Kinerja pendapatan negara yang berasal dari pajak dan non-pajak diproyeksikan masih tergolong belum mampu kembali kepada tingkat yang setara dengan realisasi pendapatan negara pada tahun 2019 lalu, pemerintah mencatat pada akhir Oktober 2019 realisasi pendapatan negara dan hibah telah mencapai Rp 1.508,91 triliun. Dengan kata lain, pendapatan negara mencapai 69,69% dari yang ditargetkan APBN 2019. Namun, sayangnya defisit anggaran tercatat Rp 289,1 triliun atau 57, 88% dari target APBN.
Wakil Menteri Keuangan bernama Suahasil Nazara mengatakan bahwa tekanan terhadap penerimaan negara masih akan mengintai pada tahun 2021 yang akan datang. Walaupun diprediksikan akan lebih baik dari pada tahun 2020, realisasi penerimaan negara nampaknya belum dapat kembali normal seperti pada tahun 2019.
Suahasil berpendapat bahwa penerimaan negara masih akan dalam tekanan yang disebabkan oleh kegiatan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih. Walaupun demikian, pengeluaran negara tetap dibutuhkan demi upaya menciptakan vaksin bagi kesejahteraan masyarakat yang menghadapi pandemi COVID-19.
Mendengar kabar penerimaan negara yang tertekan ini, beberapa daerah sampai melakukan upaya menggali potensi penerimaan daerah melalui sumber lain, seperti mengumpulkan pajak dan retribusi daerah demi meminimalisir kendala ini. Rencananya akan diajukan dalam perubahan APBN 2020.
Suatu konsekuensi langsung akibat dari kegiatan tersebut ialah defisit anggaran pada RAPBN 2021 dipatok menjadi ke tahap 5,2% dari Produk Domenstik Bruto (PDB), yang lebih tinggi dari Kerangka Ekonomi Makro serta Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) yang mematok defisit anggaran pada tingkat 3, 21% hingga 4, 17% dari Produk Domestik Bruto.
Pada tahun depan, pemerintah berencana akan menggenjot belanja negara demi menyokong perekonomian yang diprediksi belum pulih dari pendemi COVID-19. Hal tersebut pula dapat membuat pemerintah mematok pertumbuhan ekonomi 2021 sebesar 4,5% hingga menjadi 5,5%.
Kabar lebih lanjut, belanja pada APBN 2021 tetap akan didesain fleksibel dan harus cepat segera direalisasikan. Kini pada program yang dulu dilaksanakan satu unit eselon I, dapat dilaksanakan dua unit eselon I atau lebih. Kegiatan tersebut akan memberikan fleksibilitas dalam penggeseran angka anggaran yang tak terserap.
Walaupun demikian, perlu diingat kembali bahwa kinerja belanja pemerintah pada kuartal II/2020 ini masih belum dikatakan memuaskan. Konsumsi pemerintah pada kuartal II/2020 tercatat mengalami kontraksi hingga -6,9%.
Selain itu, Suahasil menambahkan setiap program saat ini juga harus memiliki daftar isian penggunaan anggaran (DIPA) secepat dan sesegera mungkin, agar tidak ada lagi penumpukan pada bulan Oktober sebagaimana tren pada tahun-tahun sebelumnya.
“Pemda pada realsisasi APBD juga kita dorong untuk cepat. Untuk di pusat kami optimis Agustus September akan naik dibandingkan Juni kemarin,” ujar Suahasil.
Melihat penerimaan Negara Tahun 2021 masih akan tertekan, pemerintah berupaya untuk melakukan optimalisasi penerimaan pada pajak untuk tahun depan. Menteri keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa ada empat aspek pengoptimalan penerimaan pajak pada tahun 2021.
Empat aspek yang dikatakannya yaitu, pertama pemajakan atas perdagangan melalui sistem elektronik. Kedua ekstensifikasi dan pengawasan berbasis individu dan kewilayahan. Ketiga pemeriksaan, penagihan, dan penegakan hukum yang berbasis resiko dan berkeadilan. Keempat reformasi perpajakan seperti organisasi, SDM, TI dan basis data, proses bisnis, serta peraturan pajak.
Pemerintah berharap dengan dilakukannya upaya ini kinerja penerimaan negara pada tahun 2021 dapat pulih dan roda ekonomi dapat berputar seperti semula bagi kesejahteraan warga Indonesia.









