Apa Itu Bukti Potong PPh 23?

Sesuai dengan peraturan yang tertuang pada KEP-368/PJ/2020, mulai September 2020 bagi semua Wajib Pajak berkewajiban dalam membuat bukti pemotongan dan melaporkan SPT PPh Pasal 23/Pasal 26 secara elektronik melalui aplikasi bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 atau yang dikenal dengan Aplikasi E-Bupot PPh 23/26.

Namun, dengan terbitnya kembali peraturan pada PER-24/PJ/2021 yang dimana mewajibkan seluruh wajib pajak pemotong/pemungut PPh untuk membuat bukti potong/pungut Unifikasi dan menyampaikan SPT masa PPh Unifikasi yang berlaku mulai masa pajak April 2022. SPT Unifikasi tersebut mencakup atas PPh 23/26, PPh 4 ayat 2, PPh 15 dan PPh 22, sehingga untuk proses penerbitan bukti pemotongan pajak PPh 23/26 dapat diproses melalui PPh Unifikasi.

 

Apa Itu Bukti Potong PPh 23?

Bukti potong merupakan dokumen lain atau formulir yang diterbitkan atau dibuat oleh pemotong pajak yakni pengusaha kena pajak yang berfungsi sebagai bukti pemotongan. Pemotong pajak atau yang menerbitkan bukti potong tersebut adalah pihak yang memberikan penghasilan atas bunga, jasa, hadiah atau royalti, dan objek lainnya yang dikenakan PPh Pasal 23 sesuai dengan perundang-undangan perpajakan.

Bukti potong memiliki fungsi bagi wajib pajak, yang pertama fungsi bukti potong dari sisi penerima bukti potong adalah sebagai bukti bahwa PPhnya telah dipotong oleh pihak pemotong. Kedua, fungsi bukti potong dari sisi penerbit bukti potong yaitu sebagai bukti telah memungut dan menyetorkan pajak ke negara.

 

Pihak Penerbit Bukti Potong dan Pemotong PPh 23

Adapun, pihak yang menerbitkan bukti potong pajak penghasilan 23/26 dibagi menjadi 2 bentuk yaitu pemungut/pemotong PPh 23 berbentuk Badan dan Orang Pribadi. Pihak yang memotong PPh 23 berbentuk badan di antaranya:

  1. Badan pemerintah
  2. Subjek pajak badan dalam negeri
  3. Penyelenggara kegiatan
  4. Bentuk Usaha Tetap (BUT)
  5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Sedangkan, pihak yang memotong PPh 23 oleh orang pribadi di antaranya:

  1. Akuntan
  2. Arsitek
  3. Dokter
  4. Notaris
  5. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas
  6. Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

Bukti potong Pajak Penghasilan 23 dibuat atau diterbitkan oleh Wajib Pajak PKP maupun Non PKP pada saat pemungutan atas transaksi yang dikenakan pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Bukti potong yang diterbitkan tersebut wajib untuk diserahkan kepada pihak yang dipotong atau dipungut.

Baca juga Apa Itu Izin Pertambangan Rakyat?

Selanjutnya, pihak yang menerima bukti potong tersebut dapat mengkreditkan atau mengurangi PPh terhutang atas pelaporan PPh Badan. PPh 23 memiliki tarif yang dikenakan atas nilai dasar pengenaan pajak (DPP) dari jumlah penghasilan. Tarif yang dikenakan atas PPh 23 yakni 15% dan 2% dari penghasilan brutonya, tergantung dari objek pajaknya.

Jatuh tempo pembayaran adalah tanggal 10, pada masa pajak berikutnya. Jika jumlah PPh Nihil, maka tidak perlu membuat bukti potong. Namun, ada beberapa ketentuan meskipun PPh yang dipotong ataupun yang dipungut jumlahnya 0, maka tetap harus dibuatkan bukti potong, di antaranya adalah:

  • Adanya SKB, sehingga tidak ada PPh yang dipungut atau yang dipotong atau sejumlahnya 0
  • WP yang bertransaksi memiliki Surat Keterangan PP No. 23 Tahun 2018 yang terkonfirmasi
  • Atas pemotongan PPh Pasal 26 yang didasari oleh ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang ditunjukkan dengan adanya Surat Keterangan Domisili WP luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan
  • PPh yang ditanggung Pemerintah yang diatur sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Saat menerbitkan bukti pemotongan pajak, ada beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan diantaranya adalah:

