Istri dan Suami Menyatukan NPWP adalah Pilihan

Tahukah anda bawa pembagian kedudukan suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga diatur dalam undang-undang? Pembagian ini dengan jelas diatur dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974. “Suami adalah kepala Keluarga dan istri ibu rumah tangga”. Meski demikian Undang-Undang tersebut secara tegas tetap menyatakan bahwa hak dan kedudukan istri dan suami adalah seimbang. Yang menjadi pertanyaan sekarang, bagaimana kedudukan pria dan wania sebelum menikah? Kedudukan mereka ternyata tidak berbeda, yang menyabkan berbeda ketika ada ikatan perkawinan yang sudah tercatat.

Implikasi atas perbedaan kedudukan suami istri tersebut ternyata tidak tebatas pada kehidupan rumah tangga saja. Sesuai konsesnsus yang dianut negara ini, kedudukan suami istri ini akhirnya masuk ke dalam sistem perundang-undangan lainnya, yang diantaranya adalah Undang-Undang Perpajakan. Dalam ketentuan perpajakan, keluarga menjadi satu kesatuan ekonomis. Suami disini sebagai pihak yang wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP. Kemudian dengan satu identitas administrasi NPWP tersebut, suami memenuhi kewajiban/mendapatkan hak terkait perpajakan bagi seluruh anggota keluarga.

Ketika seorang perempuan dewasa dan tidak dalam status perkawinan, maka yang bersangkutan berdiri sebagai subjek pajak utuh sebagaimana diatur dalam pasal 2 Undang-Undang KUP maupun Undang-Undang PPh. Akan tetapi apabila sudah melakukan perkawinan, maka kedudukan wanita tersebut menjadI istri dan melebur dalam satu kesatuan keluarga dengan suami. Hal ini menyebabkan wanita kawin tidak diwajibkan untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya sendiri, melainkan melebur bersama dengan kewajiban Suami.

Konsep keluarga menjadi satu kesatuan ekonomis merupakan konsep yang ideal, sederhana dan adil dalam pajak. Dalam konsep ini Penghasilan atau kerugian seluruhnya digabung dan pemenuhan kewajiban perpajakan dilakukan oleh kepala keluarga. Coba kita bayangkan apabila suami dan istri diwajibkan menjadi entitas ekonomi yang terpisah, berapa banyak transaksi yang bernilai ekonomi antara suami dan istri yang masuk kriteria penghasilan dan harus dipajaki.

Meskipun demikian, masih terdapat ruang apabila istri menghendaki mempunyai NPWP sendiri sehingga dikenai pajak secara terpisah. Yang bersangkutan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Hidup terpisah berdasakan keputusan hakim;
  2. Melakukan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta secara tertulis;atau
  3. Memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan terpisah dari suaminya.

Apabila NPWP diperoleh wanita ketika belum kawin dan tidak memenuhi kriteria tersebut diatas, yang bersangkutan dapat mengajukan penghapusan NPWP ke Kantor Pajak.

Seringkali wanita kawin membuat NPWP karena diminta oleh kantor tempat dia bekerja, atau diminta bank sebagai syarat pembuatan kartu kredit, atau untuk pengajuan kredit. Padahal seharusnya, cukup dengan fotokopi NPWP suami dan fotokopi Kartu Keluarga syarat kepemilikan NPWP telah terpenuhi. Perusahaan tidak perlu khawatir mengalami masalah terkait pemotongan PPh Pasal 21, dan bank juga tidak perlu khawati mengalami masalah apabila terjadi kredit macet, maupun kewajiban pelaporan ke otoritas terkait.

Pemenuhan kewajiban perpajakan istri digabung dengan suami sebenarnya lebih sederhana dibandingkan apabila memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri-sendiri. Beberapa keuntungan NPWP istri digabung antara lain:

  1. Cukup hanya melaporkan 1 (satu) SPT Tahunan setiap tahunnya.
  2. Tidak ada risiko dikenai sanksi administrasi yang melekat di NPWP Istri.
  3. Pajak yang dibayarkan bisa jadi lebih kecil apabila istri adalah karyawan dari satu pemberi kerja (pemberi kerja tersebut tidak ada keterkaitan dengan usaha/pekerjaan bebas suami anggota keluarga lainnya).
  4. Istri tidak direpotkan dengan surat dari Kantor Pajak maupun pemeriksaan pajak.

Karena terdapat implikasi hukum, sudah seharusnya ketika mengajukan permohonan pembuatan NPWP ke Kantor Pajak, Wanita Kawin harus memperoleh informasi secara memadai. Direktorat Jenderal Pajak harus mengkonfirmasi kepada wanita kawin secara tertulis dalam bentuk formulir permohonan. Pemohon selanjutnya dianggap sadar dan mengetahui perbutannya, sehingga dikemudian hari tidak merasa dirugikan

Mulai tahun 2020, Wajib Pajak dapat mengajukan pencetakan NPWP Keluarga. Dalam Pasal 8 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER- 4/PJ./2020 diatur bahwa Istri atau anak yang belum dewasa dapat mendapatkan kartu NPWP dengan nama yang bersangkutan dan menggunakan nomor NPWP Suami. Nantinya pelaporan SPT Tahunan tetap dalam 1 (satu) SPT. Semua penghasilan anggota keluarga digabung dengan kepala keluarga.

Pemungutan pajak yang adil dan tidak ribet menjadi harapan bersama antara pemerintah dan masyarakat. Dengan pemahaman perpajakan yang memadai, diharapkan tidak ada lagi istri yang mempunyai NPWP terpisah dari suami tanpa mengetahui dampak hukum, manfaat, dan kerugianya. Masyarakat tidak merasa dirugikan apabila ternyata ada Pajak Yang Masih Harus Dibayar karena pemisahan NPWP suami dan Istri yang tiba tiba ditagihkan ke mereka.