Apa Saja yang Berubah dari Aturan Pemeriksaan Pajak Terbaru?

Baru-baru ini terkait isu-isu perpajakan banyak sekali diperbincangkan oleh masyarakat, mulai dari PPN yang naik dari 11% menjadi 12%, kemudian juga adanya sistem Coretax.  Pada 14 Februari 2025, pemerintah kembali menerbitkan peraturan terbaru tentang Pemeriksaan Pajak. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 15 Tahun 2025 mengenai Pemeriksaan Pajak. Aturan ini digunakan untuk menggantikan aturam sebelumnya, yaitu PMK Nomor 184/PMK.03/2015 yang merupakan perubahan dari PMK Nomor 17/PMK.03/2013. 

 

Melalui PMK 15/2025, pemerintah berupaya untuk memberikan kepastian hukum dengan adanya pemeriksaan pajak, hal ini merupakan langkah maju dalam reformasi administrasi perpajakan di Indonesia dan juga memberikan kerangka kerja yang jelas bagi pemerintah serta wajib pajak untuk berinteraksi secara lebih efektif. Pemeriksaan pajak merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk memastikan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 

Dalam aturan ini ada beberapa dari tipe pemeriksaan yang dilakukan oleh DJP sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dalam bidang perpajakan. Jangka waktu dan pemberitahuan dari hasil pemeriksaan yang juga akan dijelaskan pada artikel ini, serta kriteria pemeriksaan.

 

Apa Saja Tipe Pemeriksaan Pajak?

 

Berdasarkan ketentuan PMK 15/2025, pemeriksaan dilakukan untuk menguji kapatuhan wajib pajak. Ada beberapa jenis pemeriksaan pajak yang diubah dalam peraturan PMK ini dari aturan sebelumnya, yang digantikan dengan tipe pemeriksaan. Adapun beberapa tipe pemeriksaan:

 

  • Pemeriksaan Lengkap, mencakup seluruh pos dalam Surat Pemberitahuan atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam. Biasanya dilakukan terhadap wajib pajak yang profilnya dengan risiko tinggi.
  • Pemeriksaan Terfokus, pemeriksaan mencakup satu atau beberapa pos dalam Surat Pemberitahuan atau Surat Pemberitahuan Objek Pajak secara mendalam. Hal ini, lebih mengarah kepada wajib pajak yang memiliki indikasi ketidaksesuaian dalam laporan pajak oleh wajib pajak.
  • Pemeriksaan Spesifik, pemeriksaan dilakukan secara spesifik untuk satu atau beberapa pos dalam Surat Pemberitahuan, Surat Pemberitahuan Objek Pajak, Data, dan kewajiban pajak yang tertentu serta lebih sederhana. Biasanya dalam kasus yang melibatkan transaksi tertentu yang menimbulkan kecurigaan serta memiliki penyimpangan yang lebih sederhana.

 

Baca juga: Pemeriksaan Pajak dan Audit: Apa Bedanya?

 

Jangka Waktu Pemeriksaan Pajak

 

Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dalam hal jangka waktu meliputi, jangka waktu pengujian dan jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan serta pelaporan. Berikut jangka waktu pemeriksaan:

 

  1. 5 (lima) bulan untuk Pemeriksaan Lengkap,
  2. 3 (tiga) bulan untuk Pemeriksaan Terfokus,
  3. 1 (satu) bulan untuk Pemeriksaan Spesifik.

 

Terhitung dari Surat Pemberitahuan Pemeriksaan disampaikan kepada Wajib Pajak, Wakil, Kuasa, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari wajib pajak, sampai dengan disampaikannya tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan. Dalam hal jangka waktu Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan dan pelaporan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja dihitung sejak tanggal Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.

 

Baca juga: Apa Itu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan?

