Yuk, Peringati Hari Dokter Nasional dengan Pahami Aturan Pajak Terbaru untuk Tenaga Medis!

Setiap tanggal 24 Oktober, Indonesia memperingati Hari Dokter Nasional sebagai bentuk apresiasi terhadap dedikasi para dokter yang tak henti memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.  

Di tengah pengabdian mereka, ada hal penting lainnya yang juga perlu dipahami oleh para tenaga medis, yakni kewajiban perpajakan. Layaknya pegawai kantoran, dokter juga dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). 

Tahun 2024 pun menjadi momen krusial bagi profesi dokter karena adanya aturan baru mengenai penghitungan PPh yang memengaruhi cara pemotongan pajak, mulai dari sistem pemotongan hingga cara pelaporan pajak tahunan. 

Ketentuan tersebut diatur dalam PP No. 58 Tahun 2023 dan PMK No. 168 Tahun 2023. Meski sempat menimbulkan pertanyaan di kalangan dokter, perubahan ini sebenarnya bertujuan untuk menciptakan sistem yang lebih sederhana dan transparan. 

Dasar Hukum dan Latar Belakang Perubahan 

Aturan baru ini merupakan tindak lanjut dari UU No. 7 Tahun 2021 (UU HPP). Melalui PP 58 Tahun 2023, pemerintah menyesuaikan tarif pemotongan PPh Pasal 21 atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi bukan pegawai, termasuk profesi dokter. 

Guna mengimplementasikan aturan tersebut, Menteri Keuangan pun menetapkan PMK No. 168 Tahun 2023 yang mulai berlaku 1 Januari 2024. Regulasi ini mengubah cara penghitungan pajak bagi profesi seperti dokter, konsultan, dan pengacara, yang sebelumnya dihitung secara kumulatif menjadi nonkumulatif

Baca Juga: Ribuan Dokter Protes Pajak Bruto ke Sri Mulyani, Ini Alasannya

Skema Regulasi Lama 

Sebelum 1 Januari 2024, penghitungan pajak bagi dokter dibedakan menjadi berkesinambungan dan tidak berkesinambungan

  • Dokter tidak berkesinambungan 
    Dipotong dengan rumus: PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17 x (50% x Penghasilan Bruto) 
  • Dokter berkesinambungan dengan NPWP dan hanya memiliki satu sumber penghasilan 
    Dipotong dengan rumus: PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17 x (50% x Penghasilan Bruto) – PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak) 
  • Dokter berkesinambungan tanpa NPWP atau memiliki penghasilan lain 
    Dipotong dengan rumus: PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17 x (50% x Penghasilan Bruto) 
    (dengan penghitungan kumulatif, yaitu menambah penghasilan bulan sebelumnya) 

Apa yang Berubah dalam Aturan Baru? 

Sebelum aturan ini berlaku, penghasilan dokter dihitung secara akumulatif setiap bulan. Semakin besar total penghasilan dalam setahun, maka semakin tinggi pula tarif progresif pajak yang dikenakan sesuai Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh

Namun, dalam skema baru, penghitungan pajak tidak lagi diakumulasikan. Setiap bulan, pajak dihitung berdasarkan penghasilan bruto tanpa menjumlahkan pendapatan dari bulan sebelumnya. Dengan sistem ini, tarif pajak yang diterapkan menjadi lebih stabil dan tidak meningkat seiring waktu

Menurut PMK 168/2023, dasar pengenaan pajak bagi bukan pegawai adalah 50% dari penghasilan bruto, dengan rumus sederhana sebagai berikut: 

PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17 x (50% x Penghasilan Bruto) 

Adapun tarif Pasal 17 yang berlaku, sesuai UU HPP, adalah: 

  • 5% : 0 – Rp60.000.000 
  • 15% : >Rp60.000.000 – Rp250.000.000 
  • 25% : >Rp250.000.000 – Rp500.000.000 
  • 30% : Rp500.000.000 – Rp5.000.000.000 
  • 35% : >Rp5.000.000.000 

Ilustrasi Kasus 

Sebagai contoh, dr. Budi Sp.B, seorang dokter spesialis bedah di Rumah Sakit ABC, menerima 80% dari jasa dokter setiap bulan setelah 20% dipotong oleh pihak rumah sakit.  

Dengan aturan lama, total PPh Pasal 21 yang dipotong sebesar Rp35.500.000. Namun, setelah berlakunya PP 58/2023 dan PMK 168/2023, jumlah pemotongan berubah menjadi Rp13.100.000, dengan selisih Rp22.400.000. 

Ketika dr. Budi melaporkan SPT Tahunan, nilai kurang bayar akan terlihat sebesar Rp22.400.000. Meski begitu, perubahan ini tidak berarti pajak dokter meningkat, karena total PPh terutang dalam setahun sebenarnya tetap sama. Hanya saja, porsi yang dipotong oleh rumah sakit lebih kecil, sehingga sisa pajak yang harus dibayar sendiri menjadi lebih besar. 

Baca Juga: Pajak Profesi: Pajak Pada Tenaga Medis (Dokter)

Alternatif untuk Mengelola Pembayaran Pajak 

Agar pembayaran pajak tetap terasa ringan, dokter dapat memilih beberapa alternatif berikut: 

  • Mengikuti sosialisasi perpajakan secara berkala. Dengan memahami sistem baru, dokter dapat mengantisipasi jumlah pajak yang akan dibayar dan menyiapkan dana lebih baik. 
  • Membayar angsuran Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25. Dokter bisa mencicil kekurangan pajak secara bulanan. Angsuran ini akan mengurangi beban pajak yang harus dibayar di akhir tahun. 
  • Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan keuangan. Dokter yang memiliki praktik mandiri dapat menghitung pajak berdasarkan penghasilan neto (bruto dikurangi biaya operasional), sehingga lebih akurat dan efisien. 

FAQ Seputar Aturan Pajak Dokter Terbaru 

1. Apakah tarif pajak bagi dokter berubah dengan adanya aturan baru ini? 

Tidak. Tarif pajak tetap mengikuti ketentuan dalam Pasal 17 UU Pajak Penghasilan. Yang berubah hanyalah cara penghitungan dan waktu pemotongan pajak, dari sistem akumulatif menjadi nonkumulatif per bulan. 

2. Apa manfaat utama dari sistem nonkumulatif bagi dokter? 

Pemotongan pajak bulanan menjadi lebih ringan sehingga penghasilan bersih setiap bulan lebih besar. Namun, wajib pajak tetap harus menghitung total kewajiban pajaknya di akhir tahun melalui SPT Tahunan. 

3. Apakah total pajak yang harus dibayar dokter akan berkurang? 

Tidak. Total pajak setahun tetap sama, tetapi beban pembayarannya bisa terasa berbeda karena potongan tiap bulan lebih kecil dan sisanya dibayarkan saat pelaporan SPT. 

4. Apa itu PPh Pasal 25 dan bagaimana cara kerjanya? 

PPh Pasal 25 adalah sistem angsuran pajak yang memungkinkan wajib pajak membayar kekurangan pajak secara bertahap setiap bulan. Dengan cara ini, beban pembayaran pajak di akhir tahun bisa berkurang. 

5. Apakah aturan ini berlaku bagi semua dokter? 

Ya, aturan ini berlaku bagi dokter yang menerima penghasilan dari jasa profesional, baik yang bekerja di rumah sakit, klinik, maupun yang memiliki praktik mandiri. 

Baca Juga Berita dan Artikel Pajakku Lainnya di Google News