Yuk, Kenali Indirect Tax: Definisi, Jenis, Tarif, Saat Terutang, dan Batas Pelaporan

Pajak adalah kontribusi wajib warga negara kepada negara yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dan digunakan negara sebesar-besarnya untuk kemakmuran masyarakat. Indirect tax atau pajak tidak langsung merupakan jenis pajak yang dikelompokkan ke dalam pajak yang dibayarkan Wajib Pajak berdasarkan cara pemungutannya. Mari kita pelajari lebih mendalam mengenai indirect tax mulai dari definisi, jenis, tarif, saat terutang, dan batas pelaporannya.

Definisi Indirect Tax 

Indirect tax (pajak tidak langsung) merupakan pajak yang dibebankan atau dialihkan kepada pihak lain. Dalam hal ini, Wajib Pajak memiliki wewenang agar pemungutan dan pembayaran pajaknya dapat diwakili kepada pihak lain.

Perlu diketahui juga bahwa jenis pemungutan yang berlaku dalam indirect tax bersifat tidak menentu yang artinya pengenaan pajak ini tidak dilakukan secara berkala, akan tetapi pengenaan pajak ini tergantung dari munculnya suatu kejadian atau suatu perbuatan yang dilakukan oleh individu atau badan.  Kita dapat mengambil contoh pajak bea masuk sebagai indirect tax dimana kewajiban membayar pajak bea masuk akan muncul jika suatu barang masuk ke daerah pabean. 

Jenis-Jenis Indirect Tax

Setelah mempelajari definisi indirect tax, berikut ini merupakan pajak-pajak yang termasuk ke dalam indirect tax (pajak tidak langsung):

1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan jenis indirect tax yang pajaknya dibebankan atas suatu transaksi jual-beli barang atau jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau badan yang telah terdaftar sebagai Pengusaha Kena Pajak. Dalam hal ini, pihak yang harus membayar PPN adalah pembeli/konsumen akhir, sedangkan pihak yang memungut, menyetor, dan melaporkan PPN adalah penjual/produsen.

Ketentuan yang membahas mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tertuang dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 yang kemudian diatur juga dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

2. Pajak Bea Masuk

Pajak bea masuk merupakan jenis indirect tax yang pajaknya dikenakan untuk barang-barang yang masuk ke daerah pabean atau yang lebih kita kenal dengan barang impor. Di Indonesia, pajak bea masuk ini dipungut oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Hal yang mempengaruhi pengenaan dan perhitungan pajak bea masuk ialah jenis dan kondisi barang impor tersebut.

Selain itu, ada juga bea masuk tambahan, yakni pungutan yang dikenakan untuk barang-barang tertentu atau impor tertentu. Adapun, jenis bea masuk tambahan di antaranya adalah bea masuk tindakan pengamanan, bea masuk imbalan, bea masuk anti-dumping, dan bea masuk pembalasan

Ketentuan yang membahas mengenai pajak bea masuk tertuang dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.

3. Pajak Ekspor

Pajak ekspor merupakan jenis indirect tax yang pajaknya dikenakan atas keluarnya barang-barang dari daerah pabean Indonesia ke luar negeri. Objek pajak ekspor dapat berupa Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP)

Ketentuan yang membahas mengenai pajak ekspor tertuang dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.010/2019.

Tarif Pajak Yang Berlaku

1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) ditetapkan sebesar 10% berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Kemudian, mulai tanggal 1 April 2022 sesuai dengan Undang Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) bahwa tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10% kemudian dinaikkan menjadi 11%.

Kebijakan menaikkan tarif PPN menjadi 11% ini dimaksudkan untuk menambah pemasukan negara akibat defisitnya APBN negara. Selain itu, kenaikan tarif PPN ini juga bertujuan membangun fondasi pajak yang kuat untuk perekonomian negara. Kemudian, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sendiri diperoleh dari tarif dikalikan dengan dasar pengenaan pajaknya.  

2. Tarif Pajak Bea Masuk

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menghitung nilai pabean atas barang impor adalah harga barang (cost), biaya asuransi (insurance), dan biaya angkut (freight) yang satuan kursnya adalah rupiah.

Terdapat dua metode perhitungan bea masuk yang dapat digunakan, yaitu tarif spesifik dan tarif ad valorem. Tarif spesifik dihitung dengan mengalikan jumlah satuan barang dengan tarif bea masuk, sedangkan dan tarif ad valorem adalah tarif yang dikenakan dengan menentukan persentase tertentu dari nilai pabean atas barang yang diimpor)

Pemerintah sendiri telah membuat rasionalisasi tarif menjadi kurang lebih 17,5% dengan rincian Bea Masuk sebesar 7,5%, PPN sebesar 10%; dan PPh sebesar 0%. Pemerintah juga telah menetapkan tarif Bea Masuk untuk tas 15%-20%, sepatu 25%-30%, produk tekstil 15%-25%, PPN 10%, dan PPh 7,5% – 10%.

3. Tarif Pajak Ekspor

Pengenaan pajak ekspor menggunakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tertuang pada Pasal 7 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 bahwa atas kegiatan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Barang Tidak Kena Pajak Tidak Berwujud, dan Jasa Kena Pajak dikenakan tarif sebesar 0%. Perhitungan pajaknya adalah tarif PPN dikalikan dengan dasar pengenaan pajak.

Namun, berdasarkan Peraturan Kementerian Keuangan (PMK) Nomor 32/PMK.010/2019 tentang Batasan Kegiatan Dan Jenis Jasa Kena Pajak Yang Atas Ekspornya Dikenai Pajak Pertambahan Nilai, menjelaskan jenis-jenis Jasa Kena Pajak dengan ketentuan lebih spesifik yang dikenakan tarif 0%. Jasa Kena Pajak ini diantaranya seperti jasa maklon, jasa perbaikan dan perawatan, jasa konstruksi, jasa teknologi informasi, dan jasa layanan interkoneksi dan penyelenggaraan satelit.

Saat Terutang dan Batas Pelaporan Pajak 

Saat terutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai salah satu pajak yang dikelompokkan ke dalam indirect tax (pajak tidak langsung) adalah pada saat penyerahan BKP, impor BKP, penyerahan JKP, pemanfaatan BKP Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean, pemanfaatan JKP dari luas Daerah Pabean, ekspor BKP Berwujud, ekspor BKP Tidak Berwujud, atau ekspor JKP. Batas pelaporan SPT Masa untuk PPN sendiri adalah akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Namun, apabila tanggal batas pelaporan jatuh pada hari libur atau hari libur nasional maka pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Kemudian, untuk pajak bea masuk terutang sejak tanggal Pemberitahuan Pabean atas Impor.

Kesimpulan 

Diberlakukannya indirect tax dalam dunia perpajakan bukan hanya untuk menambah pemasukan negara, namun juga menjaga dan mencegah kerugian atas transaksi impor dan ekspor di dunia industri serta sebesar-besarnya untuk kemakmuran seluruh rakyat.

Dengan mengetahui dan mempelajari indirect tax, kita akan terbantu dalam memahami dunia perpajakan terutama ketika melakukan penyetoran dan pelaporan pajak. Kita pun dapat memilah mana pajak yang dikenakan tarif lebih dari 0% dan mana pajak yang dikenakan tarif 0%. Apabila kita sebagai wajib pajak mengetahui peran dan kewajiban kita di dunia perpajakan, maka kita akan semakin bijak dalam membangun perekonomian negara.