Panduan Lengkap Menghitung Penyusutan Fiskal bagi Wajib Pajak Badan

Wajib pajak badan diharuskan menghitung penyusutan fiskal dalam laporan keuangan tahunannya sebelum melakukan pelaporan pajak secara online sesuai dengan tarif yang berlaku. Memahami ketentuan dan perhitungan penyusutan fiskal dalam pembukuan pajak adalah hal penting. Pada artikel ini, Pajakku akan mengulas hal tersebut secara mendetail.

 

Metode Penyusutan Harta

 

Dalam laporan keuangan perusahaan, terdapat komponen penyusutan fiskal yang nantinya diisikan pada kolom Penyusutan atau Amortisasi saat melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Badan. Berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) di Indonesia, biaya pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dengan masa manfaat lebih dari satu tahun bisa dikurangkan dari penghasilan bruto melalui mekanisme penyusutan.

 

Mekanisme penyusutan harta berwujud ini diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Ada dua metode penyusutan harta berwujud yang termaktub dalam UU PPh:

 

  1. Metode garis lurus (straight-line method) sesuai Pasal 11 ayat (1)
  2. Metode saldo menurun (declining balance method) sesuai Pasal 11 ayat (2)

 

Adapun untuk harta berwujud berupa bangunan hanya bisa disusutkan dengan metode garis lurus. Sedangkan untuk harta berwujud selain bangunan, bisa disusutkan melalui metode garis lurus atau saldo menurun.

 

Ketentuan Penyusutan Fiskal

 

Penyusutan fiskal dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran atau perolehan harta berwujud, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 ayat (3) UU PPh. Untuk harta berwujud yang masih dalam proses pengerjaan, penyusutannya baru dimulai setelah pengerjaan tersebut selesai. Selain itu, dalam Pasal 11 ayat (4) UU PPh dijelaskan bahwa wajib pajak diberikan kebebasan melakukan penyusutan saat harta berwujud digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau saat bulan harta tersebut mulai menghasilkan, yakni bulan mulai berproduksi, sepanjang melalui persetujuan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

 

Baca juga: Ketahui Hal Penting Penyusutan dan Amortisasi Di PMK 72/2023

 

Setiap perusahaan biasanya memiliki kebijakan sendiri untuk menentukan masa manfaat atas harta berwujud yang diperolehnya. Masa manfaat yang ditentukan bisa saja berbeda dengan masa manfaat yang tertuang dalam Pasal 11 ayat (6) UU PPh. Oleh karena itu, perhitungan penyusutan harta berwujud perlu direkonsiliasi secara fiskal terlebih dahulu.

 

Kelompok Harta dalam Penyusutan Fiskal

 

Dalam Pasal 11 ayat (11) UU PPh disebutkan bahwa pengelompokan harta berwujud bukan bangunan sesuai dengan masa manfaatnya. Pengelompokan ini telah diatur sebagaimana mestinya di dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 96 Tahun 2009 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan. Jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan pada Kelompok 1 sampai Kelompok 4 juga telah jelas diatur dalam lampiran-lampiran PMK tersebut.

 

Tarif Penyusutan Fiskal

 

Dalam melakukan penghitungan penyusutan harta berwujud, penghitung harus mengacu pada masa manfaat dan tarif penyusutan yang diatur dalam Pasal 11 ayat (6) UU PPh. Berikut adalah tarif penyusutan berdasarkan kelompok harta:

 

Kategori dan Penyusutan Harta Berwujud

 

Bukan Bangunan

Kelompok Harta Berwujud

Masa Manfaat

Penyusutan Berdasarkan Ayat 1

Penyusutan Berdasarkan Ayat 2

Kelompok 1

4 tahun

25%

50%

Kelompok 2

8 tahun

12,5%

25%

Kelompok 3

16 tahun

6,25%

12,5%

Kelompok 4

20 tahun

5%

10%

 

Bangunan

Jenis Bangunan

Masa Manfaat

Penyusutan Berdasarkan Ayat 1

Penyusutan Berdasarkan Ayat 2

Permanen

20 tahun

5%

Tidak Permanen

10 tahun

10%

 

Contoh Perhitungan Penyusutan Fiskal

 

Misalnya, PT ZZZ adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang. Dalam laporan keuangan tahun 2024, berikut adalah detail penyusutan beberapa harta berwujud yang dimiliki oleh PT ZZZ.

