Sekolah dan Yayasan Pendidikan, Apakah Juga Perlu NPWP?

Pendirian yayasan pendidikan yakni untuk mencapai tujuan mendidikan generasi muda agar tidak tertinggal dan dapat berpikir maju. Yayasan adalah suatu badan hukum yang memiliki tujuan pada bidang sosial yakni keagamaan dan kemanusiaan.

Yayasan pendidikan termasuk dalam sebuah badan hukum nirlaba dimana transaksi keuangannya tidak terlepas dari aspek perpajakan, misal aliran uang yang masuk ke yayasan pendidikan seperti dana swadana, dana dari pemerintah, atau sumber dana lainnya. Selain ada dana yang masuk, tentu ada juga dana keluar yang biasanya digunakan untuk belanja barang, belanja jasa, belanja modal, maupun untuk belanja pegawai.  

 

Rencana Kebijakan Pemerintah Memungut PPN Jasa Pendidikan

Wajib Pajak Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan atau sekolah secara umum memiliki kewajiban sebagai berikut: 

Badan hukum nirlaba seperti yayasan yang bergerak di bidang pendidikan. wajib mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan menjadi Wajib Pajak Badan, jika sudah memenuhi syarat subjektif dan objektif perpajakan.

Setiap yayasan pendidikan yang berupa organisasi nirlaba diharuskan mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk dicatat sebagai Wajib Pajak dan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Kemudian, dalam menjalankan kewajiban perpajakan yayasan sekolah atau pendidikan, harus dilakukan penghitungan dan pelaporan pajak terutang berupa Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dan PPh Pasal 29. Sedangkan, untuk pemotongan dan pemungutan pajak (withholding tax) terutang akan didasarkan pada pajak penghasilan (PPh) pasal 21, pasal 22, serta pasal 23. 

 Baca juga Sri Mulyani Soroti Pendidikan Pajak, Ini Katanya

Aspek Perpajakan Yayasan Pendidikan 

Dalam pajak yayasan pendidikan, ada sejumlah aspek pajak yang perlu diperhatikan. Berikut ini merupakan aspek-aspek perpajakan yang perlu kalian ketahui tentang yayasan pendidikan : 

  1. Wajib pajak mempunyai kewajiban potong, setor, dan lapor Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 atas kegiatan yang merupakan objek pajak PPh 21 seperti gaji guru dan karyawan lainnya, serta PPh Pasal 21 atas jasa pembangunan gedung yayasan pendidikan tersebut, dsb
  2. Wajib pajak memiliki kewajiban untuk potong, setor, dan lapor PPh final Pasal 4 ayat 2 atas kegiatan pembangunan gedung yang dilaksanakan kontraktor maupun pihak lain atas semua kegiatan jasa konstruksi lain
  3. Wajib pajak memiliki kewajiban setor dan lapor SPT Tahunan PPh Badan atas sisa lebih atau laba yayasan yang asalnya dari objek pajak bila setelah dalam jangka waktu 4 tahun tidak dipakai untuk kebutuhan pembangunan gedung dan sarana-prasarana yayasan pendidikan 
  4. Wajib pajak tidak memiliki kewajiban setor PPh Pasal 29 SPT Tahunan PPh Badan apbila dalam jangka waktu 4 tahun sisa laba yayasan pendidikan dipakai untuk membuat pembangunan gedung dan sarana-prasarana. Namun, wajib pajak berkewajiban melakukan pelaporan SPT Tahunan PPh Badan Nihil
  5. Wajib pajak memiliki kewajiban potong, setor, dan lapor PPh Pasal 23 atas kegiatan yang memang termasuk objek PPh Pasal 23. Misalnya sewa kendaraan, jasa katering, jasa konstruksi, dan jasa lain objek PPh Pasal 23 lainnya
  6. Wajib pajak memiliki kewajiban setor dan lapor PPh pasal 25 bulanan bila ada PPh pasal 25 yang harus disetorkan. Tetapi, bila tidak ada, wajib pajak hanya wajib lapor setiap bulan dengan batas waktu penyetoran yaitu pada tanggal 15 dan batas waktu lapor tanggal 20 bulan berikutnya
  7. Dikenakan PPh Pasal 26 atas penghasilan yang diterima oleh Warga Negara Asing baik itu Orang Pribadi atau Badan Usaha. 

