Ketentuan Tarif Efektif Pemotongan PPh Pasal 21 bagi PNS, TNI, Polri, dan Pejabat Negara
Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 menggunakan tarif efektif yang diatur dalam PP 58/2023 tidak hanya berlaku bagi pekerja swasta, tetapi juga berlaku untuk pejabat negara, anggota TNI/Polri, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan para pensiunan. Aturan baru ini mulai berlaku pada 1 Januari 2024, menggantikan Pasal 2 ayat (3) PP 80/2010 yang sebelumnya mengatur tarif pemotongan PPh Pasal 21 berdasarkan Pasal 17 UU PPh.
Perubahan Aturan dalam PP 58/2023
Dengan diberlakukannya PP 58/2023, pemotongan PPh Pasal 21 kini menggunakan tarif efektif bulanan yang lebih sederhana dan mudah dipahami. Tarif ini berlaku untuk semua wajib pajak orang pribadi yang memperoleh penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau kegiatan, termasuk di antaranya pejabat negara, PNS, anggota TNI/Polri, dan para pensiunan mereka.
Meski demikian, hanya Pasal 2 ayat (3) PP 80/2010 yang dicabut, sementara perlakuan khusus untuk kelompok tersebut di PP 80/2010 tetap berlaku. Artinya, penghasilan tetap dan teratur yang dibayarkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pejabat, PNS, TNI/Polri, dan pensiunannya masih mendapat fasilitas ditanggung pemerintah.
Baca juga: Panduan Lengkap Alur Pendaftaran CPNS dan PPPK 2024 di SSCASN BKN
Fasilitas Pajak yang Ditanggung Pemerintah
PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD tetap ditanggung oleh pemerintah. Hal ini berarti pemerintah akan menanggung pajak yang seharusnya dibayarkan oleh para pejabat, PNS, anggota TNI/Polri, serta pensiunan mereka yang penghasilannya dibayar dari APBN atau APBD. Ketentuan ini memberikan perlindungan finansial bagi para pegawai negara dan pensiunan yang gajinya sudah dipotong untuk berbagai kebutuhan lainnya.
Tarif Final PPh Pasal 21 untuk Imbalan dan Honorarium
PP 58/2023 juga tidak mengubah tarif final PPh Pasal 21 untuk penghasilan berupa honorarium atau imbalan lainnya yang diatur dalam Pasal 4 ayat (1) PP 80/2010. Tarif ini tetap berlaku sebagai berikut:
- 0% untuk honorarium dan imbalan lainnya yang diterima oleh PNS golongan I dan II, anggota TNI/Polri berpangkat tamtama dan bintara, serta pensiunannya.
- 5% untuk honorarium dan imbalan lainnya yang diterima oleh PNS golongan III, anggota TNI/Polri berpangkat perwira pertama, serta pensiunannya.
- 15% untuk honorarium dan imbalan yang diterima oleh pejabat negara, PNS golongan IV, anggota TNI/Polri berpangkat perwira menengah dan tinggi, serta pensiunannya.
Penyederhanaan Tarif PPh Pasal 21 untuk Wajib Pajak Pribadi
PP 58/2023 diperkenalkan untuk menyederhanakan aturan pemotongan PPh Pasal 21 yang sebelumnya dianggap terlalu kompleks. Mulai tahun 2024, tarif efektif bulanan untuk pemotongan PPh Pasal 21 ditentukan berdasarkan penghasilan bruto bulanan wajib pajak orang pribadi. Tarif ini terbagi dalam kategori A, B, atau C, tergantung pada besaran penghasilan bulanan.
Contohnya, jika seorang wajib pajak dengan status tidak kawin (TK/0) memiliki penghasilan Rp6,5 juta per bulan, maka PPh Pasal 21 akan dipotong sebesar 1% sesuai dengan kategori A. Dalam kategori ini, penghasilan bruto antara Rp6,3 juta hingga Rp6,75 juta dikenakan tarif efektif sebesar 1%.
Baca juga: THR PNS dan Pegawai Swasta Dikenakan Pajak? Cek Info dan Cara Hitungnya!
Tarif untuk Masa Pajak Desember
Untuk masa pajak Desember, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh. Tarif ini memperhitungkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong selama masa pajak Januari hingga November, sehingga wajib pajak hanya membayar sisa pajak yang belum terbayar pada akhir tahun.
Dengan berlakunya PP 58/2023, pemerintah berupaya memberikan kemudahan dan kepastian hukum dalam pemotongan PPh Pasal 21 bagi para pegawai negara, anggota TNI/Polri, dan pensiunan mereka. Aturan ini diharapkan dapat mendukung kesederhanaan administrasi perpajakan dan memberikan perlindungan bagi wajib pajak yang penghasilannya berasal dari anggaran negara.
Simulasi Perhitungan Pajak Belanja Honorarium
Contoh Kasus:
Sekretariat Daerah Kota AA membentuk tim untuk meningkatkan mutu pelayanan, yang terdiri dari beberapa anggota PNS (Pegawai Negeri Sipil) dan non-PNS. Pada tanggal 20 Agustus, Sekretariat Daerah Kota AA membayar honorarium kepada tim ini dengan rincian sebagai berikut:
| Nama | Golongan | Jabatan | Honorarium |
|---|---|---|---|
| Angel | IV/A | Ketua | Rp2.300.000 |
| Bayu | III/B | Wakil | Rp2.000.000 |
| Putri | Non PNS | Sekretaris | Rp1.500.000 |
| Ichi | II/C | Anggota | Rp1.000.000 |
| Jumlah | Rp6.800.000 |
Bagaimana Pemotongan Pajak atas Honorarium Tersebut?
Jawaban:
Pemotongan pajak untuk PNS dilakukan sebagai berikut:
| Nama | Golongan | Honor | Tarif | PPh Terhutang |
|---|---|---|---|---|
| Angel | IV/A | Rp2.300.000 | 15% | Rp345.000 |
| Bayu | III/B | Rp2.000.000 | 5% | Rp100.000 |
| Ichi | II/C | Rp1.000.000 | 0% | Rp0 |
| Jumlah | Rp445.000 |
Sementara itu, untuk Putri sebagai pegawai non-PNS, PPh 21 yang dipotong adalah:
- Perhitungan PPh 21 untuk Putri:
- Jumlah penghasilan bruto × tarif Pasal 17
- Rp1.500.000 × 5% = Rp75.000
Kewajiban Bendahara dalam Pemotongan Honorarium
Beberapa kewajiban bendahara terkait pemotongan honorarium di atas meliputi:
a. Memotong PPh Pasal 21.
b. Membuat bukti potong PPh Pasal 21.
c. Menyetorkan PPh Pasal 21 pada hari yang sama, jika menggunakan mekanisme LS, atau 7 hari setelah pembayaran jika menggunakan mekanisme UP.
d. Melaporkan SPT masa PPh 21.
Honorarium Tenaga Ahli
Dalam rangka mendukung kegiatan tim, Sekretariat Daerah Kota AA mengadakan Workshop tentang pelayanan publik pada tanggal 28 Agustus. Putri, seorang ahli di bidang pelayanan publik (non PNS), diundang dan diberikan honor sebesar Rp5.000.000.
Bagaimana Pemotongan Pajak atas Honorarium Tersebut?
Jawaban:
Tommy termasuk dalam kategori bukan pegawai dan tidak berkesinambungan, sehingga PPh 21 yang dipotong adalah:
- 5% × 50% × Rp5.000.000 = Rp125.000
Total PPh 21 yang dipotong adalah Rp125.000.









