Mengenal Serba-Serbi Tax Shifting, Pengalihan Beban Pajak

Pajak adalah pungutan yang dibebankan negara kepada warga negaranya. Beban pembayaran pajak memiliki sifat langsung dan tidak dapat dialihkan, sehingga perlu ditanggung sendiri oleh wajib pajak yang bersangkutan.

Terdapat pula beban pembayaran pajak yang dapat dialihkan atau digeser kepada pihak lain. Pengalihan atau pergeseran beban pajak ini disebut juga dengan tax shifting. Istilah ini sering ditemui ketika pembahasan cukai dan PPN.

Tax Shifting memiliki kemungkinan beban pajak untuk berpindah dari satu subjek ke subjek lainnya. Istilah ini memang terdapat dalam tax planning. Apakah tax shifting melanggar hukum? Mari pelajari lebih lanjut, apa itu tax shifting?

 

Definisi Tax Shifting

Tax shifting merupakan pengalihan beban pajak dari satu pelaku ekonomi ke pelaku ekonomi lainnya. Sebagai contoh, beban pajak penjualan yang secara formal dikenakan pada perusahaan dapat dialihkan kepada konsumen dengan bentuk harga yang lebih tinggi.

Tax shifting dikenal pula dengan istilah pergeseran pajak. Hal ini memberikan penjelasan bahwa pemindahan atau mentransfer beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lainnya. Meskipun demikian, seseorang atau badan yang dikenakan pajak sangat mungkin sekali tidak akan menanggung beban pajaknya.

Tax shifting juga dijelaskan sebagai fenomena ekonomi dimana wajib pajak memindahkan beban pajak kepada pembeli atau penyuplai dengan menambah harga penjualan atau menekan harga pembelian saat transaksi terjadi.

Sejalan dengan hal tersebut, Jose pun mendefinisikan tax shifting sebagai kegiatan yang mengalihkan beban pembayaran pajak dari satu pihak ke pihak lainnya. Misalnya, dalam kasus goods and service tax (GST), beban pajak akan dialihkan dari produsen ke konsumen akhir.

Sementara itu, Lumbantoruan mendefinisikan pergeseran pajak atau tax shifting sebagai transfer beban pajak dari subjek pajak kepada pihak lain. Dengan demikian, orang atau badan yang terkena pajak mungkin sekali tidak menanggungnya.

 

Karakteristik Tax Shifting

Tax shifting memiliki beberapa ciri atau karakteristik utama, di antaranya ialah merupakan perilaku proaktif wajib pajak; memiliki kaitan yang erat dengan peningkatan atau penurunan harga; dan redistribusi beban pajak di antara subjek yang dikenakan pajak ataupun pihak yang terlibat, sehingga dapat menyebabkan inkonsistensi antara wajib pajak dan penanggung pajak.

 

Ragam Jenis Tax Shifting

Pajak dapat bergeser melalui transaksi pembelian ataupun penjualan. Pergeseran pajak ini akan melibatkan perubahan harga dari apa yang semestinya terjadi. Tax shifting terdiri dari beberapa jenis, di antaranya ialah:

1.  Backward Shifting

Pergeseran beban pajak ini dapat dilakukan melalui sejumlah arah, di antaranya ke depan (forward shifting) atau ke belakang (backward shifting). Menurut Cox and McLure, backward shifting terjadi saat harga barang yang dikenakan pajak tetap sama, tetapi beban pajak akan ditangung oleh pihak yang terlibat dalam proses produksi.

Sebagai contoh, produsen akan mencari cara untuk menekan biaya upah pegawainya atau mencari harga bahan baku yang lebih rendah. Melalui cara ini, beban pajak akan ditanggung pihak yang terlibat dalam proses produksi bukan oleh konsumen akhir.

Backward shifting umumnya terjadi dalam kasus pungutan baru atau kenaikan tarif pajak. Pungutan atau kenaikan tarif ini dapat membuat pengusaha terpaksa menanggung sebagian beban pajaknya. Hal ini dikarenakan pengusaha khawatir kenaikan harga dapat memengaruhi permintaan produk.

2.  Forward Shifting

Selain itu, terdapat forward shifting yang terjadi saat beban pajak sepenuhnya dialihkan kepada konsumen bukan pemasok atau produsen. Hal ini pun dilakukan dengan cara memasukkan pajak dalam harga yang dibebankan kepada konsumen. Backward shifting ini memiliki kaitan dengan pajak tidak langsung atas konsumsi seperti PPN.

