Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menilai bahwa potensi dari pajak pertambahan nilai yang didapatkan dari produk digital yang berada di Indonesia akan mencapai sekitar Rp 10 triliun. Hal tersebut diikuti oleh nilai dari transaksi produk digital yang ada di Indonesia yang berada pada kisaran Rp 110 triliun. Penarikan pajak pertambahan nilai terhadap produk digital yang ada di Indonesia terdapat di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 Tahun 2020. Peraturan tersebut juga merupakan sebuah turunan dari Perppu Nomor 1 Tahun 2020.
Anggota Komisi XI DPR, Indah Kurnia, memberikan pendapat bahwa penarikan PPN pada jenis barang dan jasa digital sebagai sebuah upaya untuk pemenuhan pembiayaan yang bagi pemerintah dibutuhkan untuk memberikan penanganan dalam menangani dampak dari corona virus disease 2019 atau yang lebih dikenal dengan covid-19. Anggota Komisi XI DPR Indah Kurnia juga memberikan penjelasan bahwa defisit fiskal mengalami pelebaran menjadi berada pada level 6,34 persen atau setara dengan Rp 1.039,2 triliun pada produk domestik bruto. Adapun penyebab dari terjadinya defisit fiskal yang semakin melebar adalah dikarenakan terjadinya perubahan pada anggaran belanja yang semakin membesar hingga mencapai pada angka Rp 2.738,4 triliun dengan keadaan dimana pendapatan mengalami penurunan menjadi berada pada angka Rp 1.699,1 triliun.
Sebelumnya, pemerintah sudah melakukan penetapan pada pemungutan pajak pertambahan nilai dari penjualan barang dan jasa digital oleh penjual yang dilakukan oleh pedagang atau penyedia jasa luar negeri secara langsung ataupun secara tidak langsung dengan melalui marketplace. Dengan adanya ketentuan seperti demikian, maka produk digital seperti langganan streaming musik, streaming film, aplikasi dan permainan digital, juga jasa online yang berasal dari luar negeri akan diberikan perlakuan yang sama seperti halnya berbagai produk konvensional yang dikonsumsi oleh masyarakat secara harian yang dikenai pajak pertambahan nilai, juga produk digital yang dijual oleh para pelaku usaha dari dalam negeri.
Menyangkut tentang pemungutan pajak pertambahan nilai pada barang digital. Dapat dikatakan bahwa pemungutan pajak pertambahan nilai tersebut dinilai sulit untuk dilakukan pengimplementasian. Pemerintah Indonesia akan mulai melakukan penarikan pajak pertambahan nilai dengan besaran 10 persen dimulai dari tanggal 1 Juli 2020. Akademisi Fakultas Hukum UGM, Adrianto Dwi memberikan sebuah pernyataan bahwa penyebab dari sulitnya proses penarikan pajak pertambahan nilai tersebut terjadi lantaran perusahaan digital yang dikenakan pajak tidak berada di Indonesia. Adrianto Dwi berpendapat bahwa penarikan pajak digital tersebut menggunakan skema baru. Sehingga nantinya pihak Direktorat Jenderal Pajak menetapkan perusahaan dengan basis digital asal luar negeri sebagai pemungut, penyetor, dan pelapor pajak pertambahan nilai dari barang dan jasa yang diperjual belikan oleh perusahaan tersebut.









