Dirjen Pajak Suryo Utomo menegaskan kembali bahwa periode Program Pengungkapan Sukarela (PPS) tetap akan berakhir pada 30 Juni 2022.
Suryo pun mengatakan periode Program Pengungkapan Sukarela ini telah diatur dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2021 mengenai Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) sehingga tidak akan ada perpanjangan. Karna itu, Suryo pun mengatakan, wajib pajak perlu bergegas memanfaatkan Program Pengungkapan Sukarela sebelum periodenya berakhir.
Dalam dialog Helmy Yahya, melalui kanal Youtube, Suryo mengatakan hal ini dikarenakan memperpanjang ataupun tidak memperpanjang akan bergantung dengan undang-undang diskresinya. Pada undang-undang tidak diberikan kewenangan untuk memperpanjang.
Suryo mengatakan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan mengatur periode Program Pengungkapan Sukarela hanya selama 6 bulan, yaitu pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Program Pengungkapan Sukarela ini pun dapat diikuti wajib pajak orang pribadi dan badan peserta tax amnesty dengan basis aset per 31 Desember 2015 yang belum juga diungkapkan.
Selain itu, program tersebut pun dapat diikuti wajib pajak orang pribadi yang belum mengikuti tax amnesty dengan basis aset perolehan pada tahun 2016 sampai 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020.
Peserta Program Pengungkapan Sukarela pun akan dikenakan PPh final dengan tarif yang berbeda-beda tergantung pada perlakuan wajib pajak terhadap harta yang diungkapkan. Tarif PPh final pun lebih rendah diberikan jika wajib pajak menginvestasikan hartanya pada SBN dan kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam (SDA) atau sektor energi terbarukan.
Suryo pun juga menjelaskan Program Pengungkapan Sukarela bersifat sukarela, sehingga wajib pajak dapat memiliki pilihan untuk mengikutinya atau tidak. Namun, di sisi lain, terdapat ancaman sanksi jika Ditjen Pajak (DJP) menemukan harta wajib pajak yang belum dilaporkan.
Ia mengatakan, menurutnya jika dihitung, maka akan jauh lebih murah apabila mengikuti Program Pengungkapan Sukarela dibandingkan diketahui dan dikenakan sanksi yang lebih tinggi. Kemungkinan akan mendapatkan nominal bayar pajak yang lebih tinggi.
Suryo pun menambahkan, kemungkinan DJP menemukan harta yang tidak dilaporkan semakin membesar. Pasalnya, saat ini DJP dapat memanfaatkan data dati skema automatic exchange of information (AEol) serta dari asosiasi, lembaga, instansi, dan pihak lain.