 

Ruang Lingkup Pemeriksaan Pajak

 

Pemeriksaan pajak mencakup berbagai jenis pajak, meliputi:

 

  • Pajak Penghasilan (PPh);
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN);
  • Pajak Penjualan Barang Mewah;
  • Bea Meterai;
  • Pajak Bumi dan Bangunan;
  • Pajak Penjualan;
  • Pajak Karbon;
  • Pajak lainnya yang sudah diatur oleh DJP sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

 

Baca juga: Mengenal Peran Tim Quality Assurance dalam Pemeriksaan Pajak

 

Kriteria Pemeriksaan Pajak

 

PMK 15/2025 juga menetapkan beberapa kriteria tertentu bagi wajib pajak yang menjadi subjek pajak dalam pemeriksaan. Beberapa kriteria yang dimaksud sebagai berikut;

  1. Wajib Pajak yang mengajukan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak, di mana hal ini bagi WP yang melaporkan lebih bayar dalam Surat Pemberitahuan nya dan mengajukan pengembalian kelebihan pembayaran (restitusi) dan DJP akan melakukan pemeriksaan untuk kebenaran hal tersebut.
  2. Wajib Pajak yang Menyatakan Rugi, di mana WP yang melaporkan rugi dalam Surat Pemberitahuan Tahunan biasanya menjadi perhatian lebih DJP, karena hal ini dianggap sebuah potensi untuk memanipulasi Laporan Keuangan untuk menghidari pembayaran pajak.
  3. Wajib pajak telah diberikan pengembalian pendahuluan pembayaran pajak, melakukan perubahan tahun buku, dan perubahan metode Pembukuan.
  4. Wajib pajak melakukan penggabungan, peleburan, pemekaran, likuidasi dan berniat untuk meninggalkan Indonesia untuk selamanya.
  5. Pengusaha Kena Pajak tidak melakukan penyerahan BKP/JKP atau ekspor BKP/JKP yang telah mengkreditkan pajak masukan atau pengembalian pajak masukan.
  6. Wajib pajak yang terpilih untuk dilakukan pemeriksaan menurut risiko kepatuhan wajib pajak, pihak lain yang tidak melakukan kewajiban perpajakannya, untuk melakukan pemotongan, pemungutan, penyetoran serta pelaporan pajak.
  7. Terdapat data baru yang menyebabkan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar dan Wajib pajak tidak melaporkan Surat Pemberitahuan Objek pajak.

 

Prosedur Pemeriksaan

 

Pemeriksaan dilaksanakan oleh Pemeriksa Pajak yang tergabung dalam tim dan bekerja berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan. Prosedur pemeriksaan dibagi menjadi beberapa tahapan, sebagai berikut:

 

  • Pemberitahuan Pemeriksaan
    Pemeriksa Pajak wajib memberi tahu Wajib Pajak atau Wakil mengenai pelaksanaan Pemeriksaan dengan menyampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan yang diterbitkan oleh pejabat di Unit Pelaksana Pemeriksaan. Jika Surat Pemberitahuan Pemeriksaan tidak dapat disampaikan langsung kepada Wajib Pajak atau Wakil, penyampaian dapat dilakukan kepada:
    • Kuasa;
    • Pegawai; atau
    • Anggota keluarga yang telah dewasa.

 

  • Pelaksanaan Pemeriksaan
    Pertemuan dapat dilakukan secara luring dengan tatap muka langsung dan secara daring dengan video conference.

 

  • Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP)
    Setelah melakukan pertemuan Pemeriksa Pajak wajib membuat  berita acara hasil pertemuan, yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak, Wakil, atau Kuasa dari Wajib Pajak yang diperiksa. Jika Wajib Pajak, yang diperiksa tidak menandatangani berita acara hasil pertemuan atau tidak mengembalikan berita acara hasil pertemuan, maka wajib pajak dianggap menolak untuk menandatangani berita acara hasil pertemuan.

 

  • Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan
    Wajib Pajak memiliki kesempatan untuk menyampaikan tanggapan terhadap SPHP dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan. Pembahasan ini bertujuan untuk mencapai kesepahaman mengenai hasil pemeriksaan sebelum diterbitkannya surat ketetapan pajak.

 

  • Penerbitan Surat Ketetapan Pajak
    Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pembahasan akhir, DJP berwenang untuk menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan temuan yang diperoleh selama pemeriksaan.

 

Kesimpulan

 

Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 15 Tahun 2025 menetapkan prosedur pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh DJP untuk menilai tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Regulasi ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi, memberikan kepastian hukum, dan memastikan efektivitas dalam pelaksanaan pemeriksaan pajakDJP terus berusaha mempermudah proses dalam proses peraturan perpajakan.

 

*) Penulis merupakan penerima beasiswa dari Pajakku. Seluruh isi tulisan ini disusun secara mandiri oleh penulis dan sepenuhnya merupakan opini pribadi. Tulisan ini tidak mencerminkan pandangan resmi Pajakku maupun institusi lain yang terkait.

 

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News