Sejak tahun 2015, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah melakukan transformasi digital dalam rangka meningkatkan kualitas layanan dan efektivitas pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak.
Reformasi pada sistem perpajakan atas modernisasi teknologi ini dilakukan karena diyakini dapat memberikan banyak manfaat sebagai upaya meningkatkan rasio pajak, meminimalisir penghindaran dan penggelapan pajak, serta mendorong kepatuhan wajib pajak.
Dari sekian banyaknya kebijakan, beberapa kebijakan yang dijalankan DJP dalam rangka reformasi digitalisasi perpajakan. Pertama, kebijakan baru yang dirilis yaitu PMK-09/PMK.03/2018. Kebijakan ini menerangkan perubahan atas PMK-243/PMK.03/2014 tentang surat pemberitahuan (SPT).
Pada pembaruan kebijakan tersebut, DJP menyediakan penyederhanaan kewajiban pelaporan SPT secara digital. Pada tahun 2018, alat penyederhanaan yang digunakan wajib pajak hingga kini diantaranya e-SPT, e-Filing, dan e-Form.
Kedua, adanya penyederhanaan dan pelayanan SPT. Kebijakan tersebut resmi diterapkan sesuai amanat dalam PER.03/PJ/2019. Penyederhanaan yang dimaksud yaitu menyederhanakan lampiran e-Filing yang mana dapat disampaikan dalam beberapa file PDF yang sebelumnya hanya dibatasi satu file saja. Kemudian Surat Setor Pajak (SSP) tidak perlu dilampirkan untuk semua jenis SPT.
Ketiga, DJP menyediakan layanan melalui DJPonline guna layanan terpadu pada informasi Konfirmasi Status Wajib Pajak (I-KSWP). Keempat, sesuai PER-26/PJ/2018, validasi SSP untuk pengembang dapat disampaikan secara online, validasi hanya dengan menggunakan surat permohonan dan daftar pembayaran PPh tanpa melampirkan SSP, serta satu permohonan untuk beberapa objek dan multi pembayaran.
Kelima, disediakannya host to host e-Faktur BUMN yang bertujuan untuk integrasi data perpajakan dengan sejumlah BUMN dengan DJP. Keenam, sesuai amant PMK-39/PMK.03/2018 percepatan restitusi dilakukan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menerangkan bahwa reformasi perpajakan sebenarnya sudah dijalankan pemerintah sejak 2015 lalu. Adapun reformasi perpajakan yang dijalankan fokus kepada lima sektor yaitu organisas, Sumber Daya Manusia (SDM), IT dan database, proses bisnis serta peraturan.
Pada 2015, pemerintah merilis kebijakan fasilitas PPh guna revitalisasi aset. Pada 2016, pemerintah masih menyalurkan fasilitas PPh guna revitalisasi aset dan menaikkan PKP tahun 2013 dari Rp 24,3 juta menjadi Rp 54 juta, dan merilis kebijakan Tax Amnesty. Pada 2017, pemerintah menerima uang tebusan sebesar satu persen PDB.
Pada 2018, pemerintah mengeluarkan empat kebijakan penting dengan menurunkan tarif pajak UMKM menjadi 0,5 persen percepatan restitusi peningkatan kepatuhan, dan manajemen risiko terhadap kepatuhan. Hingga pada 2019, pemerintah mengimplementasikan AEol, target incentives, manajemen risiko kepatuhan, dan peningkatan kapasitas teknologi informasi.
Modernisasi teknologi diyakini akan menjadi salah satu pilar penting dari reformasi perpajakan karena sangat bermanfaat dalam mencapai kesejahteraan negara. Adapun alat jitu dalam mencapai kesejateraan tersebut bernama Core Tax System terbaru.
Core Tax System itu sendiri menyediakan dukungan bagi pelansanaan tugas DJP termasuk otomatis prosesn bisnis, pemeriksaan, penagihan, pemrosesan dokumen perpajakan lainnya. Dengan memanfaatkan teknologi ini, akan menjadi langkah maju untuk terus melakukan perbaikan.









