Pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021, Kementerian Keuangan menargetkan penerimaan pajak sebesar Rp 1.006,4 triliun. Pembiayaan anggaran tersebut menurun dari total pembiayaan pada APBN 2020 dengan jumlah sebesar Rp 1.039,2 triliun.
Penurunan yang dilakukan pada belanja negara guna mempertimbangkan defisit anggaran tahun 2021 yang mencapai 5,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), naik dari 5,5 persen PDB di tahun 2020. Kenaikan pada defisit tersebut juga mempertimbangkan adanya ketidakpastian ekonomi yang berlangsung di tahun 2021 akibat dampak pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Dikutip dari Twitter resmi Direktorat Jenderal (Ditjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) @DitjenAnggaran pada Senin (25/01/2021) Ditjen Anggaran Kemenkeu menyampaikan bahwa mayoritas pembiayaan belanja negara akan berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) yang mayoritasnya akan diterbitkan dalam mata uang rupiah. Apabila pasar keuangan domestik dapat menguat, maka pertumbuhan ekonomi juga dapat meningkat. Oleh karena itu, pemerintah akan memperdalam pasar keuangan domestik agar hal tersebut tercapai.
Pada pembiayaan defisit senilai Rp 1.0006,4 triliun, pembiayaan utang dalam APBN 2021 tercatat sebesar Rp 1.177,4 triliun. Besaran pada jumlah tersebut mengalami peningkatan sekitar 34,9 persen dibanding tahun 2020 dengan nilai sebesar Rp 1.142,5 triliun.
Kementerian Keuangan menaruh harapan besar dengan melakukan pembiayaan anggaran yang lebih kecil di tahun 2021 dapat mendorong fleksibilitas sumber pembiayaan dan diharapkan mampu mendorong efisiensi biaya utang. Pembiayaan anggaran tersebut juga dilakukan guna mengendalikan utang dengan menjaga rasio utang atau PDB pada batas aman.
Selain itu, pada tahun 2021 pemerintah juga akan melakukan perpanjangan pemberian fasilitas insentif pajak atas pengadaan barang dan jasa yang diperlukan dalam rangka penanganan pandemi Covid-19.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 143/PMK.03/2020 diterangkan bahwa fasilitas pajak tersebut akan diberikan sampai dengan akhir tahun 2021 pada 31 Desember. Adapun rincian insentif yang diberikan yaitu keringanan pada pajak penghasilan (PPh) bagi masyarakat yang membantu memerangi wabah Covid-19 dengan melakukan produksi, sumbangan, penugasan, serta penyediaan harta.
Kemudian, fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yaitu pemerintah akan menanggung PPN badan atau instansi pemerintah, rumah sakit, dan pihak lain atas melakukan impor atau perolehan Barang Kena Pajak (BKP), perolehan Jasa Kena Pajak (JKP) dan pemanfaatan JKP dari luar negeri. Serta, bagi industri farmasi produksi vaksin atau obat atas perolehan bahan baku vaksin dan obat, dan wajib pajak yang memperoleh vaksin atau obat guna penanganan Covid-19 sesuai dengan PMK 188/PMK.04/2020.
Pada fasilitas PPh juga diperpanjang sampai dengan akhir tahun 2021. Baik PPh Pasal 21, 22 atas impor, dan 23 akan dibebaskan dari pungutan pajak. Kemudian pada pengenaan tarif PPh nol persen bersifat final atas penghasilan berupa kompensasi juga diperpanjang sampai dengan 30 Juni 2021.