 

Pengenaan Objek Pajak Yayasan Pendidikan 

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, kebanyakan pajak yang dikenakan pada yayasan pendidikan yaitu jenis Pajak Penghasilan (PPh). Berikut ini merupakan objek pajak yayasan pendidikan yang perlu kalian ketahui.   

Penghasilan dengan ketentuan sesuai pasal 4 ayat (1) dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan :  

  • Penghasilan atau tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh dari usaha pekerjaan, kegiatan, atau jasa
    • Uang biaya pendaftaran dan uang pangkal
    • Uang seleksi penerimaan peserta pendidikan 
    • Uang pembangunan gedung atau pengadaan prasarana atau pembayaran lainnya dengan nama apapun yang berkaitan dengan keberadaan peserta pendidikan
    • Uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), uang SKS, uang ujian, uang kursus, uang seminar atau lokakarya, dan sebagainya.
    • Penghasilan dari kontrak kerja dalam bidang penelitian, dan lain-lain
    • Penghasilan lainnya yang berkaitan dengan jasa penyelenggaraan pengajaran atau pendidikan atau pelatihan dengan nama dan dalam bentuk apapun.  
  • Sewa dan imbalan lain berkaitan dengan penggunaan harta
  • Keuntungan dari pengalihan harta termasuk keuntungan pengalihan harta yang dimana awalnya berasal dari bantuan, sumbangan maupun hibah. 

 Baca juga Bagaimana Perpajakan Pada Penerbitan Buku?

Termasuk Bukan Objek Yayasan Pendidikan 

Berikut ini merupakan yang bukan termasuk objek pajak yayasan pendidikan :  

  1. Bantuan atau sumbangan, termasuk yang berasal dari pemerintah 
  2. Harta hibahan yang diterima atau diperoleh oleh yayasan atau organisasi yang sejenis sebagai badan keagamaan atau pendidikan atau sosial sebagaimana dimaksud dalam KMK No. 604/KMK.04/1994, selama tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak yang memberi dengan pihak yang menerima. Jika bantuan atau hibah tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau diamortisasi, harta tersebut wajib dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai dengan nilai sisa buku pihak yang memberikan
  3. Dividen atau laba yang diterima atau diperoleh yayasan yang sejenis dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.  

 

Yayasan Pendidikan Perlu NPWP 

Sebagai badan hukum yang digunakan untuk mencapai tujuan di bidang keagamaan, sosial dan kemanusiaan, yayasan yang cenderung bersifat nirlaba (non-profit) ternyata tetap dikenakan kewajiban perpajakan.

Salah satu kewajiban perpajakan yang dibebankan kepada yayasan yaitu Pajak Penghasilan (PPh), meski sifatnya non-profit, namun untuk tetap menjaga keberlangsungannya, pada praktiknya yayasan harus tetap berkembang dan memperoleh pendapatan.

Kedudukan yayasan sebagai subjek pajak juga dipertegas dalam Penjelasan Pasal 2 huruf b UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan  beserta perubahannya yang menyatakan bahwa yang dimaksud “badan” sebagai subjek pajak ialah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha termasuk yayasan.

Oleh karena itu, yayasan tetap dapat dibebankan PPh, maka dari itu yayasan harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Pada laman Direktorat Jenderal Pajak (DJP), juga menegaskan bahwa badan nonprofit, seperti yayasan juga wajib memiliki NPWP. 

Dokumen kelengkapan untuk badan yang tidak berorientasi pada profit atau non-profit untuk mendaftarkan NPWP adalah salinan dokumen berikut: 

  1. Dokumen pendirian atau akte pendirian dan perubahannya bagi WP badan dalam negeri; atau 
  2. Surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap (BUT) atau kantor perwakilan perusahaan asing; 
  3. Dokumen/surat yang menunjukkan identitas diri seluruh pengurus badan: 
  4. Fotokopi kartu NPWP, bagi Warga Negara Indonesia (WNI); 
  5. Fotokopi paspor dan fotokopi kartu NPWP, dalam hal WNA telah terdaftar sebagai wajib pajak.