 

Detail Penyusutan Harta Berwujud

No

Harta Berwujud

Tgl. Perolehan

Nilai Perolehan (Rp)

Masa Manfaat

Nilai Buku per Januari 2021 (Rp)

Penyusutan Tahun 2021 (Rp)

Nilai Buku per Desember 2021 (Rp)

1

Lemari dokumen

4 Februari 2017

120 juta

5 tahun

28 juta

24 juta

4 juta

2

Komputer

3 April 2018

240 juta

5 tahun

96 juta

48 juta

48 juta

3

Kendaraan operasional

2 Juni 2014

640 juta

10 tahun

224 juta

64 juta

160 juta

4

Pendingin ruangan kantor

15 Agustus 2020

80 juta

4 tahun

56 juta

12 juta

44 juta

5

Gedung tempat usaha

1 Oktober 2002

2 miliar

25 tahun

320 juta

228 juta

92 juta

 

Total:

  • Nilai Perolehan: Rp3,080 miliar
  • Penyusutan Tahun 2021: Rp924 juta
  • Nilai Buku per Desember 2021: Rp656 juta

 

Biaya Penyusutan

 

Berdasarkan jabaran diatas dapat diuraikan lebih lanjut mengenai biaya penyusutan dibebankan oleh PT ZZZ dalam Tahun Pajak 2024 sebagai berikut:

 

  1. Lemari Dokumen
    • Kelompok I, masa manfaat 4 tahun, tarif penyusutan 25%
    • Nilai perolehan: Rp 120 juta
  2. Komputer
    • Kelompok I, masa manfaat 4 tahun, tarif penyusutan 25%
    • Nilai perolehan: Rp240 juta
  3. Kendaraan Operasional
    • Kelompok II, masa manfaat 8 tahun, tarif penyusutan 12,5%
    • Nilai perolehan: Rp640 juta
  4. Pendingin Ruangan Kantor
    • Kelompok II, masa manfaat 4 tahun, tarif penyusutan 12,5%
    • Nilai perolehan: Rp80 juta
  5. Gedung Tempat Usaha
    • Bangunan permanen, masa manfaat 20 tahun, tarif penyusutan 5%
    • Nilai perolehan: Rp2 miliar

 

Dengan contoh ini, biaya penyusutan yang dapat dibebankan oleh PT ZZZ dalam tahun pajak 2024 dapat dihitung berdasarkan tarif dan masa manfaat yang berlaku. Penyusutan yang dilakukan pada tahun 2021 dan berakhir pada tahun pajak 2024 harus direkonsiliasi secara fiskal untuk memperoleh angka yang sesuai.

 

Penyusutan fiskal didasarkan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan PPh dan diatur dalam Pasal 11 UU PPh melalui metode garis lurus dan metode saldo menurun. Penghitungan penyusutan fiskal ini penting untuk menyusun laporan keuangan bisnis dan mengelola perpajakan dengan benar. 

 

Dengan bantuan layanan Sistem Informasi Perpajakan (SIP) dari Pajakku, yang berfungsi sebagai kertas kerja perpajakan yang menjembatani konversi laporan keuangan menjadi laporan fiskal yang akurat secara otomatis, pengelolaan perpajakan dan pembuatan laporan keuangan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan efisien. SIP juga dapat menghitung amortisasi, penyusutan, dan depresiasi fiskal, serta membantu menghindari misinterpretasi perhitungan pajak dan human error dalam proses perpajakan perusahaan. Setelah menghitung penyusutan fiskal, selanjutnya perusahaan dapat melakukan perhitungan pajak badan dan melaporkan SPT. Segera hubungi Pajakku untuk informasi lebih lanjut.

 

Baca juga Berita dan Artikel Pajakku lainnya di Google News