Ketentuan Permohonan Pembatalan dan Penghapusan Sanksi Pajak

Sejak tahun 1984, sistem perpajakan self-assesment diterapkan di Indonesia, dimana wajib pajak diberi tanggung jawab mandiri untuk menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri kewajiban perpajakannya.

Salah satu imbas dari diterapkannya sistem ini adalah human error, karena proses yang dilakukan secara mandiri seringkali menyebabkan adanya perbedaan penafsiran antara wajib pajak dengan Direktur Jenderal Pajak atau dengan Undang-Undang yang berlaku, seperti kesalahan dalam pengisian SPT, kekeliruan jumlah pajak yang seharusnya dibayar, terlambat melakukan pelaporan dan lainnya. 

Terhadap kesalahan tersebut, sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan, maka wajib pajak dapat dikenai sanksi baik itu sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Namun, sebagai implementasi dari keadilan pajak, khususnya bagi wajib pajak yang melakukan kekhilafan (bukan faktor kesengajaan), maka pemerintah menerapkan kebijakan berupa pengurangan atau penghapusan sanksi.

Kebijakan pengurangan/penghapusan sanksi atau yang lebih dikenal sebagai sunset policy adalah suatu keterbukaan pemerintah dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui kesempatan yang diberikan kepada wajib pajak untuk membuat permohononan penghapusan sanksi disertai dengan alasan-alasannya. 

 

Dasar Hukum  

  • Ketentuan mengenai permohonan penghapusan sanksi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 29/PMK.0/2015 tentang Penghapusan Sanksi Administrasi Bunga berdasarkan Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.  
  • Undang-Undang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) pasal 36 ayat (1), yang menyatakan bahwa, wajib pajak dapat mengurangkan atau menghapuskan sanksi adminsitrasi (bunga, denda, kenaikan) apabila disebabkan karena kekhilafan wajib pajak, bukan karena kesalahannya.

 

Perbedaan Pengurangan dan Penghapusan 

Setelah wajib pajak melakukan pembayaran pajak, maka Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan pemeriksaan kepatuhan terhadap wajib pajak. Apakah ia telah membayar sejumlah yang seharusnya atau belum. Lalu, apabila ditemukan data bahwa wajib pajak tersebut tidak patuh terhadap peraturan pajak yang berlaku, maka kepadanya akan diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP) atau Surat Tagihan Pajak (STP).  

Wajib pajak dapat mengajukan surat pemohonan pengurangan/penghapusan sanksi apabila: 

  • Menurut wajib pajak perhitungan dalam STP atau SKP tidak sesuai dengan kebenarannya. Dalam hal ini, wajib pajak dapat mengajukan surat permohonan pengurangan sanksi. 
  • Menurut wajib pajak, sanksi yang dikenakan terhadapnya tidak seharusnya dikenakan, maka wajib pajak dapat mengajukan surat permohonan penghapusan sanksi. 

Baca juga: Apa Itu Jalur Merah, Jalur Kuning, Jalur Hijau, dan Jalur Mita

 

Mekanisme Penghapusan atau Pengurangan Sanksi Administrasi Pajak

Ketika seorang wajib pajak didapati tidak memenuhi kewajiban perpajakan sebagaimana denganketentuan yang berlaku, maka wajib pajak akan diterbitkan SKP (Surat Ketetapan Pajak) atau STP (Surat Tagihan Pajak) oleh DJP yang berisikan sanksi administrasi yang harus ditanggung.

Namun, sanksi tersebut dapat diajukan permohonan penghapusan atau pengurangan apabila Perhitungan atas besarnya sanksi yang tercantum dalam SKP/STP tidak benar, maka wajib pajak dapat mengajukan surat permohonan pengurangan atas sanksi administrasi. Sanksi administrasi yang diterbitkan tidak seharusnya dikenakan, maka wajib pajak dapat mengajukan surat permohonan penghapusan atas sanksi administrasi.

 

Syarat yang Harus Dipenuhi 

PMK No. 29/PMK.0/2015, menyatakan bahwa apabila wajib pajak ingin mengajukan permohonan penghapusan sanksi diharuskan memenuhi persyaratan berikut ini: 

  • 1 (satu) permohonan untuk satu STP/SKP, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali. Apabila diterbitkan lebih dari satu surat, misalnya STP diterbitkan lebih dari satu, maka satu surat permohonan dapat diajukan untuk lebih dari satu STP
  • Pengajuan pengurangan atau penghapusan sanksi diajukan secara tertulis menggunakan bahasa Indonesia
  • Bukti pelunasan Utang Pajak (SSP)  
  • Mengisi alasan permohonan penghapusan/pengurangan sanksi
  • Tempat penyampaian Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar 
  • Ditandatangani oleh wajib pajak atau bukan wajib pajak (wajib melampirkan surat kuasa khusus). 

