Spanyol adalah negara dengan ekonomi kapitalis yang memiliki posisi terbesar ke-14 di dunia dan posisi terbesar ke-5 di Uni Eropa. Salah satu sumber pemasukan negara tersebut adalah melalui pariwisata. Adapun datanya, pada tahun 2017, Spanyol adalah negara paling banyak kedua yang dikunjungi di dunia. Dengan terjadinya corona virus disease 2019 atau yang lebih dikenal dengan covid-19, Spanyol terpaksa melakukan lockdown sebagai sebuah upaya untuk memutus rantai penularan corona virus disease 2019 atau covid-19.
Dengan mulai terkendalinya pandemi tersebut secara perlahan-lahan, Spanyol memiliki rencana untuk meringankan lockdown yang sedang berlangsung di negara tersebut, seusai penamahan kasus corona virus disease 2019 mulai menurun. Perdana Menteri Spanyol, Pedro Sanchez mengatakan bahwa Spanyol akan kembali membuka pariwisata per tanggal 1 Juli 2020 mendatang. Pada waktu yang bersamaan, pemerintah Spanyol secara resmi akan melepaskan kebijakan karantina selama 14 hari untuk para wisatawan mancanegara. Untuk membuat keamanan dan kenyamanan terjaga untuk para wisatawan, walaupun adanya kebijakan untuk meringankan lockdown, Spanyol akan melakukan penerapan peraturan keamanan yang sangat ketat di setiap destinasi wisata.
Terlepas dari pariwisata, walaupun mendapatkan ancaman retaliasi yang berasal dari Amerika Serikat, Spanyol mulai melakukan penyusunan pada rancangan undang-undang untuk memberlakukan pengenaan pajak penghasilan terhadap perusahaan digital raksasa dengan tarif sebesar 3 persen. Menteri Anggaran Maria Jesus Montero mengatakan bahwa pajak yang sebesar 3 persen tersebut direncanakan untuk dikenakan kepada para perusahaan digital raksasa seperti contohnya adalah Facebook, Amazon, Apple, dan Google yang menggarap penghasilan sebesar kisaran 1 miliar Euro atau setara dengan Rp 15,9 triliun di seluruh bagian bumi.
Jika rancangan tersebut disetujui, RUU tersebut akan melakukan penerapan pungutan sebesar 3 persen dari pendapatan perusahaan digital yang didapatkan dari para pelanggannya yang berasal dari Spanyol. Adapun pengesahannya, RUU tersebut akan membutuhkan waktu dengan kisaran selama 3 sampai dengan 4 bulan untuk membuat RUU tersebut menjadi sebuah undang-undang resmi Spanyol. Rancangan undang-undang tersebut memberikan sebuah ambang batas pendapatan raksasa digital yang terkena pajak, adapun jumlah nya adalah sebesar 750 juta euro secara global dan 3 juta euro di negara tersebut. Kebijakan dalam penerapan pajak tersebut memiliki arah yang sama dengan proposal milik Uni Eropa yang terkait dengan pajak digital.
Langkah Spanyol untuk melakukan penerapan pajak digital tersebut diambil dengan mengikuti langkah salah satu negara Uni Eropa yaitu Prancis yang telah secara berhasil meloloskan rencana untuk melakukan penerapan pajak pada layanan digital dengan tarif sebesar 3 persen yang direncanakan akan dilakukan penerapannya pada tahun 2020 ini, tanpa terikat dengan tercapai atau tidaknya konsensus di OECD. Padal awalnya, Prancis merencanakan pajak pada layanan digital tersebut untuk berlaku pada tahun 2019, Namun rencana tersebut ditunda sampai dengan akhir tahun 2020 ini setelah presiden Amerika Serikat Donald J. Trump memberikan ancaman pengenaan tarif barang-barang impor asal Prancis senilai US$ 2,4 miliar.









