Selebriti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah orang yang terkenal atau mahsyur (biasanya tentang artis). Mikro menurut KBBI adalah kecil; tipis; sempit. Maka selebriti mikro bisa didefinisikan sebagai orang yang terkenal dalam lingkungan yang lebih sempit. Media sosial menjadi salah satu media bagi selebriti mikro untuk mengekspos karya atau konten agar menarik perhatian netizen dan menaikkan popularitas.
Selebriti mikro lebih mengecil maknanya dibanding selebriti pada umumnya. Selebriti mikro tidak diharuskan mengikuti casting film untuk memainkan peran di film, tetapi mereka dapat mengatur sendiri isi konten di akun media sosial. Konten tersebut kebanyakan produk komersial yang diunggah di media sosial dengan tujuan mendapatkan keuntungan.
Seseorang yang menjadi selebgram terkenal yang mampu menarik perhatian masyarakat akan mampu menarik perhatian para penjual barang-barang seperti penjual kosmetik, pakaian, makanan, dan lain-lain. Para penjual tertarik untuk mempercayakan barang-barang mereka untuk dipromosikan oleh endorser agar menjadi terkenal dan menambah pemasukan pembelian.
Oleh karena itu, penjual barang-barang tersebut rela merogoh uang yang banyak sesuai dengan tarif yang diletakkan oleh para endorser. Kesempatan ini tidak mereka sia-siakan, mereka gunakan untuk meraup keuntungan lebih. Mereka membuat sebuah video atau foto dengan caption yang menarik perhatian netizen untuk mempromosikan barang-barang yang diminta oleh sang penjual dengan sangat menarik. Lalu, hasil video atau foto tersebut akan diunggah di akun Instagram mereka. Selebgram tersebut akan disebut sebagai endorser.
Dalam praktiknya, sebagai endorser seperti Raffi Ahmad dan Nagita Slavina dapat meraup keuntungan kurang lebih 20 juta untuk sekali promosi. Contoh lainnya adalah Zaskia Addya Mecca mematok harga 6 juta untuk sekali posting di akunnya. Contoh lainnya lagi ialah Awkarin yang mematok harga 1 juta untuk sekali mempromosikan barang.
Untuk jangka waktu sebulan mereka dapat mengunggah berkali-kali tergantung kesanggupan mereka dalam mempromosikan barang. Sehingga, penghasilan mereka bisa hingga puluhan juta. Hal ini membuat mereka sebagai endorser mendapatkan keuntungan yang sangat besar dalam peningkatan pendapatan.
Namun, ada kesalahan yang belum diterapkan di Indonesia. Kesalahan tersebut adalah belum adanya penerapan aturan pajak khusus untuk selebriti Instagram ini. Padahal mereka memanfaatkan media sosial baru ini sebagai ladang mencari uang dan dapat meraup keuntungan lebih besar dari pada pekerjaan kantoran.
Alasan lainnya adalah sesuai dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 pasal 7 ayat 1 tentang pajak penghasilan yang pada intinya, bahwa penghasilan tidak kena pajak pertahun adalah dibawah Rp15.840.000. Maka sudah jelas para endorser yang memiliki penghasilan di atas peraturan yang sudah berlaku harus membayar pajak.
Sekarang, pemerintah belum membuat peraturan khusus atau bersikap tegas kepada para endorser. Pemerintah yang sudah terbiasa menghadapi bisnis yang mempunyai kontak fisik sudah seharusnya memiliki cara jitu dan cara baru untuk mengawasi para endorser karena yang mereka pakai untuk berpenghasilan adalah cara yang baru.
Mereka menggunakan media sosial. Medan yang digunakan bukan lagi di dunia nyata namun di dunia maya. Pemerintah masih belum bertindak apapun dan hanya mengharapkan kesadaran diri masing-masing (self assessment system) untuk melaporkan penghasilan mereka kepada badan pemerintahan yang terkait. Alhasil, timbul kelalaian dari para endorser yang berperilaku tidak ingin membayarkan pajak.
Padahal, menurut Direktur Potensi Kepatuhan dan Penerimaan Pajak Kemenkeu, Yon Arsal, pemerintah bisa mendapatkan pemasukan hingga 1,2 miliar dollar AS atau setara Rp15,6 triliun jika bisa menarik pajak dari kegiatan di media sosial tersebut. Potensi dari para endorser ini dapat menambah pemasukan pajak Indonesia.
Seperti yang dikatakan oleh Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, “Penghasilan pajak dari Rp1 triliun yang sama dengan membangun 3.541 meter jembatan, atau membangun 155 km jalan, 52.631 ha sawah, 11.900 rumah prajurit, bantuan 306 ribu ton pupuk kepada petani, hingga gaji 10.000 Polri dalam setahun”.
Maka, sudah seharusnya pemerintah sadar akan peluang ini agar pendapatan yang seharusnya dapat membantu negara tidak disia-siakan begitu saja. Pendapatan pajak ini akan sangat membantu pembangunan di berbagai sektor untuk Indonesia.
Para endorser untuk sementara waktu juga seharusnya memiliki kesadaran dalam diri masing-masing agar dapat memajukan negara ini. Dengan melakukan pembayaran terhadap pajak, kita dapat mempermudah negara ini menyelesaikan berbagai masalah.
Disclaimer:
Artikel ini merupakan karya peserta pelatihan simulasi pajak hasil kerjasama Politeknik Negeri Bali dengan PT Mitra Pajakku. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
Informasi ini BUKAN merupakan saran atau konsultasi perpajakan. Segala aturan yang terkutip dalam artikel ini sangat mungkin ada pembaharuan dari otoritas terkait. Pajakku tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul akibat adanya keterlambatan atau kesalahan dalam memperbarui informasi dalam artikel ini.