 

Jenis Sanksi Administrasi Pajak 

  • Denda 

Sanksi yang diberikan untuk membayar sejumlah nilai tertentu, tentang kaitannya dengan kewajiban pelaporan pajak. Besaran denda yang dikenakan berbeda-beda tergantung dengan pelanggaran dan peraturan yang berlaku. Contoh sanksi denda dalam UU KUP meliputi: 

    • Sanksi tidak menyampaikan SPT Masa dan/atau SPT Tahunan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam pasal 3 ayat 3 (pasal 7 ayat 1) 
    • Sanksi pengungkapan ketidakbenaran setelah pemeriksaan bukti permulaan (pasal 8 ayat 3A) 
    • Sanksi PKP yang tidak membuat faktur pajak, PKP tidak mengisi faktur pajak dengan benar,lengkap, dan jelas sesuai ketentuan. PKP tidak melaporkan faktur pajak sesuai dengan waktu penerbitannya (pasal 14 ayat 4) 
    • Sanksi apabila keberatan ditolak/ dikabulkan sebagian (pasal 25 ayat 9) 
    • Sanksi apabila banding ditolak/ dikabulkan sebagian ( pasal 27 ayat 5D).
  • Bunga 

Umumnya, sanksi bunga dikenakan terhadap wajib pajak sehubungan dengan pelanggaran kewajiban membayar pajak. Contoh sanksi bunga dalam UU KUP adalah: 

    • Sanksi pembetulan SPT Tahunan/Masa yang menyebabkan utang pajak bertambah (pasal 8) 
    • Sanksi pengungkapan ketidakbenaran setelah pemeriksaan sebelum terbit SPHP (pasal 8 ayat 5)
    • Sanksi telat bayar pajak (pasal 9 ayat 2A)
    • Sanksi pajak kurang bayar SPT Tahunan PPh setelah jatuh tempo (pasal pasal 9 ayat 2B).

Baca juga: Apa Itu PPh Potput?

  • Kenaikan  

Seperti namanya, sanksi kenaikan yang dikenakan terhadap wajib pajak berupa kenaikan jumlah pajak dari yang seharusnya dibayar. Pada umumnya, wajib pajak yang dikenakan sanksi ini adalah wajib pajak yang melanggar kewajiban dalam ketentuan material.  

    • Sanksi pengungkapan ketidakbenaran SPT lewat 2 tahun (pasal 8 ayat 5)
    • Sanksi terbitnya SKPKB-T (pasal 15 ayat 2)
    • Sanksi pasal 13 ayat 3
    • Sanksi pasal 17C ayat 5 terbit. 

 

Jangka Waktu Permohonan Pengurangan/Penghapusan Sanksi 

Apabila surat permohonan wajib pajak ditolak, wajib pajak masih memiliki kesempatan untuk mengajukan permohonan penghapusan/pengurangan sanksi sebanyak 1 kali, sesuai dengan bunyi pasal 36 ayat 1a. Namun, perlu digarisbawahi apabila wajib pajak ingin mengajukan permohonan ini, syaratnya adalah tidak diajukan upaya hukum lain seperti keberatan, pembatalan SKP/STP.

Permohonan kedua diajukan paling lambat tiga (3) bulan sejak tanggal keputusan permohonan pertama dikirimkan. Mengutip dari UU KUP Pasal 36 ayat 1c, bahwa Direktur Jenderal Pajak akan memberi keputusan atas surat permohonan yang diajukan oleh wajib pajak dalam waktu paling lama 6 bulan. Apabila dalam waktu tersebut DJP tidak memberi keputusan, maka permohonan dianggap dikabulkan oleh DJP. 

 

Mencabut Permohonan

Tahap ini dilakukan apabila didapati kekeliruan ataupun permohonan penghapusan/pengurangan sudah terlanjur disampaikan ke KPP, maka Wajib Pajak dapat mencabut permohonan penghapusan/pengurangan sanksi administrasi perpajakan yang telah diajukan dengan cara:

  • Pencabutan permohonan diajukan dengan cara tertulis dan berbahasa Indonesia. Dalam hal ini wajib pajak juga wajib mencantumkan alasan pencabutan yang jelas
  • Disampaikan ke KPP terdaftar
  • Ditandatangani oleh wajib pajak bersangkutan. Apabila diwakilkan, maka pencabutan permohonan tersebut wajib melampirkan surat kuasa khusus
  • Jika pencabutan permohonan penghapusan/pengurangan sanksi administrasi sudah terlaksana, maka wajib pajak sudah tidak lagi memiliki hak dalam mengajukan kembali pengajuan permohonan dengan jenis yang sama.

 

Ilustrasi  

CV Agustya Pikar berdiri pada bulan Oktober 2007, Nomor Pokok Wajib Pajak dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak ditetapkan di bulan yang sama. Ayuning, selaku pengurus (yang belum tahu perpajakan) tidak melaksanakan kewajiban lapor SPT. Sehingga, Direktur Jenderal Pajak Menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) dengan denda sesuai dengan pasal 7 ayat (1) yakni total sebesar Rp 3.500.000, dengan rincian sebagai berikut: 

SPT Masa PPN : Rp 2.500.000  

SPT PPh Pasal 21 : Rp 500.000 

SPT PPh Pasal 25 : Rp 500.000 

Saat pengajuan surat permohonan pengurangan/penghapusan sanksi, wajib pajak juga wajib menyertakan alasan-alasan kenapa mengajukan permohonan tersebut. Seperti penyebab dan kendala apa yang tengah dihadapi perusahaan, sehingga tidak dapat melaksanakan kewajiban perpajakan, yang membuatnya melanggar aturan. 

Untuk contoh soal di atas, alasan yang “mungkin” dapat diterima adalah:

  • Mengakui kekeliruan pegawai perusahaan yang belum mengetahui tentang peraturan perpajakan  
  • Perusahaan masih baru berdiri, sehingga keadaan keuangan di dalam perusahaan tersebut belum memadai untuk membayar sanksi yang dibebankan terhadap perusahaan tersebut.