Efektivitas Kebijakan Pemajakan Bagi Kalangan Crazy Rich

Rencana pemerintah menerapkan lapisan pajak baru berupa tarif pajak tertinggi bagi golongan yang sering disebut crazy rich telah memasuki babak baru. Rancangan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (RUU HPP) yang mengatur mengenai penambahan lapisan tarif pajak penghasilan orang pribadi sebesar 35% untuk golongan yang memiliki penghasilan di atas Rp 5 miliar per tahun telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPR).

Reformasi ini dilakukan dengan tujuan untuk mewujudkan sistem perpajakan yang sehat dan adil. Sehat mengandung maksud reformasi tersebut dapat dikatakan optimal sebagai sumber penerimaan, efektif sebagai instrumen kebijakan, dan adaptif sebagai perubahan struktur dan dinamika perekonomian. Adil mengandung maksud bahwa reformasi tersebut dapat mendorong kepatuhan sukarela wajib pajak, memberikan kepastian perlakuan perpajakan, serta menciptakan keseimbangan beban pajak antar kelompok maupun antar sektor pendapatan.  

Penambahan lapisan pajak ini bukan tanpa alasan. Pasalnya, rasio penerimaan perpajakan Indonesia telah mengalami penurunan drastis hingga di bawah 9 persen. Pada tahun 2020, realisasi penerimaan pajak hanya tercatat Rp 1.069,98 triliun dimana sangat jauh dari target Perpres 72/2020 sebesar Rp 1.198,82 triliun. Kemerosotan ini disebabkan oleh dampak dari pandemi Covid-19. Oleh sebab itu, reformasi perpajakan ini selaras dengan arah kebijakan fiskal pada tahun 2022.  

Di samping itu, Indonesia disebut-sebut akan memiliki pertumbuhan jumlah golongan miliarder yang super cepat di Asia. Pada tahun 2020, orang dengan kekayaan lebih dari US$1 juta di Indonesia mencapai 21.430 orang. Jumlah ini akan terus meningkat seiring berjalannya waktu hingga bisa menjadi 45.063 orang pada 2025.

Selain itu, dua puluh satu orang Indonesia masuk ke dalam daftar orang terkaya di dunia. Salah satu syarat untuk masuk ke daftar tersebut yakni seseorang harus memiliki kekayaan bersih minimal US$1 miliar atau sekitar Rp14,4 triliun. Kekayaan crazy rich di Indonesia relatif tidak terpengaruh oleh dampak dari pandemi Covid-19 bahkan mengalami peningkatan. Buktinya, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) merilis data simpanan di atas Rp 2 miliar di bank dimana pertumbuhan simpanannya relatif tinggi dibandingkan dengan kelompok simpanan nominal yang lain.

Simpanan masyarakat pada bank sampai dengan Februari 2021 dengan nominal Rp 2 miliar sebanyak 35,1 kali dari produk domestic bruto (PDB) per kapita nasional tahun 2020. Rasio ini jauh di atas rata-rata negara berpenghasilan menengah ke atas sebanyak 6,25 kali PDB per kapita. Kenaikan tarif PPh Orang Pribadi bagi golongan orang kaya ini justru dapat mewujudkan fungsi pajak sebagai redistribusi pendapatan.  

Berdasarkan fenomena ini, dapat dilihat ketimpangan dimana di saat pandemi Covid-19, orang kaya menjadi tambah kaya, sedangkan orang miskin menjadi sengsara. Saat ini, Indonesia merupakan negara ke-enam dengan ketimpangan kekayaan terbesar di dunia. Bahkan empat orang terkaya di Indonesia mempunyai harta kekayaan lebih besar yang setara dengan gabungan harta 100 juta orang termiskin. Ketimpangan kekayaan yang semakin melebar dapat mengancam kualitas demokrasi di Indonesia dan stabilitas sosial pada masa depan.

Berdasarkan Europan Journal of Political Economy, kestabilan demokrasi bergantung pada meratanya pendapatan masyarakat. Oleh sebab itu, pajak merupakan alat yang manjur untuk meminimalisir ketimpangan pendapatan dan mengalokasikan kekayaan dari yang mampu ke masyarakat tidak mampu. Salah satu komponen penerimaan pajak yang krusial merupakan pajak penghasilan orang pribadi.  

Dengan demikian, pengenaan tarif pajak menjadi 35% untuk golongan orang kaya di Indonesia dapat dikatakan efektif dan menimbulkan dampak positif bagi penerimaan negara. Pajak merupakan sarana yang tepat untuk meminimalisir ketimpangan pendapatan dan retribusi pendapatan. Di tengah momentum pemulihan ekonomi nasional, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi pemerintah untuk menutup banyak celah dan mulai menerapkan pemajakan bagi crazy rich.

Namun, tantangan yang lebih kompleks akan dihadapi oleh pemerintah untuk mengejar pajak orang kaya. Hal ini disebabkan, karena perencanaan pajak oleh kaum crazy rich cenderung lebih agresif, sebab golongan ini mempunyai sumber daya dan akses yang lebih baik dibandingkan masyarakat awam. Bisa diumpamakan semua jenis ikan baik besar maupun kecil pasti selalu berusaha untuk tidak terperangkap mata kail dengan caranya masing-masing.

Pada reformasi ini, alat yang digunakan oleh pemerintah adalah jaring. Ikan-ikan dengan ukuran tertentu bisa saja lolos dari jaring dengan kerapatan tertentu pula sehingga mengawasi titik lemah dan menjaga kerapatan jaring-jaring tersebut menjadi penting untuk dicegah oleh pemerintah. Dengan demikian, kebijakan pemerintah yang fokus untuk memajaki golongan masyarakat berpenghasilan tinggi di Indonesia memerlukan keahlian, kecermatan, dan ketelitian, sehingga tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial dapat benar-benar terwujud.