Harga Pangan Merangkak Naik, Inflasi Akhir Tahun Diprediksi Meningkat

Kenaikan harga pangan merupakan salah satu isu dalam ekonomi yang kompleks dan ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor ini melibatkan aspek produksi, distribusi, konsumsi, serta faktor eksternal seperti perubahan iklim dan kebijakan pemerintah. Untuk memahami mengapa harga pangan naik, perlu mengevaluasi beberapa elemen utama yang berkontribusi pada dinamika pasar pangan.

Faktor paling utama yang mempengaruhi kenaikan harga pangan adalah jumlah permintaan dan penawaran di pasar. Hukum dasar ekonomi menunjukkan bahwa harga suatu barang akan meningkat, jika permintaan melebihi penawaran. Apabila ada peningkatan permintaan pangan, karena pertumbuhan penduduk atau perubahan pola konsumsi, sementara penawaran tidak sebanding, harga pangan akan cenderung naik.

Selanjutnya, adalah faktor kondisi iklim dan musim tanam. Meskipun, sebagian besar bahan pangan dapat diproduksi sepanjang tahun, namun ada beberapa komoditi yang memerlukan waktu khusus untuk produksinya. Produksi pangan sangat tergantung pada faktor cuaca dan iklim.

Baca juga: India Kendalikan Inflasi Pangan, Ekspor Beras Kena Pajak 20 Persen

Musim tanam yang buruk, kekeringan, atau bencana alam dapat mengurangi hasil pertanian, mengakibatkan kurangnya pasokan dan peningkatan harga. Perubahan iklim juga dapat mempengaruhi pola musim tanam dan panen, memberikan tekanan tambahan pada produksi pangan.

Biaya produksi juga sangat mempengaruhi harga di pasar. Faktor biaya, termasuk harga pupuk, pestisida, dan energi, memainkan peran penting dalam menentukan harga pangan. Jika biaya produksi meningkat, petani mungkin akan menaikkan harga jual mereka untuk mempertahankan keuntungan. Biaya produksi yang tinggi juga dapat memotivasi petani untuk beralih ke tanaman atau metode produksi yang lebih menguntungkan, yang mungkin berdampak pada pasokan pangan.

Kebijakan pemerintah juga tidak bisa lepas dari naik turunnya harga pangan. Kebijakan pemerintah, seperti subsidi, pajak, atau regulasi perdagangan, dapat mempengaruhi harga pangan. Subsidi yang diberikan kepada petani atau produsen dapat merangsang produksi, tetapi juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara penawaran dan permintaan jika tidak dikelola dengan baik. Regulasi perdagangan yang ketat atau pajak tinggi juga dapat memengaruhi harga pangan.

Nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing juga turut memiliki andil dalam penentuan harga pangan, khususnya untuk produk impor. Negara yang bergantung pada impor pangan mungkin terkena dampak fluktuasi nilai tukar mata uang. Jika nilai tukar mata uang lokal melemah terhadap mata uang asing, biaya impor pangan dapat meningkat, yang kemudian dapat menyebabkan kenaikan harga di pasar domestik.

Menjelang akhir tahun, harga kebutuhan pangan di pasar perlahan naik. Memang sudah menjadi siklus yang berulang jika mendekati momen libur panjang akhir tahun harga bahan pangan akan merangkak naik. Akan tetapi, kenaikan harga pangan khususnya di bulan November lalu diakibatkan fenomena El Nino yang menyebabkan produksi lokal menjadi berkurang terutama pada cabai merah, cabai rawit, bawang merah, beras dan gula.

Baca juga: Harga Pangan Bergejolak, Sri Mulyani Sebut Perlu Dikendalikan

Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumunkan inflasi pada bulan November 2023 yakni sebesar 0,38% secara bulanan (month-to-month). Sementara itu, untuk besaran inflasi secara tahunan (year-on-year) sebesar 2,86%. Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik BPS Edy Mahmud mengatakan sepanjang bulan November kemarin ada beberapa kejadian yang mempengaruhi inflasi, seperti penurunan harga BBM non subsidi pada awal November dan kenaikan beberapa komoditi bahan pangan.

Senada dengan BPS, Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menyebut kenaikan angka inflasi ini akibat kenaikan harga pangan yang cukup signifikan di beberapa komoditi seperti cabai dan bawang. Selain itu, dampak fenomena El Nino juga dianggap menjadi salah satu penyebab merangkak naiknya harga pangan di pasar.

Menurut Josua, lonjakan inflasi masih bisa sedikit tertahan di antaranya karena penurunan harga LPG 12 kg dan 5,5 kg. Penguatan nilai tukar rupiah juga juga menopang lonjakan inflasi bulan November. Sementara itu, inflasi inti diprediksi melanjutkan tren penurunan pada bulan November 2023 ini, dari 1,91% year-on-year pada Oktober 2023 menjadi 1,88 year-on-year seiring dengan apresiasi nilai tukar rupiah yang mengimbangi kenaikan harga emas.

Dengan meningkatnya harga pangan yang akan berimplikasi kepada nilai inflasi, peran pemerintah diharapkan hadir untuk menjaga stabilnya harga komoditas maupun jumlah pasokan di pasar. Ketua Umum Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) Trubus Rahadiansyah mengatakan, kenaikan harga beberapa komoditas sangat berpotensi menurunkan daya beli masyarakat.

Menurut Trubus, pemerintah harus melakukan upaya untuk mengatasi kenaikan harga pangan. Hal ini mengingat masyarakat akan menghadapi libur panjang akhir tahun Hari Raya Natal dan tahun baru. Selain itu, tahun 2024 juga menjadi tahun politik yang berpotensi menjadi faktor penyebab kenaikan harga pangan.

Menurut data dari Kementerian Dalam Negeri pada minggu terakhir bulan November 2023, beberapa komoditas mengalami kenaikan harga hamper di seluruh daerah di Indonesia. Contohnya adalah cabai merah yang naik di 358 daerah kabupaten/kota, cabai rawit yang naik di 322 daerah kabupaten/kota, dan gula pasir yang naik di 348 daerah kabupaten/kota.   

Sementara itu, menurut data dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) Kamis, 30 November 2023. Beberapa komoditas pangan lain juga mengalami kenaikan. Seperti bawang putih bonggol, bawang merah, daging ayam, minyak goreng, dan gula pasir.