Warisan identik dengan pemberian cuma-cuma dari generasi sebelumnya, bukan jual-beli. Tak ayal, banyak orang yang merasa terkejut begitu mereka dikenakan pajak saat hendak balik nama sertifikat tanah atau rumah warisan. Padahal, aturan perpajakan di Indonesia sejatinya sudah memiliki ketentuan tersendiri soal tanah atau rumah warisan.
Dasar Hukum Pajak Warisan
Mengutip Direktorat Jenderal Pajak (DJP), pengenaan pajak warisan didasari oleh:
- UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh), yang telah beberapa kali diubah, terakhir melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
- Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016 (PP 34/2016) tentang Pajak Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan.
Dalam Pasal 7 UU PPh, disebutkan bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis yang menambah kekayaan seseorang termasuk objek PPh. Pasal 1 PP 34/2016 juga menegaskan bahwa pengalihan hak atas tanah atau bangunan melalui berbagai cara, termasuk jual beli, hibah, maupun waris, pada prinsipnya bisa dikenai PPh final.
Baca Juga: Syarat Pengajuan SKB PPh Pengalihan Tanah/Bangunan Waris
Apakah Warisan Otomatis Kena Pajak?
Balik nama sertifikat tanah atau rumah warisan bisa kena pajak, tapi tidak selalu. Kuncinya ada pada Surat Keterangan Bebas (SKB) Waris. Ini berarti, warisan bukan objek PPh selama ahli waris bisa menunjukkan surat tersebut saat proses balik nama sertifikat.
Namun, jika ahli waris tidak memiliki SKB maka tanah atau rumah warisan dianggap objek pajak, sehingga ahli waris wajib membayar PPh final. Adapun tarif PPh yang diberlakukan mengacu pada PP 34/2016, dengan ketentuan sebagai berikut:
- 2,5% dari nilai bruto pengalihan hak atas tanah/bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa rumah sederhana atau rumah susun sederhana yang dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
- 1% dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa rumah sederhana dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh wajib pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
Agar lebih mudah dipahami, berikut simulasi perhitungan pajak balik nama sertifikat tanah atau rumah warisan jika tidak memiliki SKB:
Contoh Kasus 1
Andi menerima warisan berupa tanah dari orang tuanya. Tanah tersebut memiliki NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) Rp500.000.000. Karena Andi tidak mengurus SKB, maka tanah dianggap objek pajak.
- Tarif PPh sesuai PP 34/2016 = 2,5%
- Dasar pengenaan pajak = nilai bruto (NJOP) = Rp500.000.000
PPh yang harus dibayar:
= 2,5% × Rp500.000.000
= Rp12.500.000
Contoh Kasus 2
Budi menerima warisan rumah sederhana dengan nilai Rp200.000.000. Karena tidak mengurus SKB, maka tetap kena PPh.
- Tarif PPh untuk rumah sederhana = 1%
- Dasar pengenaan pajak = Rp200.000.000
PPh yang harus dibayar:
= 1% × Rp200.000.000
= Rp2.000.000
Baca Juga: Cara Mengajukan Permohonan SKB PPh di Coretax DJP
Cara Mengurus SKB Pajak Waris
Agar bebas pajak saat balik nama, ahli waris bisa mengajukan permohonan SKB Waris ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau melalui Coretax DJP setempat.
Dokumen yang perlu disiapkan, antara lain:
- Sertifikat tanah/bangunan
- SPPT PBB tahun berjalan
- Akta kematian pewaris
- Surat keterangan waris
- Bukti hubungan keluarga
- Surat perubahan nama (jika ada)
Selain dokumen, syarat materiil juga harus dipenuhi. Tanah atau bangunan warisan harus sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan pewaris, dan semua pajak terkait sudah dilunasi.
Jika syarat ini tidak terpenuhi, SKB tidak bisa diterbitkan. Akibatnya, rumah atau tanah warisan yang awalnya bukan objek pajak akan menjadi objek pajak, dan ahli waris tetap harus membayar PPh.