Dengan forward shifting, beban PPN akan dialihkan sepenuhnya kepada konsumen dan tercermin dalam harga barang atau jasa yang dibayarkan oleh konsumen atau pembeli. Berdasarkan konsep tersebut, pihak yang bertanggung jawab beban pajak ialah konsumen akhir. Akan tetapi, pihak yang bertanggung jawab atas pemenuhan kewajiban pajak ke negara ialah penjual.

3.  Kombinasi forward shifting dan backward shifting

Kombinasi keduanya dapat berarti produsen dari barang yang terkena pajak dapat mengalihkan beban pajak. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menimbulkan sebagian kenaikan harga serta pengurangan pembayaran dari faktor produksi.

4.  Single point dan multi-point shifting

Single point dan multi-point shifting memiliki makna yang berbeda. Pada single point shifting, terjadi saat beban pajak dialihkan dari satu titik ke titik lainnya atau dari satu pihak ke berbagai pihak lainnya.

 

Tahap Pergeseran Beban Pajak

Tax shifting terjadi dalam empat tahap, sebagai berikut:

  1. Tahap pertama ialah beban pajak terletak pada wajib pajak yang mengadakan perhitungan pembayaran dengan negara atau impact of taxation.
  2. Tahap kedua ialah pergeseran beban pajak yang merupakan proses pemindahan beban pajak dari pembayar pajak kepada penanggung beban pajak atau the shifting of taxation.
  3. Tahap ketiga ialah timbulnya beban moneter yang terakhir setelah terjadi pergeseran dan beban pajak tidak dapat berpindah lagi atau incidence of taxation.
  4. Tahap keempat ialah terdapat konsekuensi-konsekuensi ekonomis dengan adanya incidence of taxation yang disebut juga dengan effect of taxation.

 

Sanksi dalam Tax Shifting

Tax shifting atau pergeseran pajak termasuk dalam skema perencanaan pajak yang merupakan bagian dari manajemen pajak. Tujuan perencanaan pajak ialah memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar dan agar dapat menekan biaya pajak serendah mungkin untuk mendapatkan laba dan likuiditas yang diharapkan perusahaan.

Oleh karena itu, beberapa perusahaan melakukan praktik pergeseran pajak sebagai salah satu upaya menekan biaya pajak yang harus ditanggung. Namun, perlu diketahui apakah praktik ini adalah praktik yang ilegal?

Dalam realitanya, pergeseran beban pajak merupakan penghindaran diri dari pembayaran pajak yang sifatnya lunak. Praktik tax shifting ini memanfaatkan celah-celah yang ada dalam undang-undang perpajakan untuk menghemat pajak yang harus dibayar sendiri atau yang dibayar oleh pihak lainnya, sehingga tidak terdapat sanksi hukum bagi wajib pajak yang melakukannya.

Praktik ini tidak dikenai sanksi hukum karena masih berada dalam tax avoidance, yaitu memanfaatkan berbagai celah dalam undang-undang perpajakan untuk meminimalkan beban pajak yang ditanggung atau yang harus dibayarkan oleh pihak lain.

Berkenaan dengan hal tersebut, terdapat alternatif untuk mencapai hal tersebut. Caranya ialah perusahaan dapat menggunakan aplikasi yang dapat mendukung optimasi biaya operasional perusahaan, memaksimalkan modal usaha untuk dapat menghasilkan laba yang diinginkan, serta mempermudah kepatuhan pajak dengan menuntaskan masalah yang sering dialami dalam mengelola pajak usaha.

Praktik Pergeseran Beban Pajak

Pada umumnya, praktik pergeseran beban pajak terdapat pada pajak konsumsi atau tax consumption atau PPN dan cukai. Contoh perusahaan yang menerapkannya ialah perusahaan rokok.

Rokok pun menjadi barang yang dikenakan cukai. Hal ini bertujuan untuk menghindari pembayaran beban pajak, dimana perusahaan berusaha menggeser beban cukai kepada konsumen rokok dengan cara menaikkan harga jual rokok atau forward shifting. Adapun, alternatif lainnya ialah perusahaan rokok menggeser beban cukai kepada petani tembakau dengan cara menekan harga beli tembakau dengan backward shifting.