Penerimaan negara terus mengalami kontraksi akibat pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). Belanja negara pun perlu ditambahkan demi menjalankan program pemulihan ekonomi nasional (PEN). Negara perlu memulihkan penerimaan. Adapun salah satu cara dalam memulihkan penerimaan negara melalui penerimaan pajak.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) harus melakukan pengumpulan penerimaan pajak dan perlu memberikan dukungan atau bantuan kepada wajib pajak (WP) yang diberikan dalam bentuk insentif pajak guna bertahan menghadapi pandemi Covid-19. Oleh karena itu, DJP akan melakukan reformasi terhadap kinerja mereka dalam menanggulangi kondisi tersebut.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers yang diadakan secara virtual pada Kamis (24/12/2020) menyampaikan reformasi yang akan diterapkan DJP terhadap cara kerja mereka di tengah pandemi Covid-19.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa terdapat reformasi yang akan dilakukan yaitu pengembangan pada aplikasi perpajakan, terus melakukan analisa secara detail terhadap kegiatan ekonomi, dan mencari cara dalam mengumpulkan penerimaan negara dari kegiatan ekonomi yang masih bertahan dan berjalan.
Pada layanan aplikasi perpajakan, DJP melakukan beberapa inovasi seperti layanan digital 3C (Click, Call, dan Counter). Layanan tersebut akan dijalankan sampai dengan akhir tahun 2020, layanan tersebut sudah disediakan pada 46 pelayanan digital secara otomatis dan empat layanan back office.
DJP juga masih perlu mempersiapkan banyak hal demi menyelesaikan peraturan atau legislasi sebagai turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 dan Undang-Undang Bea Materai, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2020.
Sri Mulyani kembali menerangkan bahwa terdapat banyak pihak dengan urusan perpajakan. Oleh karena itu, reformasi tersebut tentunya memerlukan waktu yang cukup lama demi mematangkan perubahan cara kerja DJP.
Bagaimanapun juga, DJP harus mengumpulkan pajak, memberikan insentif pajak terhadap pihak yang terdampak Covid-19, melakukan perbaikan layanan perpajakan online, melakukan transformasi layanan tatap muka (offline) menjadi layanan digital (online), serta mempersiapkan hal-hal lain dari sisi legislasi.
Dengan demikian, DJP akan melakukan transformasi struktural yang termasuk dari pembentukan kantor pelayanan perpajakan madya (KPP Madya) yang kini ditambah menjadi 18 untuk tetap dapat memberikan pelayanan dan pengawasan yang lebih baik kepada WP.
Dikutip dari laman website resmi Kementerian Keuangan kemenkeu.go.id pada Senin (18/01/2021), Sri Mulyani selaku Menteri Keuangan menyampaikan bahwa Indonesia masih memiliki tax gap yang besar. Artinya, pemerintah masih memiliki peluang dalam mengumpulkan pajak yang belum dikumpulkan otoritas penerimaan pajak.
Sekedar informasi, tax gap adalah selisih antara penerimaan pajak yang didapatkan dengan penerimaan pajak yang seharusnya dapat diperoleh. Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besaran penerimaan seperti kapasitas otoritas pajak, kondisi ekonomi, dan struktur demografi.
Melalui perhitungan tax gap, dapat melihat lebih spesifik pada potensi penerimaan yang belum tergali dari sektor ekonomi, jenis pajak, atau bahkan karakteristik WP.









