan K/1 (Rp63 juta), TK/3 dan K/2 (Rp67,5 juta). 
  • TER C: untuk K/3 (Rp72 juta). 

Sementara itu, TER Harian dibagi menjadi dua jenis tarif: 

  • Penghasilan bruto di bawah Rp450 ribu per hari dikenakan tarif 0%
  • Penghasilan bruto antara Rp450 ribu hingga Rp2,5 juta dikenakan tarif efektif 0,5%

Dengan skema ini, proses pemotongan pajak menjadi lebih cepat dan seragam tanpa harus melalui perhitungan pajak yang kompleks setiap bulan. Tabel TER PPh 21 dapat dilihat di sini. 

Skema Pemotongan PPh Pasal 21 Berdasarkan TER 

1. Pegawai Tetap 

Bagi pegawai tetap, penghitungan PPh Pasal 21 untuk setiap masa pajak (bulan) dilakukan menggunakan TER bulanan. Namun, pada masa pajak terakhir (Desember) atau saat pegawai berhenti bekerja, perhitungan dilakukan kembali menggunakan tarif progresif Pasal 17 UU PPh agar sesuai dengan total penghasilan tahunan. 

Ketentuan ini juga berlaku bagi penerima pensiun serta pegawai negeri sipil (PNS), anggota TNI, dan POLRI. 

2. Pegawai Tidak Tetap 

Untuk pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, mekanismenya sedikit berbeda. 

Jika rata-rata penghasilan harian tidak lebih dari Rp2.500.000, maka PPh Pasal 21 dihitung dengan tarif efektif harian

Jika penghasilannya melebihi Rp2.500.000, perhitungan pajak mengikuti tarif progresif Pasal 17 UU PPh yang dikalikan dengan 50% dari penghasilan bruto harian

Apabila pegawai tidak tetap menerima penghasilan bulanan, maka tarif yang digunakan adalah TER bulanan yang dikalikan dengan penghasilan bruto selama masa pajak tersebut. 

3. Bukan Pegawai 

Untuk bukan pegawai, seperti tenaga ahli atau individu yang memberikan jasa profesional (misalnya konsultan, notaris, atau pengacara), penghitungan pajak menggunakan tarif progresif Pasal 17 UU PPh dengan dasar pengenaan sebesar 50% dari penghasilan bruto

Namun, perhitungan ini tidak bersifat kumulatif, artinya setiap pembayaran jasa dihitung terpisah tanpa memperhitungkan penghasilan sebelumnya. 

Selain itu, PMK 168/2023 juga menegaskan bahwa PPh Pasal 21 hanya dikenakan atas penghasilan dari jasa. Misalnya, untuk usaha katering, penghasilan bruto dihitung dari nilai jasa saja, tidak termasuk pembelian bahan makanan, pembayaran upah kepada pihak lain, atau biaya pihak ketiga lainnya. 

4. Subjek Pajak Lainnya 

PMK 168/2023 turut mengatur pemotongan PPh Pasal 21 untuk beberapa kategori lainnya, antara lain: 

  • Dewan komisaris atau pengawas yang menerima penghasilan tidak teratur, dikenai TER bulanan
  • Peserta kegiatan, dikenai tarif progresif Pasal 17 UU PPh berdasarkan penghasilan bruto. Jika peserta adalah pegawai tetap, penghasilannya akan digabungkan dengan penghasilan lain. 
  • Pegawai yang menarik dana pensiun atau mantan pegawai yang masih menerima penghasilan, dikenai tarif progresif yang sama sesuai Pasal 17 UU PPh. 

Baca Juga: Banjir Keluhan dari Wajib Pajak, DJP Tinjau Ulang Skema TER PPh 21

FAQ Seputar TER PPh 21 

1. Apa itu Tarif Efektif Rata-Rata (TER) PPh 21? 

TER adalah metode perhitungan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang menggunakan tarif rata-rata berdasarkan total penghasilan bruto per bulan. Sistem ini dirancang untuk menyederhanakan proses pemotongan pajak oleh pemberi kerja. 

2. Kapan skema TER mulai berlaku? 

Skema ini mulai berlaku sejak tahun pajak 2024, berdasarkan PMK Nomor 168 Tahun 2023 dan PP Nomor 58 Tahun 2023. 

3. Apakah penerapan TER menambah beban pajak bagi karyawan? 

Tidak. DJP menegaskan bahwa TER tidak menambah beban pajak. Total pajak tahunan yang dibayarkan tetap sama seperti sebelumnya, hanya metode penghitungan bulanannya yang dibuat lebih sederhana. 

4. Bagaimana jika karyawan menerima bonus atau THR? 

Bonus dan THR termasuk dalam penghasilan bruto yang dihitung dengan tarif efektif pada bulan diterimanya. Artinya, tarif efektif bisa meningkat pada bulan ketika karyawan menerima penghasilan tambahan. 

5. Mengapa DJP akan mengevaluasi skema TER di tahun 2025? 

Evaluasi dilakukan untuk memastikan efektivitas skema TER setelah dua tahun berjalan, termasuk melihat apakah sistem ini sudah dipahami dengan baik oleh pemberi kerja dan karyawan, serta apakah terdapat kendala dalam penerapannya. 

Baca Juga Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News