Seperti diketahui, awal tahun 2020 dikejutkan dengan pandemi Covid-19 yang meluas ke seluruh dunia. Pandemi ini memberikan banyak dampak buruk untuk kelangsungan hidup, salah satunya sektor ekonomi.
Banyak negara yang mengeluarkan kebijakan baru terkait sektor ekonomi untuk menanggulangi keterpurukan ekonominya. Termasuk Indonesia yang mengeluarkan kebijakan pengaturan perdagangan melalui sistem elektronik atau PMSE. Lantas, apa itu PMSE? Mari kita simak bersama informasinya!
Definisi PMSE
Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) pertama kali diperkenalkan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang kemudian menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020.
Merujuk pada Pasal ayat (2) Perppu 1/2020, PMSE didefinisikan sebagai perdagangan yang transaksinya dilaksanakan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
Dalam beleid itu juga, perlakukan perpajakan atas PMSE terbagi atas pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Untuk PPN PMSE sendiri berlaku atas pemanfaatan BKP tidak berwujud atau JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE.
Juknis teknis pemungutan PPN PMSE diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020. Kemudian, diperbarui dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60/PMK.03/2022 dengan skema tarif PPN 11%.
Objek Pungutan PMSE
Adapun, objek pemungutan PPN PMSE, yaitu pemanfaatan BKP tidak berwujud (termasuk barang digital) dan pemanfaatan JKP (termasuk jasa digital) dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean melalui PMSE, meliputi transaksi Business-to-Business (B2B) dan Business-to-Consumer (B2C).
Jenis barang dan jasa digital tersebut, antara lain e-Book, e-magazine, e-comic; computer software, aplikasi digital, games digital; multimedia, data elektornik; virtual goods, virtual coin; streaming film, streaming music, atau konten audio-visual lainnya; web hosting, video conference services, atau layanan jasa lainnya yang berbasis piranti lunak.
Pembeli Barang/Penerima Jasa
Pembeli merupakan orang pribadi ataupun badan yang memenuhi sejumlah kriteria. Pertama, bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di Indonesia dengan ketentuan:
- Alamat korespondensi ataupun penagihan pembeli berada di Indonesia
- Pemilihan negara saat registrasi di laman atau sistem yang disediakan atau ditentukan oleh Pemungut PPN PMSE.
Kedua, melakukan pembayaran menggunakan fasilitas, seperti debit, kredit, atau fasilitas pembayaran lainnya yang disediakan oleh institusi di Indonesia. Ketiga, bertransaksi dengan menggunakan alamat internet protokol di Indonesia atau bisa menggunakan nomor telepon dengan kode telepon negara Indonesia.
Baca juga Kabar Baik, Pemerintah Terima Pajak Digital Rp 7,1 Triliun Hingga Juni 2022
Pemungut PMSE
Pelaku usaha PMSE terdiri atas pedagang luar negeri, penyedia jasa luar negeri, penyelenggara PMSE, dan penyelenggara PMSE dalam negeri yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai pemungut PPN PMSE.
Adapun, batasan kriteria tertentu penunjukan sebagai pemungut PPN PMSE ini, yaitu nilai transaksi lebih dari Rp 600 juta dalam setahun atau Rp 50 juta dalam sebulan, serta jumlah traffic atau pengakses melebihi 12.000 dalam setahun atau 1.000 dalam sebulan.
Lebih lanjut, wewenang penunjukan sebagai pemungut PPN PMSE dilimpahkan dari Menteri Keuangan kepada Direktur Jenderal Pajak. Penunjukan sebagai pemungutan PPN PMSE dilakukan dengan menerbitkan Kepdirjen dan berlaku sejak awal bulan berikutnya setelah tanggal penetapan Kepdrijen penunjukan.
Kemudian, pemungut PPN PMSE akan diberikan nomor identitas perpajakan sebagai sarana administrasi perpajakan, berupa SKT dan Kartu Nomor Identitas Perpajakan.
Perlu diketahui, Direktur Jenderal pajak bisa mencabut penunjukan sebagai pemungut PPN PMSE, dalam hal tidak memenuhi kriteria tertentu dengan menerbitkan Kepdirjen dan mulai berlaku sejak awal bulan berikutnya setelah tanggal penetapan Kepdirjen pencabutan. Dalam hal ini, nomor identitas perpajakan bisa dihapus.
Tarif PMSE
Tarif pajak yang dikenakan sebesar 11% dari Dasar Pengenaan Pajak, yang mulai berlaku sejak 1 April 2022. Adapun, Dasar Pengenaan Pajaknya adalah nilai berupa uang yang dibayar oleh pembeli barang/penerima jasa, tidak termasuk PPN. Sementara itu, PPN PMSE dipungut saat pembayaran oleh pembeli barang atau penerima jasa.
Bukti Pungut PPN PMSE
Pemungut PPN PMSE membuat bukti pungut atau bukti potong berupa commercial invoice, order receipt, billing, atau dokumen lain yang sejenis, serta menyebutkan pemungutan PPN dan sudah dilakukan pembayaran.
