Indonesia telah mendapatkan untung besar sebab kenaikan harga komoditas. Hal ini tercermin dari penerimaan negara yang tumbuh tinggi sebesar 32,1% atau terkumpul sejumlah Rp501 triliun pada akhir Maret 2022.
Harga komoditas yang meningkat ini mendadak tertekan untuk Indonesia. Hal ini dikarenakan, komoditas unggulan negeri ini yaitu crude palm oil (CPO), batu bata, dan tembaga hingga nikel meningkatkan harga yang melambung tinggi.
Komoditas unggulan ini pun memberikan kontribusi pada penerimaan negara baik melalui penerimaan pajak, kepabeanan, sampai penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Jika dilihat pada sektornya, penerimaan pajak dari industri pertambangan meningkat sebesar 109,7% di Maret 2022 atau secara kumulatif yaitu Januari-Maret 154,7% dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya.
Dalam Konferensi Pers APBN edisi April, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan sektor pertambangan ialah pemberi kontribusi besar karena terdapat komoditas boom. Pertambangan ini tumbuh tinggi berturut-turut pada Januari, Februari, dan Maret di atas 100%. Windfall profit tercapture di pertambangan yang melonjak tinggi.
Selanjutnya, melalui kepabeanan, batu bara cs memberikan kontribusi melalui bea keluar. Dimana Bea Keluar tumbuh mencapai 132,2% hingga akhir Maret atau nominalnya mencapai Rp10,7 triliun. Kinerja Bea Keluar yang tumbuh tinggi ini ditopang dengan kenaikan harga produk kelapa sawit (CPO) serta peningkatan harga sekaligus volume ekspor tembaga. Ia menjelaskan memang bea keluar menggambarkan kegiatan ekspor terutama barang komoditas, seperti CPO dan barang mineral seperti tembaga.
Selanjutnya, kenaikan harga komoditas terhadap barang unggulan Indonesia memberikan kontribusi besar melalui PNBP. Dimana PNBP sampai akhir Maret 2022 telah terkumpul Rp99,1 triliun. PNBP juga menggambarkan sebagian adalah boom komoditas. Bendahara negara ini menjelaskan, PNBP Sumber Daya Alam (SDA) Migas tumbuh mencapai 113,2%, dikarenakan kenaikan harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang lebih tinggi.
Kenaikannya mencapai lebih dari dua kali lipat yaitu rata-rata harga ICP Desember 2021 sampai Februari 2022 sebesar US$ 84,99 per barel atau naik 58,1% dibandingkan pada periode yang sama di tahun sebelumnya. Rata-rata harga ICP pada Desember 2020-Februari 2021 ialah sebesar US$ 53,77 per barel
Meskipun, dari sisi lifting ICP lebih rendah dari asumsi APBN 703 ribu barel per hari, realisasinya hanya 611 ribu barel per hari. Penerimaan negara di PNBP juga dapat dilihat dari SDA non migas yang tumbuh sampai 70,3%. Ditopang oleh kenaikan harga minerba yang naik signifikan atau tumbuh 79,6% menjadi Rp13,4 triliun dibandingkan sebelumnya yang hanya Rp 7,5 triliun.









