Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) telah lama menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa UMKM menyerap 97% tenaga kerja dan memberikan kontribusi signifikan terhadap PDB nasional. Dukungan terhadap sektor UMKM menjadi penting, salah satunya dengan penerapan skema tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5% yang memberikan kemudahan bagi pelaku UMKM dalam memenuhi kewajiban pajak mereka. Namun, kebijakan ini dijadwalkan akan berakhir pada akhir tahun 2024, sehingga menimbulkan berbagai perdebatan dan usulan untuk memperpanjangnya.
Pentingnya Insentif PPh Final bagi UMKM
Skema PPh Final dengan tarif 0,5% pertama kali diperkenalkan pada tahun 2018 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 23/2018. Kebijakan ini dirancang untuk meringankan beban administrasi pajak bagi UMKM dengan omzet hingga Rp4,8 miliar per tahun. Dengan skema ini, pelaku usaha dapat menyederhanakan perhitungan pajak, karena pajak dihitung langsung berdasarkan omzet atau peredaran bruto, bukan laba bersih, sehingga tidak perlu melakukan pembukuan yang rumit.
Namun, skema ini memiliki batas waktu penerapan. Berdasarkan Pasal 59 PP No. 55/2022 sebagai aturan yang memperbarui PP 23/2018, jangka waktu penggunaan tarif 0,5% adalah:
- 7 tahun untuk Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi
- 4 tahun untuk Wajib Pajak Badan berbentuk koperasi, firma, atau Commanditaire Vennootschap (CV)
- 3 tahun untuk Wajib Pajak Badan berbentuk PT (Perseroan Terbatas).
Upaya Perpanjangan PPh UMKM 0,5%
Melihat manfaat besar dari kebijakan ini, Menteri UMKM Maman Abdurrahman menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan perpanjangan insentif PPh UMKM 0,5% demi menjaga daya saing dan keberlanjutan bisnis UMKM. Dalam rapat kerja dengan DPR RI, Maman menyampaikan bahwa pihaknya sedang menjalin komunikasi intensif dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) guna mengajukan usulan resmi.
Baca Juga: Mengenal Tarif PPh Final untuk UMKM
Dampak Positif Kebijakan PPh UMKM 0,5%
- Meringankan Beban Pajak: Tarif rendah memudahkan UMKM yang baru merintis untuk tetap bertahan.
- Peningkatan Kepatuhan Pajak: Dengan tarif yang terjangkau dan kesederhanaan administrasi, UMKM cenderung lebih patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
- Mendorong Pertumbuhan Ekonomi: Sebagai sektor yang menyerap 97% tenaga kerja, perlindungan terhadap UMKM akan berdampak langsung pada stabilitas ekonomi nasional.
Tantangan Kebijakan PPh UMKM 0,5%
Namun, Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai skema ini tidak sepenuhnya mencerminkan keadilan. Pajak yang dihitung berdasarkan omzet bisa memberatkan pelaku usaha yang memiliki biaya operasional tinggi atau bahkan merugi. Selain itu, penggunaan skema ini terlalu lama dapat menghambat UMKM untuk berkembang menjadi lebih mandiri. Hal ini membuat evaluasi terhadap insentif PPh Final 0,5% perlu dilakukan.
Alternatif Lain PPh Final UMKM: Penggunaan NPPN dan Tarif Progresif
Jika kebijakan PPh Final UMKM 0,5% tidak diperpanjang, UMKM dengan omzet hingga Rp4,8 miliar dapat menggunakan 2 opsi skema, yaitu dengan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) dan tarif progresif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN)
UMKM dapat menggunakan NPPN apabila memenuhi syarat sesuai PER 17/PJ/2015 seperti:
- Melakukan pencatatan
- Penghasilan bruto kurang dari Rp4,8 miliar setahun
- Penghasilan tidak dikenakan PPh Final
- Mengajukan penggunaan metode NPPN ke DJP maks. 3 bulan sejak awal tahun pajak
Tarif Progresif PPh Pasal 17
UMKM dengan omzet di atas Rp4,8 miliar atau yang memilih tidak menggunakan NPPN dapat menggunakan tarif progresif PPh Pasal 17 dengan tarif sebagai berikut:
- 5% untuk penghasilan kena pajak hingga Rp60 juta.
- 15% untuk >Rp60 juta – Rp250 juta.
- 25% untuk >Rp250 juta – Rp500 juta.
- 30% untuk >Rp500 juta – Rp5 miliar.
- 35% untuk penghasilan di atas Rp5 miliar.
Baca Juga: NPPN – Syarat, Besaran, Hingga Cara Hitung
Pandangan Pakar terhadap Perpanjangan Insentif PPh UMKM
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, menyarankan agar pemerintah tidak hanya memperpanjang insentif, tetapi juga menurunkan tarif menjadi 0,1% – 0,2% dari omzet. Langkah ini diyakini akan mendorong kepatuhan pajak dan memberikan stimulus bagi UMKM untuk berkembang lebih cepat.
Wakil Direktur INDEF, Eko Listiyanto, menambahkan bahwa insentif fiskal masih sangat dibutuhkan, terutama bagi sektor-sektor UMKM yang belum sepenuhnya pulih dari pandemi. Selain itu, ia menyarankan agar kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% ditunda hingga ekonomi membaik, karena akan meningkatkan beban usaha bagi pelaku UMKM.
Menuju Kemandirian UMKM
Meskipun perpanjangan tarif PPh UMKM 0,5% memberikan manfaat besar, pemerintah tetap mendorong UMKM untuk bersiap menghadapi perubahan ini, khususnya bagi pelaku UMKM yang telah dianggap mampu. Menteri UMKM Maman Abdurrahman menekankan pentingnya kesadaran kolektif di kalangan pelaku usaha untuk bertransisi menuju kebijakan pajak yang lebih adil.









