Penerimaan pajak yang maksimal dapat mendorong pertumbuhan Indonesia dan membuat negara kita semakin tangguh. Salah satu cara untuk memaksimalkan penerimaan pajak negara adalah dengan memanfaatkan yang namanya Single Identity Number atau sering disingkat menjadi SIN.
Apa itu Single Identity Number? SIN adalah identitas unik yang dimiliki oleh individual. Identitas unik tersebut terdiri dari berbagai macam informasi terkait dengan individu seperti informasi diri, data keluarga, kepemilikan aset dan lain-lainnya. SIN memuat berbagai macam data baik itu data keuangan ataupun data non-keuangan terkait dengan individu.
SIN terdiri atas sebuah susunan nomor yang unik dan menggunakan nomor unik tersebut, pemerintah dapat mengakses banyak hal tentang identitas individu. SIN yang terintegrasi dengan berbagai macam data juga dapat memasukkan data-data yang diperlukan untuk pembayaran pajak. Pemerintah dapat menguji kepatuhan wajib pajak dan juga mengetahui apakah terjadinya kecurangan saat pelaporan pajak atau tidak, sehingga memaksimalkan penerimaan pajak yang nantinya meningkatkan tax rasio.
Mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo mengatakan “Dengan terwujudnya SIN akan dapat dipastikan penerimaan perpajakan akan meningkat secara sistemik” dalam webinar hukum bisnis bertemakan Pajak dan Masyarakat di Jakarta, pada Selasa, 31 Agustus 2021.
Memanfaatkan SIN Pajak dengan baik adalah suatu hal yang harus dilakukan, apalagi tax ratio Indonesia dalam lima tahun ke belakang mengalami koreksi dan berlawanan dengan prestasi selepas krisis moneter pada 1998.
Data yang dimiliki oleh Kementerian Keuangan mencatat, rasio perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio turun dalam lima tahun terakhir sebesar 10,37 persen di tahun 2016. Pencapaian tersebut lalu mengalami penurunan di tahun berikutnya 2017 ke level 9,89 persen. Lalu mengalami kenaikan yang tipis pada 2018 sebesar 10,24 persen, tetapi kembali mengalami penurunan pada 2019 menjadi 9,76 persen, dan akhirnya merosot menjadi 8,33 persen pada 2020.
Hal tersebut menurutnya berbanding terbalik dengan pencapaian penerimaan pajak setelah krisis moneter 1998. Padahal, krisis moneter memberikan dampak dahsyat hingga mematikan perekonomian Indonesia dan mengalami proses recovery yang cukup lama.
Ia kembali menjelaskan, untuk mencapai prestasi target penerimaan pajak seperti saat itu, menggunakan program integrasi data dalam sebuah SIN Pajak melalui MoU ke berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta.
Dalam UU KUP, sudah wajib bagi setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain untuk memberikan data dan informasi yang berhubungan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Data tersebut akan saling terhubung lewat jaringan, sehingga tidak ada campur tangan manusia dalam pengambilan data dengan melalui mekanisme pengujian link and match.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya, dengan SIN dapat mencegah terjadinya penghindaran pajak dan manipulasi pajak oleh para WP yang merugikan negara. Dengan ini, penerimaan pajak dapat tercapai sesuai dengan target karena semua celah kekurangan dapat diketahui dengan mekanisme pencocokan data pada pusat data.
SIN pajak sudah diatur dalam UU 28/2007 tetapi masih terdapat kendala dalam implementasinya seperti masalah aturan pelaksanaan dari UU 28/2007 yang masih belum selaran dengan UU.









