Kebiasaan WP Mendekati Batas Waktu Pelaporan

Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat (Prabowo, 2015) sehingga penting bagi Wajib Pajak untuk melaporkan SPT Tahunan. SPT Tahunan merupakan sarana bagi Wajib Pajak untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan kewajiban perpajakannya.

Seluruh negara mengharuskan Wajib Pajak untuk melaporkan jumlah penghasilan maupun kekayaannya dalam laporan pajak yang dibuat sendiri (self assessment) maupun oleh orang lain (official assessment) (Mahardika, 2015). Walaupun dilakukan bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung, namun pajak dikumpulkan dengan tujuan mulia.

 

Pelaporan SPT Tahunan upaya mewujudkan kepatuhan Wajib Pajak

Seperti yang sudah kita ketahui bahwa dalam hal penyampaian SPT Tahunan Orang Pribadi mempunyai batas waktu yaitu paling lama tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak dan untuk penyampaian SPT Tahunan Wajib Pajak Badan paling lama empat bulan setelah akhir Tahun Pajak (Mardiasmo, 2016).

Hal tersebut telah menjelaskan secara spesifik bahwa pada dasarnya pelaporan SPT Tahunan sudah bisa dilaksanakan mulai awal tahun sampai dengan batas waktunya. Apabila SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi tidak disampaikan sesuai dengan batas waktunya, akan dikenakan sanksi sebesar seratus ribu rupiah dan untuk SPT Tahunan Wajib Pajak Badan dikenakan sanksi sebesar satu juta rupiah (Mardiasmo, 2016).

Melihat hal tersebut, tidak ada satu pun negara yang terbebas dari masalah ketidakpatuhan pajak (Schneider, 2005;Chau & Leung, 2009; dan Tekeli, 2011) termasuk Indonesia. Ini terlihat dari hampir sebagaian besar Wajib Pajak melaporkan SPT Tahunannya mendekati batas akhir pelaporan sehingga membuat antrian di Kantor Pelayanan Pajak Pratama membludak dan berbagai keluhan Wajib Pajak atas pelayanan yang dirasa lambat.

Keuntungan mempercepat pelaporan SPT Tahunan pun tidak terlalu dirasakan oleh wajib pajak. Mereka lebih memilih melaporkannya mendekati batas waktunya. Padahal pihak DJP sudah menyediakan alternatif lain yaitu sarana pelaporan secara elektronik melalui e-filing untuk menghindari antrean di Kantor Pelayanan Pajak.

Dengan cara ini, Wajib Pajak tidak perlu datang ke Kantor Pelayanan Pajak karena pelaporan melalui e-filing prosesnya dapat dilakukan di mana saja, kapan saja, dan tanpa antre (Kirana, 2017). Selain itu, Wajib Pajak pun dapat datang ke Kantor Pelayanan Pajak terdekat untuk minta tolong dipandu bagaimana mengisi SPT Tahunan menggunakan e-filing agar tahun depan tidak perlu lagi antre di Kantor Pelayanan Pajak.

Banyak jalan, banyak alternatif, dan banyak upaya yang bisa dilakukan untuk memudahkan kita semua berkontribusi untuk Indonesia.

Selain itu, penggunaan e-filling dapat mengurangi beban proses administrasi laporan pajak menggunakan kertas (Laihad, 2013). Akan tetapi saat ini belum semua Wajib Pajak menggunakan e-filing karena Wajib Pajak masih menganggap bahwa penggunaan sistem komputer dalam pelaporan SPT sangat menyulitkan.

Hal ini dikarenakan kemampuan wajib pajak untuk menggunakan e-filing masih minim (Noviandini, 2012). Selain itu, jumlah penduduk Indonesia tidak sebanding dengan jumlah pegawai pajak sehingga menuntut kita untuk sadar dalam melakukan pelaporan pajak secara mandiri.

Pelaporan SPT bukanlah beban, melainkan kewajiban kita sebagai Wajib Pajak dan warga negara yang baik. DJP selalu mengutamakan pelayanan terbaik dan kenyamanan bagi Wajib Pajak.

Kenyamanan dalam melaporkan SPT dapat diawali dari diri kita sendiri sebagai Wajib Pajak dengan melaporkannya segera sebelum mendekati batas waktu pelaporan SPT. Oleh karena itu mari budayakan pelaporan SPT di awal waktu. “Lapor SPT Anda Segera, Lebih Awal Lebih Nyaman”.

 

Daftar Referensi

Chau, G., & Leung, P. (2009). A critical review of Fischer’s tax compliance model: A research systhesis. International Accounting, Auditing and Taxation.

Kirana, G. G. (2017). Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Minat Perilaku Wajib Pajak Untuk Menggunakan E Filling. Jurnal Perpajakan (JEJAK), 1(1), 1–10.

Laihad, R. C. . (2013). Pengaruh Perilaku Wajib Pajak terhadap Penggunaan E-Filling Wajib Pajak Di Kota Manado. Emba, 1(3), 44–51.

Mahardika, I. P. (2015). Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Sikap Wajib Pajak Pribadi Di Kpp Pratama Singaraja.

Mardiasmo. (2016). Perpajakan Edisi Terbaru 2016.Yogyakarta: Penerbit ANDI.

Noviandini, N. C. (2012). Pengaruh Persepsi Kebermanfaatan, Persepsi Kemudahan Penggunaan, Dan Kepuasan Wajib Pajak Terhadap Penggunaan E-Filing Bagi Wajib Pajak Di Yogyakarta. I, 15–22.

Prabowo, A. D. (2015). Efektivitas Sosialisasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi Pada Kantor Pelayanan, Penyuluhan, Dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) Tondano. Jurnal Emba, 3(1), 1063–1070.

Schneider, F. (2005). Shadow economies around the world: What do we really know? European Journal of Political Economy. https://doi.org/10.1016/j.ejpoleco.2004.10.002

 Tekeli. R. 2011. The Determinants of Tax Morale: the Effects of Cultural Differences and Politics. Policy Research Institute (PRI) Discussion Paper Series No. 11A-10.

Disclaimer:

Artikel ini merupakan karya peserta pelatihan simulasi pajak hasil kerjasama Politeknik Negeri Bali dengan PT Mitra Pajakku. Isi tulisan sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. 

Informasi ini BUKAN merupakan saran atau konsultasi perpajakan. Segala aturan yang terkutip dalam artikel ini sangat mungkin ada pembaharuan dari otoritas terkait. Pajakku tidak bertanggungjawab atas kerugian yang timbul akibat adanya keterlambatan atau kesalahan dalam memperbarui informasi dalam artikel ini.