Membayar pajak merupakan sebuah kewajiban Wajib Pajak terhadap pemerintah yang harus dijalankan sebagai seorang warga negara Indonesia yang taat. Perlu ditanamkan kesadaran pada diri masing-masing bahwa membayar pajak merupakan salah satu bentuk perwujudan mengabdi kepada negara serta mendukung laju pembangunan nasional.
Untuk melakukan pembayaran pajak tentunya harus mengetahui bagaimana mekanisme pemungutan pajak yang berlaku di negara masing-masing. Cara atau sistem pemungutan pajak yang ada kerap disebut sebagai stelsel pajak. Stelsel pajak perlu dipahami agar dapat mempermudah proses pemenuhan kewajiban peprajakan.
Definisi Stelsel Pajak
Pajak merupakan suatu sistem yang telah diatur dalam Undang-Undang perpajakan. Salah satu hal penting yang diatur dalam Undang-Undang perpajakan adalah tata cara pemungutan pajak. Stelsel pajak adalah sistem pemungutan pajak yang digunakan untuk melakukan perhitungan besaran pajak yang terutang yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak. Stelsel pajak ini terdiri atas 3 jenis, yaitu stelsel nyata atau stelsel riil, stelsel anggapan atau stelsel fiktif, serta stelsel campuran. Berikut informasinya.
1. Stelsel Nyata atau Riil
Stelsel nyata atau stelsel riil merupakan salah satu jenis pemungutan pajak yang didasarkan kepada objek atau penghasilan yang didapatkan sesungguhnya atau penghasilan nyata yang digunakan sebagai dasar pengitungan Pajak Penghasilan (PPh), sehingga pada jenis stelsel ini pemungutan baru akan dapat dilakukan pada akhir tahun, yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Jenis stelsel ini kemudian dikenal dengan nama pemungutan pajak di belakang atau yang kerap disebut dengan istilah “naheffing”.
Kelebihan Stelsel Nyata
Kelebihan dari jenis stelsel ini adalah dengan menggunakan stelsel nyata perhitungan akan didasarkan pada penghasilan yang sesungguhnya, sehingga hasil yang didapatkan akan lebih akurat dan lebih realistis sesuai dengan jumlah pajak yang terutang sesungguhnya sebab perhitungan pajak akan dilakukan setelah tutup buku.
Kekurangan Stelsel Nyata
Di balik kelebihan tersebut, terdapat kekurangan dalam penerapan stelsel jenis ini, yaitu kekurangannya adalah pembayaran pajak baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, setelah penghasilan riil diketahui, padahal pemerintah akan terlebih dahulu membutuhkan kas dari penerimaan pajak untuk serta menunjang laju pertumbuhan ekonomi nasional dari segala sektor serta untuk pengeluaran negara sepanjang tahun.
Selain itu, dengan pembayaran pajak seperti ini bisa mengakibatkan Wajib Pajak merasa terbebani jika harus membayar pajaknya pada akhir tahun secara sekaligus, sebab Wajib Pajak akan dibebani jumlah pembayaran pajak yang tinggi, sementara itu jumlah kas yang tersedia atau dimiliki kemungkinan belum mencukupi. Selain itu, pada stelsel ini seluruh Wajib Pajak akan membayar pajaknya pada akhir tahun, sehingga mengakibatkan jumlah uang yang beradar akan turut terpengaruh.
Baca juga: Mengenal Ekspor JKP dan BKP Tidak Berwujud
2. Stelsel Fiktif atau Anggapan
Jenis stelsel yang kedua adalah stelsel anggapan atau stelsel fiktif. Stelsel ini merupakan kebalikan dari stelsel nyata. Stelsel fiktif merupakan jenis pemungutan pajak yang didasarkan kepada perkiraan atau anggapan yang telah diatur pada suatu peraturan perundang-undangan. Perkiraan yang digunakan ini dapat bermacam-macam, tergantung pada peraturan perpajakan yang berlaku di tiap-tiap negara.
Stelsel pajak jenis ini menerapkan sistem pemungutan pajak yang dilakukan di depan, sehingga jenis stelsel ini kemudian dikenal dengan nama pemungutan pajak di depan atau yang kerap disebut dengan istilah “voor hedging”.
Misalnya yaitu penghasilan pada suatu tahun pajak akan dianggap sama dengan penghasilan yang diperoleh Wajib Pajak tersebut pada tahun sebelumnya. Maka dari itu, pada awal tahun pajak telah dapat dihitung dan ditetapkan jumlah pajak yang terutang untuk tahun pajak yang berjalan.
