Indonesia tengah menghadapi tantangan besar dalam mengatasi perubahan iklim dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Untuk merespons hal ini, pemerintah mulai menerapkan pendekatan keuangan yang lebih hijau melalui instrumen pajak hijau dan green accounting.
Pajak hijau berfungsi sebagai alat fiskal yang memberikan insentif maupun disinsentif berdasarkan dampak lingkungan dari aktivitas ekonomi, seperti emisi karbon atau penggunaan bahan bakar fosil. Di sisi lain, green accounting memungkinkan perusahaan untuk mengukur dan melaporkan dampak lingkungan dari kegiatan operasional mereka sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan transparansi keuangan.
Kolaborasi antara kebijakan pajak dan praktik akuntansi hijau ini diharapkan dapat mendorong transisi menuju ekonomi hijau, di mana pertumbuhan ekonomi berjalan selaras dengan perlindungan lingkungan.
Apa Itu Pajak Hijau?
Pajak hijau (green tax) adalah bentuk kebijakan fiskal yang dikenakan pada aktivitas atau produk yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Tujuan utamanya adalah mendorong perubahan perilaku ekonomi melalui mekanisme pasar, sehingga pelaku usaha dan masyarakat terdorong untuk memilih praktik yang lebih ramah lingkungan.
Kategori Pajak Hijau di Indonesia:
- Pajak Karbon
Dikenakan atas emisi karbon dari sektor industri dan transportasi guna menurunkan emisi gas rumah kaca. - Pajak Energi
Berlaku untuk konsumsi bahan bakar fosil dan energi tidak terbarukan, dengan tujuan mendorong efisiensi dan penggunaan energi terbarukan. - Pajak Limbah
Diterapkan pada produksi dan pembuangan limbah untuk mendorong pengurangan sampah dan peningkatan aktivitas daur ulang.
Baca juga: Kontradiksi Green Tax dan Green Insentive
Apa Itu Green Accounting?
Green accounting, atau akuntansi hijau, adalah sistem pelaporan keuangan yang mengintegrasikan aspek lingkungan dalam penghitungan biaya dan nilai perusahaan. Tujuannya adalah memberikan gambaran menyeluruh tentang dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan.
Meskipun belum ada regulasi khusus untuk UKM, praktik green accounting di Indonesia telah diatur melalui:
- PP No. 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas (lanjutan dari UU No. 40 Tahun 2007).
- Penerapan sukarela oleh perusahaan besar dalam penyusunan laporan keberlanjutan (sustainability report).
Regulasi Terkait Pajak Hijau di Indonesia
Beberapa kebijakan fiskal yang mendukung pajak hijau antara lain:
- UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan → Mengatur dasar hukum pajak karbon.
- PP No. 45 Tahun 2019 → Memberikan insentif pajak atas kegiatan R&D di bidang energi terbarukan.
- Berbagai kebijakan insentif fiskal → Seperti tax holiday dan super tax deduction untuk perusahaan berteknologi ramah lingkungan.
Contoh Implementasi Pajak Hijau
- Pajak Karbon pada PLTU
Telah mulai diterapkan pada PLTU batu bara sebagai pilot project, dengan rencana ekspansi ke sektor industri besar lainnya. - Pajak Kendaraan Bermotor Berbasis Emisi
Pajak kendaraan ditentukan berdasarkan emisi CO₂—mendorong penggunaan kendaraan listrik dan hybrid. - Insentif bagi Industri Hijau
Perusahaan yang mengadopsi energi bersih dapat memperoleh potongan pajak atau fasilitas fiskal khusus. - Subsidi Energi Terbarukan
Dana dari pajak sektor energi fosil dialihkan untuk mendukung pengembangan energi terbarukan.
Baca juga: Pengaruh Kebijakan Pajak Karbon Terhadap Industri Manufaktur
Penerapan Green Accounting di Indonesia
Walau belum merata, praktik green accounting sudah mulai diterapkan, terutama di sektor korporasi besar:
- Laporan Keberlanjutan (Sustainability Report)
Perusahaan terbuka di BEI kini diwajibkan menyusun laporan keberlanjutan sesuai standar ESG (Environmental, Social, Governance). - Peran OJK
Otoritas Jasa Keuangan mendorong integrasi aspek lingkungan ke dalam laporan keuangan, memperkuat transparansi dan akuntabilitas. - Integrasi Strategi Perusahaan
Akuntansi hijau digunakan untuk mengukur biaya lingkungan dan risiko jangka panjang, serta mendukung pengambilan keputusan bisnis yang berkelanjutan.
Tantangan dan Hambatan Implementasi
- Rendahnya Kesadaran dan Kesiapan Dunia Usaha
Banyak perusahaan belum memahami manfaat jangka panjang dari green accounting maupun insentif dari pajak hijau. - Belum Adanya Regulasi Mengikat untuk Semua Skala Usaha
Peraturan masih dominan berlaku bagi perusahaan besar, belum menyentuh UMKM secara struktural. - Dilema Ekonomi vs Lingkungan
Transisi energi bersih masih mahal dan dianggap membebani sektor yang bergantung pada bahan bakar fosil. - Keterbatasan Infrastruktur dan Teknologi
Pengembangan energi terbarukan dan sistem monitoring lingkungan masih menghadapi hambatan pendanaan dan teknologi.
Baca juga: Tren Istilah Baru Greenflation, Apa Itu?
Arah Masa Depan Pajak Hijau dan Green Accounting
- Perluasan Cakupan Pajak Karbon
Pemerintah merencanakan ekspansi ke sektor manufaktur, transportasi udara, dan agrikultur. - Dukungan Bagi UMKM Ramah Lingkungan
Pengembangan insentif fiskal dan non-fiskal agar UMKM dapat bertransformasi ke arah bisnis berkelanjutan. - Penguatan Investasi Hijau
Mendorong kolaborasi antara sektor swasta dan lembaga keuangan untuk mendanai proyek berorientasi ESG. - Harmonisasi dengan Standar Global
Mengadopsi praktik internasional seperti Net Zero Emission 2050, Paris Agreement, dan standar pelaporan keuangan berbasis lingkungan.
Kesimpulan
Pajak hijau dan green accounting adalah dua pilar penting dalam membangun ekonomi yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab secara lingkungan. Dengan dukungan kebijakan fiskal yang tepat, insentif yang menarik, serta peningkatan kesadaran dunia usaha, Indonesia memiliki peluang besar untuk memperkuat posisi dalam transisi menuju ekonomi hijau.
Sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil menjadi kunci keberhasilan implementasi pajak hijau dan green accounting, demi masa depan yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan.
*) Penulis merupakan penerima beasiswa dari Pajakku. Seluruh isi tulisan ini disusun secara mandiri oleh penulis dan sepenuhnya merupakan opini pribadi. Tulisan ini tidak mencerminkan pandangan resmi Pajakku maupun institusi lain yang terkait.









