Tak seluruh wajib pajak mengetahui dan memahami apa itu penagihan pajak. Hal tersebut mengakibatkan tagihan pajak yang diterima wajib pajak akan diabaikan. Padahal penagihan pajak tak sepatutnya dihiraukan sebab dapat dikenakan sanksi yang dapat berupa penyitaan, penyanderaan, hingga pelelangan. Oleh sebab itu, penting bagi wajib pajak untuk mengetahui hal-hal terkait penagihan pajak.
Penagihan pajak adalah rangkaian upaya yang dilakukan otoritas pajak dalam rangka agar penanggung pajak maupun wajib pajak melunasi utang pajak beserta dengan sanksi bunga dan biaya penagihan pajak. Penanggung pajak merupakan badan maupun orang pribadi yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak wajib pajak yang ditanggungnya.
Jenis Penagihan Pajak
Dalam penagihan pajak, terdapat 3 jenis penagihan, yaitu penagihan pasif, penagihan aktif, serta penagihan seketika dan sekaligus. Pertama, penagihan pasif adalah tahap ketika otoritas pajak menerbitkan surat yang menyebutkan jumlah pajak yang terutang beserta dengan sanksinya. Surat tersebut diantaranya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), SK Pembetulan, SK Keberatan dan Putusan Banding, serta Surat Tagihan Pajak (STP).
Selanjutnya yang kedua, penagihan aktif baru dapat dilaksanakan apabila telah diterbitkannya dasar penagihan pajak yang diterbitkan pada tahap penagihan pasif dimana dalam jangka waktu 1 bulan terhitung sejak surat diterbitkan dan wajib pajak belum memenuhi pembayaran pajaknya.
Pada tahapan ini, fiskus melakukan penyitaan maupun pelelangan. Penyitaan dan pelelangan dilakukan oleh fiskus bersama dengan jurusita. Jurusita adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang berupa penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, melaksanakan penyitaan dan penyanderaan berdasarkan surat perintah.
Tujuan dilakukannya penyitaan untuk memperoleh jaminan atas pajak terutang wajib pajak. Sementara itu, lelang dilakukan ketika wajib pajak tak kunjung melunasi utang pajaknya, dimana barang yang telah disita akan dilelang dengan tujuan untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan utang pajak dengan tetap memberikan perlindungan kepada wajib pajak.
Kemudian yang ketiga, penagihan seketika dan sekaligus yaitu tindakan penagihan yang dilakukan oleh jurusita terhadap penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran. Tujuan dilakukannya penagihan pajak seketika dan sekaligus yaitu untuk mencegah terjadinya pajak terutang yang tidak dapat ditagih. Namun, jika pada saat penagihan seketika dan sekaligus wajib pajak tidak dapat membayarnya, maka jurusita pajak akan menunggu hingga tanggal jatuh tempo.
Dasar Hukum Penagihan Pajak
Yang menjadi dasar hukum dari penagihan pajak dengan Surat Paksa adalah UU No. 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa, dimana UU tersebut mulai berlaku sejak tangal 23 Mei 1997. Kemudian, peraturan tersebut mengalami perubahan dan menjadi UU No. 19 Tahun 2000, yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001.
Baca juga: Suami Meninggal, Cek Aturan NPWP dan Tunggakan Pajaknya
Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Dalam penagihan pajak, wajib pajak memiliki hak dan kewajiban. Adapun, kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak antara lain:
- Wajib pajak berkewajiban melakukan pelunasan utang pajak sebelum jatuh tempo
- Wajib pajak berkewajiban berkomitmen dalam angsuran ataupun penundaan pembayaran pajak
- Wajib pajak berkewajiban agar bersifat kooperatif dalam tindakan penagihan pajak
- Wajib pajak dilarang melakukan tindakan yang melanggar UU Penagihan Pajak dengan Surat Paksa dalam Penagihan Pajak yang berakibat pada tindakan pidana, misalnya seperti memindahtangankan, menyembunyikan, menghilangkan, ataupun memindahkan hak atas barang yang disita.
Dalam hal telah memenuhi kewajibannya, wajib pajak pun juga dapat memperoleh haknya. Hak tersebut antara lain:
- Wajib pajak berhak mengajukan angsuran serta penundaan pembayaran utang pajak
- Wajib pajak berhak mengajukan permohonan pengurangan maupun penghapusan sanksi administrasi
- Untuk SKPKB/SKPKBT sejak tahun 2008 hingga sekarang yang tidak disetujui oleh wajib pajak pada saat pembahasan akhir pemeriksaan, penagihan pajak menjadi tertangguh
- Wajib pajak berhak mengajukan gugatan atas pelaksanaan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Surat Paksa, Pengumuman Lelang, Keputusan Pencegahan dalam rangka Penagihan Pajak ke Pengadilan Negeri
- Wajib pajak berhak mengajukan gugatan atas pelaksanaan penyanderaan ke Pengadilan Negeri
- Wajib pajak dapat mengajukan sanggahan atas objek sita.
Baca juga: Penyebab Sengketa Pajak dan Pencegahannya, Pelajari Di Sini!
Kadaluarsa Penagihan Pajak
Terhadap wajib pajak, DJP memiliki jangka waktu 5 tahun dalam melaksanakan Penagihan Pajak yang terhitung mulai saat diterbitkannya dasar penagihan pajak. Jika telah lebih dari 5 tahun, penagihan pajak tidak dapat lagi dilakukan sebab hak penagihan terhadap utang pajak dianggap telah gugur. Namun, hal tersebut dapat tertangguh atau melampaui 5 tahun jika dalam kondisi:
- Diterbitkan Surat Paksa
- Adanya pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti wajib pajak yang mengajukan permohonan pengangsuran ataupun penundaan pelunasan pajak
- Diterbitkannya SKPKB atau SKPKBT jika wajib pajak melakukan tindakan pidana perpajakan dan tindakan pidana lainnya yang merugikan pendapatan Negara
- Dilakukannya penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.









