Masa pelaporan SPT Tahunan kali ini, bersamaan dengan penyelenggaraan Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Selaras dengan prinsipnya self-assessment, keduanya mengedepankan kesediaan tiap wajib pajak. Dalam konteks dinamika pajak, di era transparansi, keduanya dilihat sebagai kesempatan bagi wajib pajak. Terlebih, dalam era transparansi pajak pun, ruang bagi wajib pajak untuk tidak mematuhi akan semakin sempit.
Seperti yang diketahui, otoritas pajak sudah mendapatkan cukup banyak akses data dan informasi dari pihak ketika. Artinya, terdapat data dan informasi yang jelas untuk tetap memainkan peran penting. Ditambah pula dengan pemanfaatan teknologi informasi oleh Ditjen Pajak (DJP) dalam pengolahannya.
Dapat dipahami kepatuhan terhadap kewajiban pajak, termasuk aspek formal terkait dengan pelaporan SPT. Hal ini dapat menjadi krusial, mengingat kepatuhan pelaporan memiliki hubungan timbal balik dengan kepatuhan pembayaran. Tidak dipungkiri pula, bukti pengelolaan penerimaan pajak yang kredibel dan kepatuhan secara sukarela perlu didukung dengan kemudahan prosedur. Jangan sampai perilaku kepatuhan wajib pajak, dikarenakan terpaksa atas temuan ketidakpatuhan. Salah satu permasalahan perpajakan di Indonesia ialah rendahnya penerimaan pajak yang mengartikan tingkat kepatuhan pajak Indonesia masih jauh dibandingkan negara-negara tetangga.
Definisi Simplifikasi Pelaporan
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo meyakini, salah satu masalah yang membuat wajib pajak menolak menjalankan kewajibannya ialah prosedur yang terlalu rumit dan masalah lemahnya penegakan hukum pengemplang pajak.
Yustinus menjelaskan simplifikasi adalah reformasi masalah perpajakan di negara-negara berkembang, khususnya Indonesia. Ia menegaskan dalam membangun kesukarelaan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya, dibutuhkan aturan hukum yang jelas serta tidak remang-remang sehingga menimbulkan ketidakpastian. Aturan tersebut pun perlu dilakukan secara konsisten.
Sejauh ini perlu diapresiasi berbagai upaya dalam pemberian kemudahan yang dilakukan DJP untuk wajib pajak. Dalam payung besar reformasi perpajakan, otoritas telah mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi untuk melakukan simplifikasi prosedur.
Simplifikasi sistem pelaporan SPT Tahunan menggunakan sistem elektronik telah berlangsung selama 2 dekade. Pelaporan SPT Tahunan sistem elektronik sudah dirintis DJP sejak 18 tahun lalu, tepatnya di tahun 2004, melalui layanan e-filing melalui application service provider (ASP).
Tahun 2008, otoritas meluncurkan aplikasi e-SPT. Pembaruan tersebut dilakukan sampai tahun 2014, dimana akhirnya DJP meluncurkan e-filing yang dapat diakses langsung di laman resmi DJP (pajak.go.id). tahun 2017, DJP meluncurkan layanan e-form.
Kini, saluran pelaporan SPT melalui aplikasi e-SPT (SPT elektronik dalam bentuk .csv) ditutup bertahap mulai 28 Februari 2022. Efisiensi dan kualitas data perpajakan ini menjadi tujuan, dimana sebelumnya disampaikan pengumuman terdapat sejumlah wajib pajak yang mengeluhkan kendala penggunaan e-SPT.
Definisi Transparansi Pelaporan
Penerimaan pajak tentu menjadi tantangan tersendiri. Tantangan itu dapat berwujud lemahnya administrasi perpajakan, minimnya kontribusi sektor penyumbang penerimaan, hingga rendahnya kepatuhan wajib pajak. Perbaikan transparansi diyakini dapat memperkuat keuangan publik. Secara prinsip, international tax transparency standards menjadi acuan negara dengan tujuan mengungkap struktur pajak secara institusional dan memastikan informasi pajak merefleksikan besaran aset dan aktivitas wajib pajak.
Hal yang terkait dengan transparansi perpajakan di antaranya ialah pertama, transparansi sistem keuangan dan kaitannya dengan perpajakan. Kedua, digitalisasi dengan menjaga kerahasiaan dan privasi data wajib pajak pada saat transparansi keuangan. Ketiga, pertukaran informasi melalui pelaksanaan tax transparency and exchange of information (Eol). Keempat, efektivitas administrasi perpajakan. Kelima, kepatuhan wajib pajak. Pelaporan secara transparan tentu bisa meningkatkan kepatuhan melalui proses peradilan yang kredibel.
Indonesia merupakan salah satu negara yang telah menjalani transparansi perpajakan. Dari data AEol, tahun 2018 diketahui saldo rekening basis pajak berpotensi senilai Rp2.742 triliun (inbound) dan Rp3.674 triliun (domestik). Dari saldo tersebut pun, telah dipetakan potensi penghasilan inbound senilai Rp683 triliun. Wujudnya dapat berbagai bentuk, seperti dividen, bunga, penjualan, dan penghasilan lain. Penghasilan inbound adalah basis penghasilan yang menjadi hak pemajakan atas subjek pajak luar negeri bagi pemerintah Indonesia.
Dengan data tersebut, dapat dilihat data yang telah terklarifikasi dalam SPT ialah Rp 7 triliun atau 6.055 wajib pajak, sementara, data yang sedang diklarifikasi kepada wajib pajak sebesar Rp676 triliun atau 50.095 wajib pajak. Dari sisi administrasi, manfaat transparansi dapat dilihat dengan kenaikan kepatuhan wajib pajak dalam melaporkan SPT. Tahun 2021, sosialisasi masif dan digitalisasi membuat peningkatan jumlah wajib pajak mencapai 49,82 juta dengan peningkatan 105,9%.
