Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Nathan Kacaribu mengatakan bahwa struktur penerimaan pajak di negara maju umumnya didominasi oleh pajak pertambahan nilai (PPN). Sementara, penerimaan pajak di Indonesia justru didominasi oleh pajak penghasilan (PPh).
“Arah kebijakan harus dipertimbangkan. Kalau kita lihat negara berpendapatan menengah dan tinggi, penerimaan perpajakannya didominasi oleh PPN, bukan PPh,” katanya dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR.
Febrio mengatakan, kontributor terbesar komposisi perpajakan Indonesia adalah PPh nonmigas dan PPN. Penerimaan PPh non migas pada periode 2016-2019 sendiri berkisar 49% – 55,5% dari total penerimaan pajak, sedangkan PPN berkisar 32,1%-41,4%.
Pada tahun 2020, komposisi PPh nonmigas dan PPN masing-masing sebesar 43,7% dan 35%. Febrio menjelaskan sumbangan PPh migas pada penerimaan pajak hanya berkisar 2,8%-4,6% tergolong kecil seiring dengan melemahnya harga komoditas minyak dan gas dunia. Bahkan kontribusinya hanya sebesar 2,5% pada tahun 2020.
Terkait performa perdagangan Indonesia sendiri, sektor sekunder seperti industri manufaktur dan tersier menunjukan peningkatan selama periode 2016-2019. Sementara kelompok primer yang meliputi pertanian, peternakan, kehutanan, dan sumber daya alam lainnya cenderung berfluktuasi. Tren ini akan terus diperkuat sehingga membuat perpajakan semakin sehat, terang Febrio.
“Artinya sesuai dengan struktur perekonomian yang berkembang,” jelasnya.









