Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan, Pahami Aturan Baru PP 55/2022!

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (PP 55/2022). Beleid yang telah diundangkan pada 20 Desember 2022 ini merupakan aturan turunan dari UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

PP 55/2022 secara resmi mencabut PP 18/2009, PP 23/2018, PP 30/2020, Pasal 2A PP 94/2010 s.t.d.d PP 9/2021, dan Pasal 10 PP 29/2020. Akan tetapi, setelah PP 55/2022 ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan UU PPh masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan PP ini.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyampaikan terbitnya PP 55/2022 ini bertujuan memberikan kepastian hukum, penyederhanaan, dan kemudahan administrasi perpajakan. Tak hanya itu, beleid ini juga bertujuan menekan celah praktik penghindaran pajak.

Pada PP 55/22, beberapa ketentuan bersifat meneruskan amanat Pasal 32C UU HPP untuk selanjutnya diatur dalam PMK, seperti Bab II tentang Objek PPh, Bab III tentang Pengecualian dari Objek PPh, dan Bab IV tentang biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Secara lebih spesifik, PP 55/2022 mengatur penyusutan harta berwujud berupa bangunan permanen dan/atau amortisasi harta tak berwujud yang mempunyai masa manfaat melebihi 20 tahun. Terhadap kondisi tersebut, Wajib Pajak bisa memilih menggunakan masa manfaat 20 tahun berdasarkan UU PPh atau masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak dengan syarat taat asas. Ketentuan ini diatur dalam Bab V Pasal 21 ayat (5) PP 55/2022.

Baca juga PP 49/2022 Atur Fasilitas PPN Dibebaskan dan Tidak Dipungut, Cek Poin Pentingnya Disini!

Kemudian, merujuk pada Bab V Pasal 21 ayat (6) PP 55/2022 secara khusus untuk harta yang dimiliki sebelum tahun pajak 2022 dan telah disusutkan/diamortisasi sesuai dengan masa manfaat dalam UU PPh, Wajib Pajak masih bisa memilih menggunakan masa manfaat sebenarnya berdasarkan pembukuan Wajib Pajak dengan menyampaikan pemberitahuan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat akhir Tahun Pajak 2022.

Selain itu, Bab IV Pasal 23 PP 55/2022 ikut mengatur kembali pemberian natura dan/atau kenikmatan. Natura dan/atau kenikmatan yang sebelumnya non-objek pajak bagi pihak penerima dan tidak bisa dibebankan bagi pihak pemberi, kini menjadi objek pajak bagi pihak penerima dan bisa dibebankan bagi pihak pemberi (taxable and deductable).

Bab IV Pasal 24 PP 55/2022 juga menyebutkan sejumlah natura dan/atau kenikmatan yang dikecualikan dari pengenaan pajak (nontaxable), yakni terdiri dari:

  1. Makanan, minuman, bahan makanan, dan/atau bahan minuman untuk seluruh pegawai
  2. Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu
  3. Natura dan/atau kenikmatan yang disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan
  4. Natura dan/atau kenikmatan yang berasal atau dibiayai APBN/APBD/APBDes
  5. Natura dan/atau kenikmatan dengan jenis atau batasan tertentu.

Meski ketentuan terkait natura dan/atau kenikmatan ini berlaku sejak Tahun Pajak 2022, tetapi kewajiban pemotongan PPh atas natura dan/atau kenikmatan oleh pemberi kerja baru akan berlaku untuk penghasilan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diperoleh sejak 1 Januari 2023.

Perlu diketahui, natura dan/atau kenikmatan yang diperoleh pada Tahun Pajak 2022 dan belum dilakukan pemotongan PPh, maka atas penghasilan tersebut wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2022 oleh penerimanya.

Selanjutnya, PP 55/2022 juga mengatur mengenai penyesuaian terkait dengan PPh Final atas penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu hingga Rp 4,8 miliar. Ketentuan terkait pemanfaatan PPh Final UMKM ini sebelumnya telah diatur dalam PP 23/2018.

Subjek pajak yang bisa memanfaatkan PPh Final 0,5% kini meliputi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, firma, persekutuan komanditer, perseroan terbatas, atau BUMD/BUMDes Bersama.

Sementara Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki omzet hingga Rp 500 juta dalam 1 tahun pajak tidak dikenakan PPh Final 0,5%. Perlu dicatat, melalui PP 55/2022 ini jangka waktu tertentu pengenaan PPh Final tetap meneruskan jangka waktu sesuai dengan PP 23/2018 atau tidak ulang dari awal.

Baca juga Simak Aturan PP 44/2022 tentang Pengukuhan PKP dan Penunjukan Pihak Lain

Lebih lanjut, dalam PP 55/2022 juga terdapat 2 bab yang mengatur ketentuan pajak internasional, yakni Bab VII tentang Instrumen Pencegahan Penghindaran Pajak dan Bab VIII tentang Penerapan Perjanjian Internasional di Bidang Perpajakan.

Adapun, instrumen pencegahan penghindaran pajak memakai instrumen pencegahan yang spesifik untuk skema penghindaran pajak tertentu dan penerapan prinsip pengakuan substansi ekonomi di atas bentuk formalnya. Instrumen yang dimaksud, antara lain pembatasan biaya pinjaman, pencegahan dan penanganan sengketa transfer pricing, pengaturan controlled foreign company, penanganan skema special purpose company, dan penanganan hybrid mismatch arrangement.

Apabila instrumen pencegahan spesifik tidak bisa digunakan, Direktur Jenderal Pajak bisa menerapkan prinsip substance over form. Sementara itu, perjanjian internasional di bidang perpajakan dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan. Tujuan-tujuan tersebut, antara lain penghindaran pajak berganda dan pencegahan penggelapan pajak, pertukaran informasi perpajakan, pencegahan penggerusan basis pemajakan dan penggeseran laba, bantuan penagihan pajak, serta kerja sama perpajakan lainnya.