Kelebihan Stelsel Fiktif
Kelebihan dari jenis stelsel ini merupakan kebalikan dari stelsel nyata, kelebihannya yaitu pajak yang harus dibayarkan untuk satu tahun pajak yang berjalan sudah diketahui tanpa perlu menunggu akhir tahun untuk mengetahui penghasilan setahun yang sesungguhnya.
Kekurangan Stelsel Fiktif
Di balik kelebihan tersebut, terdapat kekurangan dalam penerapan stelsel jenis ini. Kekurangan dari penerapan stelsel fiktif yaitu pajak yang dibayarkan menjadi tidak akurat sebab pajak yang terutang dihitung berdasarkan pada penghasilan tahun sebelumnya, bukan berdasarkan keadaan sesungguhnya atau penghasilan yang sesungguhnya diperoleh Wajib Pajak dalam satu tahun pajak bersangkutan.
3. Stelsel Campuran
Jenis stelsel pajak yang ketiga adalah stelsel pajak campuran. Pada dasarnya, stelsel pajak campuran merupakan kombinasi di antara stelsel pajak nyata atau stelsel riil dengan stelsel pajak fiktif atau stelsel anggapan.
Cara untuk menghitung pajak dengan kombinasi pada stelsel campuran ini yaitu pada awal tahun besaran pajaknya dihitung dengan menggunakan dasar seperti stelsel fiktif, yaitu pajak terutang dihitung terlebih dahulu berdasarkan pada penghasilan tahun pajak sebelumnya. Kemudian, selanjutnya pada akhir tahun, besaran pajak yang sesungguhnya akan dihitung berdasarkan pada stelsel riil, yaitu dihitung dengan berdasarkan pada penghasilan sebenarnya yang diperoleh selama tahun pajak yang bersangkutan.
Selanjutnya, jika hasil perhitungan pajak berdasarkan stelsel riil atau pajak yang sebenarnya lebih besar daripada pajak yang telah dihitung di awal tahun berdasarkan stelsel fiktif, maka atas selisih kekurangan tersebut Wajib Pajak memiliki kewajiban untuk membayarkan kekurangan pajaknya sebesar selisih yang didapat.
Baca juga: Hukum Pajak, Semua Aturan Perpajakan yang Perlu Kamu Pahami
Begitu pula jika sebaliknya, jika besaran pajak sesungguhnya atau perhitungan pajak menurut perhitungan stelsel riil lebih kecil daripada perhitungan stelsel fiktif di awal tahun, maka atas selisih lebih bayar tersebut Wajib Pajak berhak untuk meminta kembali kelebihannya (direstitusi) atau atas selisih tersebut dapat pula dikompensasikan untuk periode atau tahun pajak berikutnya.
Kelebihan Stelsel Campuran
Kelebihan dari jenis stelsel campuran ini yaitu pemungutan pajak sudah dapat dilakukan pada awal tahun pajak, serta pajak yang dipungut juga akan sesuai dengan besaran pajak yang sesungguhnya terutang.
Kelemahan Stelsel Campuran
Di balik kelebihan tersebut, terdapat kelemahan dalam penerapan stelsel campuran, yaitu adanya tambahan pekerjaan administrasi sebab penghitungan pajak yang terutang dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada awal tahun pajak sesuai dengan stelsel fiktif, dan kemudian pada saat di akhir tahun pajak sesuai dengan stelsel riil.
Penerapan Stelsel Pajak Campuran di Indonesia
Dalam proses pemungutan pajaknya, berdasarkan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh), Indonesia menerapkan sistem stelsel pajak campuran, yaitu kombinasi di antara stelsel nyata dan stelsel anggapan.
Contoh dari penerapan stelsel pajak campuran di Indonesia yaitu pada mekanisme PPh 25 dan PPh 29. Wajib Pajak akan menggunakan jumlah pajak terutang tahun sebelumnya yang tertera pada Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan) tahun sebelumnya sebagai dasar dalam menentukan besarnya angsuran pajak atau angsuran PPh 25 pada tahun berjalan. Kemudian pada akhir tahun, pajak yang terutang akan dihitung kembali oleh Wajib Pajak berdasarkan pada penghasilan sesungguhnya yang diperolehnya selama setahun.
Wajib Pajak akan melakukan pelaporan terhadap penghasilannya selama satu tahun pajak dalam SPT Tahunan untuk menghitung hasil dari PPh 29. Dalam melakukan perhitungan pajak yang sesungguhnya pada akhir tahun pajak tersebut, Wajib Pajak dapat mempertimbangkan kredit pajak atau PPh 25 yang telah dibayarkan sebelumnya.
Apabila masih terdapat kekurangan pembayaran pajak (PPh 29), maka Wajib Pajak wajib untuk melunasi jumlah kekurangan pembayaran tersebut dalam jangka waktu yang telah diatur dalam Undang-Undang yang berlaku.