  • Wajib mencantumkan NPWP atau NIK (Nomor Induk Kependudukan) jika tidak memiliki data NPWP
  • Mencantumkan keterangan jelas pada tanggal pengesahannya jika atas Surat Keterangan Domisili
  • Jika memiliki Surat Keterangan Bebas, wajib mencantumkan nomor dan tanggal
  • Mencantumkan tanda tangan elektronik yang terdapat pada sertifikat elektronik jika sudah resmi menggunakan e-bupot
  • Fasilitas PPh yang diberikan untuk pihak yang dipotong atau dipungut dan/atau disetor sendiri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.

 

Standar Penomoran Bukti Potong PPh 23

Saat menerbitkan atau membuat bukti potong pada SPT Unifikasi, untuk penomoran bukti pemotongannya sudah membentuk secara otomatis yang dimana nomor tersebut didapatkan langsung melalui penomoran DJP. Adapun, standar penomoran bukti pemotongan PPh 23 tersebut adalah:

  • Bukti Pemotongan terdiri dari 10 digit, 2 digit pertama adalah kode bukti pemotongan dan 8 digit kedua adalah Nomor Urut Bukti Pemotongan yang diterbitkan
  • Nomor Urut Bukti Pemotongan diberikan secara berurutan dalam 1 kalender (1 Januari sd 31 Desember) dimulai dari 00000001 hingga 99999999
  • Penomoran Bukti Pemotongan atas dokumen elektronik terpisah dengan formulir kertas
  • Nomor Bukti Pemotongan dibentuk dan dihasilkan secara otomatis oleh sistem
  • Nomor tidak berubah apabila terjadi pembetulan/pembatalan
  • Nomor dibuat per NPWP, sehingga tidak tersentralisasi.

Baca juga Apa Itu Pemungut Pajak?

 

Jenis Bukti Potong

Bukti potong (Bupot) elektronik memiliki 3 jenis bukti potong, yaitu bukti potong normal, bukti potong pembetulan, dan bukti potong pembatalan.

  • Bukti Pemotongan Normal

Bukti potong yang diterbitkan atau dibuat oleh pemotong pajak yakni Pengusaha Kena Pajak yang berfungsi sebagai bukti pemotongan. Bukti potong ini dibentuk atau dibuat pada SPT Normal.

  • Bukti Potong Pembetulan

Bukti potong akan berstatus pembetulan jika SPT sudah dilaporkan, kemudian atas bukti potong tersebut terdapat kekeliruan data yang mengharuskan terjadinya pembetulan data pada bukti potong tersebut.

  • Bukti Potong Pembatalan

Bukti potong pembatalan merupakan bukti potong yang dibuat pemotong/pemungut Pajak Penghasilan 23, kemudian terdapat pembatalan data transaksi yang mengharuskan data tersebut dibatalkan/dihapuskan dari SPT. Adapun, dalam membuat bukti potong pada SPT Unifikasi untuk PPh 23 bagi wajib pajak badan harus memenuhi syarat-syarat berikut ini:

  1. Wajib pajak melakukan pemotongan PPh Pasal 23/26 harus lebih dari 20 bukti pemotongan dalam satu masa pajak
  2. Wajib pajak telah menerbitkan bukti pemotongan dengan jumlah penghasilan bruto lebih dari Rp 100 juta
  3. Wajib pajak tentunya pernah menyampaikan SPT Masa elektronik yang terdaftar di KPP setempat
  4. Wajib pajak badan mempunyai e-FIN dan telah terdaftar di KPP
  5. Wajib pajak wajib mempunyai sertifikat elektronik jika ingin menyampaikan SPT Masa PPh 23/26.

Jika sudah memenuhi syarat-syarat untuk menerbitkan bukti potong, maka dapat dilanjutkan untuk memproses pembuatan bukti potongnya melalui penginputan pada SPT Unifikasi pada DJP Online, yaitu:

  1. Lakukan login pada DJP Online
  2. Masuk pada menu layanan Unifikasi
  3. Lakukan proses penginputan data atas transaksinya.

Selain melalui DJP Online, wajib pajak juga dapat memproses penginputan datanya melalui PJAP Pajakku. Apabila Anda ingin mengetahui lebih lanjut, silahkan hubungi marketing@pajakku.com