Industri minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia memiliki peranan yang sangat strategis dalam perekonomian nasional. Sebagai salah satu sektor dengan kontribusi besar terhadap pendapatan negara, investasi dalam industri migas selalu menarik perhatian banyak pihak, baik itu investor dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu aspek penting dalam investasi di sektor migas adalah skema kontrak yang berlaku, yang secara langsung mempengaruhi aspek perpajakan dan insentif fiskal bagi para kontraktor migas.
Di Indonesia, terdapat regulasi baru yang menerbitkan bagi hasil kontraktor migas dengan perhitungan dimuka atau gross split. Kementrian ESDM Ariana Soemanto selaku Direktur Pembinaan Hulu Migas mengatakan aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang menggantikan Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017.
Baca juga: Insentif Pajak dan Regulasi untuk Kontraktor Migas: Apa yang Perlu Diketahui?
Dalam Permen ESDM 13/2024, selain mengatur tentang kontrak bagi hasil gross split, juga mengatur tentang wilayah kerja migas nonkonvensional bagi hasil untuk kontraktor mencapai 93%-95% di awal yang membuat kontrak lebih menarik. Selain itu, aturan gross split yang juga berubah ialah 13 komponen tambahan bagi hasil menjadi lebih sederhana hanya 5 komponen yang terdiri dari jumlah cadangan, lokasi lapangan, ketersediaan infrastruktur, harga minyak bumi, dan harga gas bumi.
Pada skema lama, gross split memberikan bagi hasil kontraktor sangat variatif, bisa sangat rendah atau mungkin hingga 0% pada kondisi tertentu. Namun, skema yang baru menawarkan kepastian bagi hasil sekitar 75% sampai 95% bagi kontraktor, menjadikan wilayah kerja migas nonkonvensional lebih menarik dan memberikan pilihan yang lebih fleksibel sesuai kenyamanan kontraktor.
Bagi kontraktor yang ingin pindah ke cost recovery dari sebelumnya gross split ataupun sebaliknya, dapat memilih jenis kontrak sesuai kenyamanan dengan syarat kontrak ditandatangani setelah adanya Permen ESDM 13/2024. Namun, bagi kontraktor migas eksisting atau yang kontraknya ditandatangani sebelum Permen ESDM 13/2024 dapat beralih ke skema kontrak gross split yang baru dengan syarat, sebagai berikut:
- Kontrak skema gross split lama untuk migas nonkonvensional, termasuk gas metana batu bara dan shale oil / gas.
- Kontrak skema cost recovery, sepanjang masih tahap eksplorasi dan belum mendapatkan persetujuan plan of development pertama (POD-I) dari pemerintah.
Baca juga: Potensi Pajak Perusahaan Migas dan Batu Bara di Negara Maju Capai Rp11,6 Kuadriliun
Pengecualian bagi kontrak skema gross split lama yang sudah tahap produksi, tidak dapat berubah ke skema gross split baru, melainkan hanya dapat berubah ke kontrak skema cost recovery.
Terakhir, Ariana Soemanto mengatakan bahwa setidaknya sudah terdapat lima kontraktor/blok yang berminat untuk menggunakan skema gross split baru yang sesuai dengan Permen ESDM 13/2024. Kontraktor dapat memilih skema kontrak mana yang sesuai dengan risk profile masing-masing kontraktor tersebut.









