Pandemi COVID-19 berdampak tidak hanya pada kesehatan masyarakat, tetapi juga terhadap situasi ekonomi, pendidikan, dan kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Salah satu upaya nyata Indonesia untuk menghidupkan kembali perekonomian nasional adalah melalui Forum Internasional G20.
Apa Itu G20?
G20 merupakan sebuah forum internasional yang fokus pada penyelarasan kebijakan di bidang ekonomi dan pembangunan. Forum tersebut berupaya untuk membahas solusi dan keadaan ekonomi global yang terkena dampak krisis keuangan pada tahun 1997-1999. Konferensi ini melibatkan negara-negara berpenghasilan menengah dengan implikasi ekonomi sistemik, termasuk Indonesia. Indonesia berpartisipasi dalam G20 mewakili negara-negara berkembang dan Asia Tenggara.
Kapan dan Dimana KTT G20 Dilaksanakan?
Tahun 2022, Indonesia secara resmi memegang Presidensi G20 selama setahun penuh, mulai dari 1 Desember 2021 hingga November 2022 dan KTT G20 akan dilaksanakan di Bali.
Apa Isu yang Dibahas Dalam G20?
Konferensi ini akan membahas 2 isu yakni Finance Track (keuangan) dan Sherpa Track (di luar isu keuangan). Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, isu-isu pajak global akan menjadi bahasan utama dalam konferensi tersebut. Kegiatan tersebut akan membahas mengenai persetujuan prinsip perpajakan global yang terdiri dari tax incentive, tax and digitalization, tax avoidance, tax transparency, tax and development, serta tax certainty.
Apa Saja Agenda Terkait Perpajakan Internasional?
Adapun agenda jalur keuangan yang dibahas dalam Presidensi G20 Indonesia terkait perpajakan internasional, sebagai berikut:
- Mempercepat implementasi konsensus global terkait solusi untuk mengatasi tantangan perpajakan yang ditimbulkan oleh digitalisasi ekonomi yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Co-Operation and Development (OECD) dan G20
- Membimbing negara berkembang untuk menerapkan insentif pajak dan kebijakan perpajakan dalam rangka pemulihan pasca pandemi
- Mengarahkan kontribusi potensial dalam skema pajak karbon atau environmental tax.
Bagaimana Pelaksanaan G20 Terkait Pajak?
1. Menyetujui II Pilar Perpajakan Internasional:
Pilar 1: Prinsip perpajakan bagi sektor digital
Pilar 2: Global Anti Base Erosion (Globe) sebagai upaya menghentikan penghindaran pajak
2. Pilar Perpajakan Internasional dapat dilaksanakan pada tahun 2023
3. Memberikan dukungan peningkatan kapasitas bagi negara berkembang untuk mengimplementasikan kedua pilar perpajakan internasional pada tahun 2023.
Pembahasan terkait Pilar I bertujuan untuk memungut pajak multinasional dengan tidak mempertimbangkan kehadiran fisik. Maksudnya, selama perusahaan mendapatkan manfaat ekonomi dari yurisdiksi atau negara terkait maka akan tetap harus membayar pajak. Menteri Keuangan mengatakan bahwa telah disepakati bagaimana mekanisme perpajakan, terutama menyangkut sektor digital yang bergerak secara internasional atau global.
Seperti kita ketahui, perusahaan seperti Google, Netflix, Apple, dsb telah berbisnis di Indonesia. Namun, beberapa bisnis digital ini tidak memiliki kantor fisik atau entitas tetap (BUT) yang diwajibkan untuk memungut pajak. Tahun lalu, anggota G20 sepakat bahwa BUT tidak lagi menjadi tolok ukur pemungutan pajak. Dengan cara ini perusahaan digital tanpa kehadiran fisik dapat membayar pajak ke suatu negara. Penerapan ini rencananya akan diimplementasikan pada tahun 2023.
Pembahasan Pilar II mengenai Global Anti Base Erosion bertujuan untuk mengurangi kompetisi pajak serta melindungi basis pajak yang dilakukan melalui penetapan tarif pajak minimum secara global.
Dalam pilar ini, sudah disepakati tarif pajak minimum yang akan diberlakukan pada perusahaan multinasional yang memiliki peredaran bruto tahunan sebesar €750 juta atau lebih. Dengan pajak minimum pada pilar ke-II ini, diharapkan dapat menekan persaingan tarif yang tidak sehat antar negara. Pilar ini juga memastikan perusahaan multinasional dikenakan tarif pajak minimum sebesar 15%.
Penerapan solusi kedua pilar perpajakan ini diharapkan mampu mengatasi tantangan pajak yang timbul dari digitalisasi ekonomi. Selain itu, Indonesia telah memasukkan pengaturan atas implementasi kedua pilar ini dalam Pasal 32A Undang-Undang No.7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan akan diatur lebih lanjut dalam PP dan/atau PMK.
Apa Manfaat Bagi Ekonomi Indonesia?
Pertemuan G20 akan membawa dampak positif bagi ekonomi Indonesia dalam jangka panjang, yaitu menciptakan kontribusi US$ 533 juta atau sekitar Rp7,4 triliun pada PDB Indonesia; pelibatan UMKM; penyerapan tenaga kerja di berbagai sektor sebanyak 33 ribu; meningkatkan kepercayaan investor global; dan lainnya. Bawono Kristiaji selaku Partner dari DDTC Fiscal Research pula mengatakan bahwa Presidensi G20 memberikan Indonesia peluang untuk mendorong keadilan perpajakan.









