Perkembangan pemanfaatan teknologi internet dan komunikasi memfasilitasi perkembangan e-commerce dan financial technology untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, antara lain. Salah satu jenis layanan keuangan yang cukup populer belakangan ini adalah layanan pinjaman uang online.
Pemberi pinjaman akan dikenai pajak
Kementerian Keuangan berencana untuk mengenakan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan pada platform pinjaman peer-to-peer FinTech atau layanan keuangan pinjaman online dan menargetkan pemberi pinjaman yang akan dikenai PPN dan PPh atas imbalan hasil yang diterimanya. Pelaku layanan pinjaman online ini terdiri dari pemberi pinjaman, peminjam, dan penyedia layanan pinjaman online.
Namun, berdasarkan Pasal 9 ayat 6 PMK 69/2022 terdapat pula beberapa jenis layanan FinTech yang dikecualikan atau dibebaskan dari pengenaan PPN :
- Nasabah pemilik giro
- Nasabah pemilik sertifikat deposito
- Nasabah pemilik deposito berjangka
- Nasabah pemilik tabungan dan/atau bentuk lain yang dipersamakan
Bagaimana aturan pajak pada pinjaman online (pinjol)?
Dengan berlakunya PMK 69/2022 tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial pada tanggal 1 Mei 2022, perusahaan FinTech wajib memungut dan menyerahkan PPN dan PPh atas Jasa FinTech sebagai pihak ketiga. Pemberi pinjaman memperoleh pendapatan berupa bunga atas pinjaman yang dibayarkan oleh peminjam. PPh dikenakan atas pendapatan dalam bentuk bunga pinjaman dan pemberian layanan pinjaman.
Pendapatan bunga dikenakan pemotongan pajak berdasarkan PPh Pasal 23 jika penerima pendapatan adalah Wajib Pajak dalam negeri dan BUT dengan tarif sebesar 15% dari jumlah bruto atas bunga, jika pemberi pinjaman tidak memiliki NPWP maka akan dikenakan tarif lebih tinggi 100% menjadi 30%. Sedangkan, akan dikenakan PPh Pasal 26 jika penerima adalah Wajib Pajak luar negeri selain BUT dengan tarif sebesar 20% dari jumlah bruto atas bunga atau berdasarkan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
Dalam hal ini, pajak akan dipungut oleh penyedia layanan pinjaman. Penyedia jasa wajib menyetorkan bukti pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) 23 dan Pajak Penghasilan 26 yang telah dipotong ke kas negara. Selain itu, penyedia jasa harus melaporkan pemotongan PPh 23 dan PPh 26 dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan.
Selanjutnya, penyedia jasa pinjol yang teridentifikasi sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memungut, menyerahkan, dan melaporkan PPN yang terutang atas pemberian Jasa Kena Pajak. PPN dihitung dengan mengenakan tarif pajak sebesar 11% yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) UU PPN mulai tanggal 1 April 2022 dengan dasar pengenaan pajak (DPP) berupa penggantian yaitu biaya (fee), komisi, atau imbalan lain, terlepas dari nama dan bentuk yang diterima penyedia layanan pinjaman online.
Jasa yang dikenai PPN
Berikut merupakan jasa penyelenggaran FinTech oleh pengusaha yang dikenai PPN :
- Penyedia jasa pembayaran, seperti : E-money, E-wallet, gerbang pembayaran, layanan switching, kliring, penyelesaian akhir, transfer dana.
- Penyelenggaraan penyelesaian transaksi (settlement) investasi
- Penyelenggaraan penghimpunan modal (crowdfunding)
- Layanan pinjam meminjam
- Penyelenggaraan pengelolaan investasi
- Layanan penyediaan produk asuransi online
- Layanan pendukung pasar
- Layanan dukungan keuangan digital dan aktivitas layanan keuangan lainnya
Ilustrasi perhitungan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26
Berikut merupakan ilustrasi dari penghitungan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang diserahkan peminjam dari aplikasi pinjaman online yang telah terdaftar atau memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Misalnya, PT H telah memberikan pinjaman sebesar Rp100 juta untuk mendanai kebutuhan operasional perusahaan melalui PT I sebagai layanan pinjol yang berlisensi OJK. Pinjaman untuk PT H didanai oleh PT J sebesar Rp40 juta dan A Ltd (berbasis di Singapura) sebesar Rp60 juta. Pinjaman tersebut harus dilunasi dalam waktu 24 bulan. Bunga bulanan atas pinjaman yang dibayarkan oleh PT H adalah Rp2 juta atau 2% dari total pinjaman per bulan.
Setelah itu, A Ltd tidak menyerahkan Surat Keterangan Domisili kepada PT I. Peminjam dibebankan biaya administrasi oleh PT I sebesar 2 juta lalu sebesar 0,1% dibebankan oleh pemberi pinjaman dari total bunga yang diserahkan kepada pemberi pinjaman.
Dapat disimpulkan, sebagai berikut :
- PT H tidak memotong PPh yang dibayarkan melalui PT I atas pembayaran bunga pinjaman kepada pemberi pinjaman.
- Bunga pinjaman bulanan yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman yakni sebesar :
PT J = (Rp40 juta/Rp100 juta) x Rp2 juta = Rp800.000
A Ltd = (Rp60 juta/Rp100 juta) x Rp2 juta = Rp1.200.000
- PT I harus memotong dari pembayaran bunga pinjaman kepada pemberi pinjaman :
PPh Pasal 23 kepada PT J yakni 15% x Rp800.000 = Rp120.000
PPh Pasal 26 kepada A Ltd yakni 20% x Rp1.200.000 = Rp240.000
- Jika PT J memberikan pinjaman kepada penerima pinjaman selain PT H, PT I dapat memberikan bukti pemotongan atas nama PT J untuk semua pendapatan bunga yang diterima oleh PT J selama 1 masa pajak. Aturan yang sama berlaku untuk A Ltd.
- PT I tidak terkena potongan PPh atas penghasilan biaya administrasi yang diterima oleh PT I dari penerima pinjaman (PT H) dan pemberi pinjaman (PT J dan A Ltd). Penghasilan atau pendapatan yang relevan harus dilaporkan dalam SPT Tahunan PT I.