Implementasi transparansi pada sistem perpajakan memberikan hasil nyata dalam penerimaan negara dan peningkatan kepatuhan wajib pajak. Namun, memang masih diperlukan partisipasi warga sebagai unsur transparansi dalam menunjang penerimaan perpajakan.
Keterbukaan Informasi
Staf Ahli Kementerian Keuangan bidang Kepatuhan Pajak Suryo Utomo memaparkan, pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau Automatic Exchange of Financial Account Information/ AEOI disepakati oleh negara-negara G20 berdasarkan common reporting standard (CSR) tahun 2017.
Indonesia turut berkomitmen dengan negara lain dalam menerapkan keterbukaan informasi. Setidaknya terdapat 50 negara yang melakukan pertukaran di tahun 2017. Tahun 2018, Indonesia dan 49 negara lainnya merencanakan untuk memulainya. Ia menegaskan aturan tersebut digunakan untuk kepentingan perpajakan. Pemerintah atau DJP wajib melindungi keamanan dan kerahasiaan data nasabah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, serta tidak semua data nasabah wajib untuk dilaporkan secara otomatis karena ada penerapan batasan.
Suryo juga menjelaskan, pihaknya ingin membangun kepercayaan berbagai pihak untuk menciptakan kesukarelaan wajib pajak. Hal ini dapat dimulai dari rekonsiliasi melalui pengampunan pajak dan keterbukaan informasi kedepannya. Bagi yang mengikuti pengampunan pajak di tahun 2016 harus terus memperbaiki laporannya, jika belum mengikuti UU yang mengatur, DJP dapat melakukan pemeriksaan dengan data yang konkret.
Transparansi Pajak Melalui Presidensi G20
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Indonesia sebagai Presidensi G20, berlangsung pertemuan Asia Initiative, dengan tema ‘Sustaining the Recovery through Enhanced Tax Transparency’. Di dalamnya terdapat pemimpin otoritas pajak dari 5 negara Asia anggota G20 dan perwakilan dari pemimpin otoritas pajak dari 13 negara Asia anggota Global Forum, Global foum on Transparency and Exchange Information for Tax Purposes (Global Forum), World Bank, dan beberapa lembaga internasional seperti Asian Development Bank (ADB), serta Study Group on Asian Tax Administration and Research (SGATAR).
Di dalamnya dijelaskan pengakselerasian mobilisasi pendapatan domestik dalam rangka masa pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Dicanangkan ajakan kepada negara-negara di Asia untuk bergabung dalam Asia Initiative untuk mendapatkan manfaat dari kerja sama di bidang transparansi perpajakan dan EOI.
Di tengah dinamika global yang mengehendaki adanya pertukaran data keuangan dan transparansi seperti yang disepakati oleh negara-negara G20, maka penting untuk membangun kesadaran wajib pajak dan secara sukarela melaksanakan kewajibannya. Disadari Covid-19 telah menyebabkan dampak signifikan terhadap perekonomian, dimana berdampak pula pada angga pemerintah terutama peningkatan belanja, sementara itu pendapatan mengalami kontraksi. Maka dari itu, transparansi perpajakan membantu memastikan ketahanan mobilisasi pendapatan domestik selama periode pemulihan ini, terutama saat kita menghadapi banyak aktivitas ilegal karna harga komoditas tinggi secara global.
Menkeu juga menjelaskan bahwa Presidensi G20 mendatang akan membahas lebih detil mengenai inisiatif regional, seperti penghindaran pajak dan aliran keuangan illegal. Menkeu menyambut positif Asia Initiative sebagai upaya mencapai transparansi pajak inklusif. Inisiatif regional ini akan meningkatkan kapasitas negara anggota untuk terlibat aktif dalam transparansi pajak.
Simplifikasi melalui Reformasi Perpajakan
Simplifikasi atau penyederhanaan peraturan perpajakan ini dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari biaya administrasi pemungutan pajak bagi otoritas pajak hingga mengurangi biaya kepatuhan wajib pajak. Salah satu pengamat perpajakan dari Danny Darussalam Tax Center, menjelaskan rumus keberhasilan reformasi pajak ialah melalui upaya penyederhanaan atau simplifikasi peraturan perpajakan. Sehingga arah perpajakan ialah bagaimana meletakkan kerangka dasar reformasi perpajakan.
Sebelumnya, pemerintah membentuk tim reformasi perpajakan dan tim penguatan reformasi kepabeanan dan cukai agar institusi bea dan cukai lebih efektif dalam mengawal penerimaan negara dan melayani dengan tingkat integritas yang tinggi. Tim ini memiliki fungsi dalam mempersiapkan dan mendukung pelaksanaan dan penguatan reformasi mencakup aspek organisasi, penganggaran, peraturan perundang-undangan, sumber daya manusia, infrastruktur, basis data, proses bisnis dan teknologi informasi. Tim ini pun diharapkan berguna untuk meningkatkan kepatuhan dan kepercayaan wajib pajak.
Namun, reformasi pajak di Indonesia sebaiknya dilakukan dengan menciptakan desain ulang sistem pajak agar menjamin kesinambungan penerimaan dan meminimalkan sengketa. Paradigma baru tersebut pun disyaratkan terdapat hubungan yang dibangun atas adanya transparansi, partisipasi, saling percaya, keterbukaan, dan saling memahami. Dengan demikian, isu pajak yang berpotensi menjadi sengketa dapat diidentifikasi dan didiskusikan terlebih dahulu.