Dalam hal pemberi barang atau penerima jasa bermaksud untuk mengkreditkan PPN yang dibayar sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pungut PPN, maka pembeli barang atau penerima jasa harus memberitahukan keterangan berupa nama dan NPWP kepada pemungut PPN PMSE agar dicantumkan dalam bukti pungut PPN.
Penyetoran PMSE
Pemungut PPN PMSE diwajibkan menyetorkan PPN yang telah dipungut untuk setiap Masa Pajak paling lama diterima oleh bank, pos persepsi, atau lembaga persepsi lainnya pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.
Penyetoran PPN yang telah dipungut dilakukan dengan menggunakan kode billing DJP secara elektronik ke kas negara melalui bank, pos persepsi, atau lembaga lainnya di Indonesia, ataupun melalui cara lain yang ditentukan oleh DJP.
Penyetoran PPN dilakukan dengan menggunakan mata uang Rupiah, Dolar Amerika Serikat, atau mata uang asing lainnya yang ditetapkan oleh DJP. Perlu diketahui, penyetoran PPN menggunakan Kode Akun Pajak 411219 dan Kode Jenis Setoran 111.
Pelaporan PMSE
Pemungut PPN PMSE diwajibkan melaporkan PPN yang telah dipungut dan disetor, secara triwulanan untuk periode 3 Masa Pajak, paling lama akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan berakhir.
Kemudian, Direktur Jenderal Pajak bisa meminta pemungut PMSE untuk menyampaikan laporan rincian transaksi PPN yang telah dipungut untuk setiap 1 periode tahun kalender.
Kurang/Lebih Setor PMSE
Jika dalam suatu Masa Pajak, jumlah PPN yang disetorkan kurang dari jumlah PPN yang seharusnya disetor, maka atas kekurangan PPN tersebut wajib disetorkan ke kas negara untuk Masa Pajak yang bersangkutan.
Sementara jika dalam suatu Masa Pajak, jumlah PPN yang disetorkan lebih dari jumlah PPN yang seharusnya disetor, maka selisihnya merupakan kelebihan PPN yang bisa dikompensasikan ke Masa Pajak kelebihan PPN ditemukan.
Baca juga Apa Itu Pemutihan Pajak?
Tabel Pokok-Pokok Perubahan PMSE
Berikut beberapa pokok perubahan dalam ketentuan PMSE:
| Substansi | PMK Nomor 48/PMK.03/2020 | PMK Nomor 60/PMK.03/2022 |
| Dasar hukum pembentukan | Pasal 6 ayat (13) huruf a Perppu-1/2020 | Pasal 44E ayat (2) huruf f UU KUP |
| Tarif PPN | 10% | 11% yang berlaku sejak 1 April 2020, dan 12 % yang mulai berlaku pada saat diberlakukannya penerapan tarif PPN Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN |
| Saat mulai berlaku | Tanggal 1 Juli 2020 | Tanggal 1 April 2022 |
| Pelaku usaha PMSE yang ditunjuk sebagai pemungut | Pedagang LN yang Penyedia Jasa LN yang melakukan transaksi dengan Pembeli Barang atau Penerima Jasa melalui Penyelenggara PMSE LN atau PPMSE DN, PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP Tidak Berwujud atau JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean tersebut bisa dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh Pedagang LN, Penyedia Jasa LN, PPMSE LN, atau PPMSE DN yang ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE. | Pedagang LN atau Penyedia Jasa LN melakukan transaksi dengan Pembeli Barang atau Penerima Jasa melalui Penyelenggara PMSE LN atau Penyelenggara PMSE DN, PPN yang terutang atas pemanfaatan BKP tidak berwujud JKP dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean tersebut bisa dipungut, disetorkan, dan dilaporkan oleh Pedagang LN, Penyedia Jasa LN, Penyelenggara PMSE LN, atau Penyelenggara PMSE DN yang a. ditunjuk sebagai Pemungut PPN PMSE serta menerbitkan commercial invoice, billing, order receipt, atau dokumen sejenis lainnya. |
Simulasi Perhitungan
Pada tanggal 6 April 2022 Tuan A yang merupakan Subjek Pajak Dalam Negeri memanfaatkan BKP tidak berwujud dari luar negeri melalui Penyelenggara PMSE senilai Rp 5.550.000. Penyelenggara PMSE luar negeri tersebut memenuhi persyaratan sesuai PER-12/PJ/2020 dan telah ditunjuk sebagai pemungut PMSE. Lantas, bagaimana pemungutan PPNnya?
Jawaban:
Tuan A membayar tagihan senilai Rp 5.550.000 (harga DPP ditambah dengan PPN 11%. Penyelenggara PMSE luar negeri memungut PPN sebesar Rp 5.550.000 (11% × Rp 5.550.000) atas transaksi penyerahan BKP tidak berwujud tersebut.
Kemudian, penyelenggara PMSE luar negeri menerbitkan commercial invoice, billing, order receipt, dan dokumen lain yang sejenis sebagai bukti pemungutan PPN.









